RIAU ONLINE, PEKANBARU - Kerusakan yang terjadi pada payung elektrik raksasa Masjid Raya An-Nur Pekanbaru menjadi sorotan DPRD Riau.
Seperti Anggota DPRD Riau Fraksi PAN, Mardianto Manan, mengatakan kerusakan payung elektrik raksasa bukti kecerobohan pembangunan, jadi bukan semata-mata terkena angin kencang.
"Kalau terjadi angin kencang, saya ragukan kualitas konstruksi alat yang dibangun, apakah bahan payungnya, besinya. Saya rasa perlu dikaji ulang oleh tim independen, tak bisa PUPR Riau yang mengkaji karena bisa saja berpihak terhadap pemenang tender," kata Mardianto, Selasa, 28 Maret 2023.
"Karena bagaimana pun pemberi jasa dan pemenang tender, saya menduga ada main mata, makanya serahkan ke tim independen yang ahli dalam hal konstruksi jasa," tambahnya.
Menurut dia, besaran nilai proyek yang mencapai Rp 42 miliar itu memiliki standarisasi. Jika dibandingkan daerah lain yang mengadakan payung raksasa, kata Mardianto, nilai di Riau ini sangat besar.
"Makanya perlu dilakukan kajian, saya secara pribadi 'agak mencurigai' proses tendernya. Karena dalam pengadaan barang jasa ada tiga hal. Pertama keahlian yang bergerak di bidang itu sesuai SDM-nya, kedua harus mempunyai dasar yang mumpuni yakni punya pengalaman kerja sejenis, ketiga mereka harus mempunyai dana yang cukup," jelasnya.
"Kalau terjadi kecerobohan, maka tak punya skill. Jangan-jangan ada permainan sehingga kontraktornya dimenangkan," katanya meragukan.
Sebab itu, menurut Mardianto, perlu diselidiki, apakah identifikasi pengadaan barang jasa sesuai dengan nilai Rp 42 miliar itu.
"Itu bisa dilihat, Rp 42 miliar itu apa saja. Kita tantang PUPR Riau membuka rincian Rp 42 miliar itu buat apa-apa saja," tegas Mardianto.
Senada, Wakil Ketua DPRD Riau, Hardianto dikonfirmasi mengaku prihatin, lantaran payung di Masjid Agung An-Nur yang digadang-gadang seperti payung yang ada di Masjid Nabawi, Arab Saudi belum selesai, namun sudah rusak.
"Belum selesai, belum sempat dinikmati dan akhirnya dari sekian banyak ada beberapa yang robek," kata Hardianto.
Ia juga mempertanyakan Pemprov Riau merencanakan membangun payung itu apakah tujuannya hanya menghalangi panas matahari dan hujan, atau hanya sebagian aksesoris saja di masjid.
"Ini terkait dengan ketika payung ini sudah terpasang, tapi bisa robek karena air hujan, pertanyaan terkait spek dan kualitas pekerjaan," terangnya.
Menurut Politikus Gerindra itu, payung itu dibangun tentu tujuannya ada tiga. Pertama menambah keindahan dan estetika masjid Agung An Nur, karena tidak semua masjid di Indonesia punya payung yang menyerupai payung masjid Nabawi.
Kedua tentu payung ini bisa dikembangkan dan bisa menghalangi panas terik matahari. Ketiga, ketika hujan turun seharusnya juga payung ini bisa menjadi penghalang.
"Namanya payung itu bisa digunakan saat panas, bisa saat hujan. Kalau tujuannya dikatakan bukan untuk mengadang hujan, ubah namanya. Jangan payung namanya," kata Hardianto.
Lanjut dia, DPRD perlu dipertanyakan, dalam perencanaan kemarin, spesifikasi yang dibutuhkan dan terpasang itu seperti apa. Apakah perencanaannya yang salah, sehingga ketika dipasang, kena hujan saja, itu roboh atau robek.
"Atau pelaksanaannya yang salah, sehingga kualitasnya tidak sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan. Sehingga ketika hujan deras, robek. Artinya target kualitas dan pemanfaatannya tidak tercapai," pungkasnya.