RIAU ONLINE - Perlawanan eksekusi Yayasan Supersemar ditolak Mahkamah Agung (MA). Pasalnya, yayasan yang dibentuk Presiden Soeharto itu disebut menyelewengkan dana triliunan rupiah.
Sebelumnya, Yayasan Supersemar tidak terima atas putusan yang menghukumnya untuk mengembalikan uang triliunan rupiah. Gugatan perlawanan eksekusi pun dilayangkan ke PN Jaksel.
Sementara, yayasan menyangkal menyelewengkan dana yang didapat sepanjang 1978 hingga Soeharto lengser. Dilansir dari detikcom, Selasa, 3 Juli 2018, daftar dana yang didapat itu berasal dari:
1. Bank Indonesia sebesar Rp 201 miliar
2. BNI 1946 sebesar Rp 28 miliar
3. BDN sebesar Rp 24 miliar
4. BPI sebesar Rp 8,3 miliar
5. Bank Ekspor Impor sebesar Rp 19,4 miliar
6. BRI sebesar Rp 15,8 miliar
7. BBD sebesar Rp 7 miliar
8. BTN sebesar Rp 4,5 miliar
Sumbangan itu didapat berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15/1976 yang diteken Presiden Soeharto alias Ketua Yayasan Supersemar. Yayasan Supersemar menyangkal pernah menerima sumbangan dalam bentuk dolar sebesar USD 420 juta.
Pada 29 Juni 2016, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) memutuskan mengabulkan perlawanan eksekusi Yayasan Supersemar. PN Jaksel menganulir vonis MA tersebut.
Pada 9 Desember 2016, putusan PN Jaksel dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta. Jaksa yang diberikan kuasa oleh negara/rakyat tidak terima dan mengajukan kasasi. MA mengabulkan kasasi jaksa dan tetap menyatakan Yayasan Supersemar harus mengembalikan uang yang diselewengkan.
"Mengadili sendiri, menyatakan gugatan Penggugat (Yayasan Supersemar, red) tidak dapat diterima," putus majelis hakim sebagaimana disebutkan di website MA, Senin, 2 Juli 2018.
I Gusti Agung Sumantha, dengan anggota Ibrahim dan Maria Anna Samiyati memutuskan vonis tersebut. Ketiganya menyatakan bahwa status Yayasan Supersemar telah ditentukan dalam putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap.
"Sehingga putusan perkara a quo nebis ini idem," ujar majelis dengan suara bulat pada 19 Oktober 2017.
Hingga kemarin, Senin, 2 Juli 2018, Yayasan Supersemar sudah membayar senilai Rp 241,8 miliar dari total Rp 4,4 triliun yang harus dibayar ke negara. Saat ini proses eksekusi sisa kewajiban Supersemar dalam tahan penilaian tim appraisal atau penaksir nilai aset.
"Kita lagi coba untuk appraisal (tim penaksir nilai aset). Kita kan harus tunjuk siapa pada saat appraisal-nya. Nanti sudah dinilai masih (harus) dihitung lagi. Prosesnya masih panjang, kata Jaksa Agung Muda bidang Perdata dan Tata Usaha (Jamdatun) Loeke Larasati Agoestina, di kantornya, Jl Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Jumat (20/4).
Lalu, di kemanakan dana bank negara itu? Berdasarkan putusan MA yang telah berkekuatan hukum tetap, dana dibelokkan di luar tujuan pendidikan. Dana itu diselewengkan ke:
1. PT Bank Duta USD 125 juta.
2. PT Bank Duta juga kembali diberi dana USD 19 juta.
3. PT Bank Duta kembali mendapat kucuran dana USD 275 juta.
4. Sempati Air sebesar Rp 13 miliar kurun 1989 hingga 1997.
5. Diberikan kepada PT Kiani Lestari sebesar Rp 150 miliar pada 13 November 1995.
6. Diberikan kepada PT Kalhold Utama, Essam Timber dan PT Tanjung Redep Hutan Tanaman Industri sebesar Rp 12 miliar pada 1982 hingga 1993.
7. Diberikan kepada kelompok usaha Kosgoro sebesar Rp 10 miliar pada 28 Desember 1993.