RIAU ONLINE, PEKANBARU - Payung elektrik di Masjid Agung An-Nur yang belum rampung dan kemudian sempat mengalami rusak karena dugaan hujan es masih menjadi sorotan. Kualitas bahan dan pelaksanaan proyek kemudian menjadi pertanyaan di tengah masyarakat.
Mantan Ketua Unit Sertifikasi Tenaga Konstruksi LPJKN (USTK-LPJKN), Nasrun Effendi, turut menyoroti masalah ini. Menurut Nasrun, suatu proyek konstruksi yang sedang dalam pelaksanaan kemudian mengalami kegagalan disebut gagal konstruksi. Namun, proyek tersebut akan disebut gagal bangunan jika proyek itu diserahterimakan dan digunakan.
"Peristiwa proyek payung elektrik tersebut masuk dalam kategori gagal konstruksi. Tidak bisa bilang sepihak hujan es. Belum bisa itu, ada hitung-hitungannya," kata pria lulusan ITB sekaligus Pemegang Sertifikat Tenaga Ahli Konstruksi Utama.
Penangan solusinya, menurut Nasrun, berbeda dengan gagal bangunan. Pasalnya, harus ada campur tangan dari pihak yang kompeten untuk menilai hal ini, seperti ahli penilai konstruksi.
"Jadi ahli penilai konstruksi ini memiliki sertifikat ahli penilai yang dikeluarkan oleh BNSP/LPJK (dirujuk UU JK no. 2 th 2017). Nah, mereka yang memegang proyek harus menyewa jasa dari ahli penilai konstruksi. Jika nekat, tidak mengundang ahli penilai konstruksi menyalahi UU tersebut," jelasnya.
Sementara, Riau memiliki ahli penilai konstruksi bernama Sugeng, yang juga merupakan dosen di Universitas Islam Riau (UIR). Ahli penilai konstruksi akan bertugas melakukan penilaian forensik terhadap konstruksi tersebut.
Nasrun menyebut, dari ahli penilai konstruksi tersebut akan diperoleh informasi terkait kesalahan, pihak yang bertanggung jawab, hingga solusi yang harus diambil.
"Oleh karena itu konstruksi yang sedang gagal/rusak tidak boleh diganggu atau dibongkar atau diperbaiki sebelum diperiksa oleh ahli penilai konstruksi. Karena pemilik proyek akan menelusuri memang ada kesalahan atau tidak. Mestinya ketika terjadi peristiwa kegagalan tersebut, lokasi pekerjaan harus diberi APK Line seperti police line," ungkapnya.
Selain itu, Nasrun menegaskan, pemilik proyek harus segera melakukan analisa forensik terhadap kegagalan konstruksi tersebut. Meski sejauh ini belum ada korban jiwa, namun jika ke depan menelan korban jiwa, maka polisi boleh ikut serta melakukan pemeriksaan yang menyangkut tindakan pidananya.
"Jadi pemilik proyek wajib meminta jasa ahli penilai konstruksi. Kalau tidak maka dapat dipersalahkan karena melalaikan UU tersebut," tegasnya.
Dalam hal ini banyak hal yang harus dinilai seperti kolom, pondasi, beban angin, dan sebagainya.
"Pertanyaannya, ada tidak waktu dulu membuat payung elektrik, beban angin itu masuk hitungan? Jika tidak, parah ini," jelasnya
Kata Nasrun, jika tidak melibatkan jasa ahli penilai konstruksi dikhawatirkan di kemudian hari terjadi hal yang tidak diinginkan seperti kerusakan saat payung elektrik itu dikembangkan.
Menurutnya, ahli konstruksi madya yang memiliki sertifikat keahlian seharusnya juga dilibatkan saat perencanaan proyek tersebut. Setelah perencanaan selesai, selanjutnya diserahkan kepada pemilik proyek untuk kemudian dapat dikerjakan oleh tender yang mampu menyampaikan metode kerjanya.
"Peneliti lelang itu juga harus memakai jasa konsultan mengenai metode kerja yang diajukan benar atau tidak. Metode kerja yang difokuskan, barulah uang. Kontraktor yang menang harus menjalankan kerja sesuai yang diajukan. Bila menyimpang di situ berarti ada kesalahan," katanya.
Kesalahan itu, sambung Nasrun, bisa jadi pada tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, atau metode kerjanya yang salah. Itu diketahui setelah adanya analisis dari ahli peneliti konstruksi.
"Adanya perpanjangan juga sebagai kesalahan, apalagi bisa mencapai dua kali. Itu makanya perlu ada metode kerja yang benar. Pondasi atau atap yang dibangun dulu?" singgungnya.
Nasrun menambahkan, asal usul bahan bangunan pun harus jelas. Semua dihitung dalam pelelangan. Jika saat pengerjaan, kesulitan mencari bahan artinya, ada kesalahan di metode kerja.
Belum lagi mengenai bahan terpal hanya untuk anti panas, sehingga patut dipertanyakan. Harusnya, sebut Nasrun, segala sesuatu yang berada di alam terbuka harus memasukkan beban angin dan juga hujan serta badai.
"Jadi, jangan gegabah membuat perencanaan itu. Jika panas kan payung bisa dibuka, dan hujan ditutup. Tapi kalau untuk panas saja, siapa yang jaga 24 jam?" tuturnya.
Ia mengatakan, proyek di Pekanbaru masih banyak yang belum melibatkan jasa peneliti konstruksi. Ia pun berharap jasa ahli peneliti konstruksi dapat dilibatkan untuk kerusakan payung elektrik di Masjid Agung An-Nur
“Jika bisa jangan diganggu terlebih dahulu, panggillah jasa ahli peneliti konstruksi terlebih dahulu. Dari hasil itulah yang dipertanggungjawabkan setelah itu baru dikerjakan dari rekomendasinya,” kata Nasrun.