Oleh: Ahmad Zazali, SH., MH, Praktisi Sosio Legal dan Resolusi Konflik di AZ Law Office & Conflict Resolution Center
RIAU ONLINE, PEKANBARU - Menyimak proses persidangan di PN Jakarta Pusat terhadap kasus Duta Palma Grup di Riau, saya merasa ada sesuatu yang perlu dipertanyakan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Di satu sisi proses hukum sedang berlangsung dengan dakwaan/tuntutan tindak pidana korupsi dan TPPU, namun di sisi Kementerian LHK melalui SK Tahap II No.SK.531/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2021 Tanggal 30 Agustus 2021 yang pada pokoknya telah menetapkan anak perusahaan Duta Palma Grup di Riau yang bermasalah tersebut sebagai subjek hukum kegiatan usaha tanpa izin dalam kawasan hutan yang akan diselesaikan dengan menerapkan pasal 110A/110B UUCK atau Perpu UUCK. Silakan lihat dalam lampiran SK Menteri LHK mulai no urut 142 dan seterusnya.
Ini menunjukkan seolah pemerintah telah menerapkan standar ganda dan tidak memberikan kepastian hukum pada dunia usaha. Padahal di lain pihak, pemerintah pusat maupun daerah dalam banyak kesempatan ingin memberikan kemudahan dan perlindungan kepada dunia usaha, termasuk juga tetap memperhatikan isu lingkungan dan komitmen internasional dalam menanggulangi perubahan iklim dari skema kehutanan dan penggunaan lahan atau dikenal dengan istilah FOLU Net Sink (Forestry and Other Land Uses).
Kami juga melihat transparansi dari KLHK dalam penerapan sanksi dengan skema Pasal 110A dan 110B di Indonesia sangat kurang. Padahal nilai sanksi denda ini dapat mencapai puluhan triliun rupiah.