RIAUONLINE, PEKANBARU - Produk resin jernang diketahui memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. Namun, akses informasi yang didapat para pencari dan petani jernang justru seringkali minim sehingga dapat dengan mudah ditipu oleh tengkulak.
Kasus penipuan harga jernang acap menimpa petani jernang. Salah satunya dialami Ketua KTH Bukik Ijau, Hendriyanto menuturkan bahwa ia pernah mengalami penipuan sekitar tahun 2016 lalu.
Hendri menuturkan, Tengkulak yang datang ke rumahnya mengatakan bahwa harga resin jernang sudah turun 3,8 juta rupiah per kilogram.
Dia yang curiga, kemudian memilih menjual resin jernangnya ke Dharmasraya, yang ternyata masih membeli resin jernang miliknya seharga 4,8 juta rupiah.
"Kok harganya murah sekali saya bilang, saya bawa lah ke Dharmasraya. Ternyata harga masih sama seperti terakhir kali saya jual," terang Hendri, Selasa 26 Januari 2021.
Jernang
Hal lain dialami, Sunarto dimana harga tertinggi penjualan resin jernang miliknya hanya sampai 1.5 juta. Ketika ditanya apakah tidak merasa curiga harga jernang yang dia jual rendah sekali, dia hanya memasrahkan diri.
"Ya gak taulah harganya (yang sebenarnya) berapa. Entah nipu ntah ndak orang tu. Biar ajalah," ucapnya lirih.
Jerang
Melihat situasi ini, Kepala Badan Khusus Urusan Prosedur Tatalaksana Organisasi dan Penggalangan Dana Organisasi Jaringan Masyarakat Gambut Riau (JMGR), Fadil Nandila mendorong Kelompok Tani Hutan (KTH) yang ada di sekitar Hutan Lindung Bukit Betabuh untuk membentuk asosiasi.
Menurutnya, keberadaan asosiasi KTH ini penting bagi kesejahteraan petani hutan itu sendiri. Selain untuk memastikan petani hutan tidak ditipu tengkulak, keberadaan asosiasi penting bagi keberlanjutan pertanian di dalam hutan ini.
"Kelompok-kelompok Tani Hutan yang ada (di desa Air Buluh) harus membentuk GAPOKTAN (Gabungan Kelompok Tani Hutan)," ujarnya.