20 Tahun Beroperasi, Konflik Suku Sakai dan Arara Abadi Tak Kunjung Tuntas

Kampung-Sakai-Minas.jpg
(RIAUONLINE.CO.ID/ZUHDY FEBRIYANTO)

RIAU ONLINE, SIAK - PT Arara Abadi dituding masyarakat suku Sakai Minas tak pernah memberikan bantuan sosial apapun selama beroperasi di Minas. Padahal perusahaan secara aturan wajib memberikan bantuan pada masyarakat sekitar kawasan operasional sebagai bentuk kebijakan Corporate Social Responsibility (CSR).

PT Arara Abadi merupakan anak perusahaan dari Asia Pulp and Paper (APP), salah satu produsen dan perusahaan industri bubur kertas terbesar di dunia. APP beroperasi di seluruh Indonesia, dengan unit bisnis mencakup pulp, kertas, pengemasan, tisu, dengan kapasitas produksr sekitar 12 juta ton per tahun.

Sejak beroperasi di Minas pada tahun 1996, masyarakat tak pernah sekalipun mendapat bantuan. Alih-alih bantuan, masyarakat dengan perusahaan malah tak memiliki hubungan baik dengan banyak sejarah konflik di antara dua pihak ini.

Dengan nada meninggi dan kesal, masyarakat bersumpah bahwa mereka tak pernah mendapat kontribusi appun dari perusahaan."Haram, kami tak pernah dapat bantuan apapun dari perusahaan. Jangankan bantuan, dihormati aja tak ada," kata Lontai, salah seorang ketua RW di Dusun Minas Asal Batu Boso, Desa Minas Barat, Kecamatan Minas, Siak, Rabu, 1 Februari 2017.

Baca Juga: Lihat, Akses Ke Kampung Masyarakat Asli Riau Ini Memprihatinkan

Padahal keberadaan suku Sakai dan perkampungannya sudah jauh lebih lama ketimbang keberadaan Arara Abadi sendiri. Arara Abadi baru beroperasi usai mendapat SK Kementerian Kehutanan dengan Nomor: SK 743/Kpts-II/1996. Perusahaan baru mulai aktif beroperasi setahun usai mendapat izin kelola, menurut masyarakat setempat.

Namun, pemberian izin Menhut ternyata tak memperhatikan eksistensi masyarakat adat ketika otu yang sudah lama bergantung pada hutan alami yang kini telah menjadi hutan tanaman monokultur yang tak bisa memberikan manfaat apapun kepada mereka.



Salah satu bukti bahwa eksistensi mereka telah lebih lama adalah adanya kuburun leluhur suku Sakai di sekitar perkampungan tersebut yang menurut kesaksian warga tertua, makam tersebut sudah ada sejak tahun 1912. Namun sayang sekali tak banyak cerita yang bisa digali dari makam tersebut.

Tapi setidaknya makam tersebut sebagai bukti otentik bahwa keberadaan suku asli Riau ini telah jauh lebih lama ketimbang perusahaan.

Klik Juga: Masyarakat Dari 19 Desa Di Bengkalis Desak Bupati Usir PT RRL

"Kami sebagai masyarakat yang lebih lama di sini tak pernah mendapat apapun. Tanah moyang kami malah dirampas dari kami dan ditanami akasia-akasia. Tak ada tanah adat kami lagi," kesalnya mengisahkan.

APP meluncurkan Forest Conservation Policy (FCP) pada tahun 2013, yang di dalamnya termasuk moratorium atas seluruh penebangan hutan alam oleh pemasok, juga dimulainya penilaian High Conservation Value (HCV) dan High Carbon Stock (HCS) berskala besar untuk mengindentifikasi hutan alam dan area lainnya untuk dilindungi.

Pada 28 April 2014, APP kemudian mengumumkan komitmennya untuk mendukung perlindungan dan pemulihan 1 Juta Hektar Hutan di Indonesia. Kebijakan tersebut kemudian harus diikuti dan dipatuhi oleh seluruh anak perusahaan, termasuk Arara Abadi.

"Sungguh menyedihkan, ketika komitmen FCP Yang berlaku efektif sejak tanggal 1 Februari 2013, masih jauh dari harapan. Janji perusahaan mengakhiri ekspansi ke lahan gambut, menghentikan kebakaran hutan, menyelesaikan konflik sosial, dan tunduk pada hukum Indonesia, tidak sesuai dengan yang dipublikasikan selama ini ke dunia internasional," jelas Direktur Scale Up Riau, Harry Octavian.

Lihat Juga: Masyarakat Kaget PT RRL Pasang Patok 18 Tahun Setelah Izin

Dalam catatan Scale Up, berdasarkan pengumpulan data konflik SDA di Riau sepanjang 2016, ditemukan masyarakat yang masih berkonflik dengan perusahaan milik APP Group. Mereka adalah masyarakat dari Teluk Meranti Kabupaten Pelalawan, masyarakat Sakai dan Kampung Dayun - Kabupaten Siak, dan masyarakat suku Melayu Tiga Koto Sibelimbing, Datuk Rajo Melayu Kabupaten Kampar.

Masyarakat Sakai dan Kampung Dayun yang ada di Kabupaten Siak saat ini sedang berkonflik dengan PT Arara Abadi yang menggusur kampung mereka.

"Selain di Siak ada lagi kasus penguasaan lahan masyarakat milik suku Melayu Tiga Koto Sibelimbing yang kini dikuasai oleh PT Perawang Sukses Perkasa industri (PSPI), dan warga Desa Teluk Meranti yang menjadi korban invasi perusahaan PT Arara Abadi," tandas Harry.

Hingga kini RIAUONLINE.CO.ID belum mendapat keterangan resmi dari pihak perusahaan atas temuan yang didapatkan di perkampungan Suku Sakai Minas Asal ini.