Belum Miliki Tokoh Kuat untuk Pilpres, Pengamat Sebut KIB Cuma Provokasi Kekuatan

Koalisi-Indonesia-Bersatu.jpg
(Suara.com/Yaumal)

RIAU ONLINE, PEKANBARU-Kendati Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), yang terdiri dari Golkar, PPP, dan PAN masih belum menentukan sikap siapa yang akan diusung di Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2024, masing-masing partai mulai memunculkan nama yang akan diusung. 

 

Pada HUT ke-58 Partai Golkar di Pekanbaru lalu, Golkar menyerukan akan memajukan Airlangga Hartarto sebagai Capres. Sedangkan Partai lainnya, PPP dengan Erick Tohir dan sejumlah pengurus PAN ada yang mengarah ke Ganjar Pranowo. 

 

Pengamat Politik Universitas Islam Riau, Panca Setyo, menilai koalisi ini sebetulnya upaya untuk memastikan kesepakatan politik, dan ke depannya akan dinamis. Ia melanjutkan, kondisi yang ada di KIB, ada provokasi bahwa dengan kekuatan ini, diharapkan menjadi barometer. 

 

Sementara baginya, nama-nama yang muncul di KIB untuk Capres belum satu pun yang punya nilai 'jual' di Pilpres 2024.

 

"Koalisi partai kan tidak sama dengan elektabilitas elit. Jadi memang saya lihat di KIB ini tidak ada satu tokoh yang bisa didorong untuk bisa maju," kata Panca, Selasa, 1 November 2022.

 


Menurut dia, elektabilitas Airlangga Hartato yang selama ini digaungkan Golkar pun masih cukup rendah.

 

"Karena memang jauh sekali elektabilitasnya gitu. Termasuk Airlangga gitu, gak sampai satu digit bahkan 0,3 atau 0 koma berapa diberbagai macam lembaga survei kredibel, tak masuk dia gitu," jelasnya.

 

Berangkat dari situ, Panca menilai KIB hanya untuk provokasi kekuatan saja, bahwa mereka punya suatu basis dukungan. 

 

"Jadi kalau perpecahan yang terjadi hari ini, saya bilang wajar karena memang kalau di koalisi Nasdem, PKS, dan Demokrat itu jelas ya. Mereka ada ada tokoh yang didorong," ujarnya.

 

Panca menuturkan KIB memang bisa eksis dalam Pilpres 2024 namun bukan mengusung Capres, melainkan Wacapres.

 

 

 

 

"Misalnya Airlangga tidak mempermasalahkan, koalisi ini untuk Ganjar gitu misalnya kan, atau untuk Anies, atau untuk Prabowo. Tapi kalau dia memaksakan diri ini hanya soal kepentingan politik saja, untuk untuk menegosiasikan kepentingan," papar dia. 

 

"Cuma dalam praktiknya kan, semakin ke sini ketahuan kan, bahwa mereka siapa ini yang mau didorong gitu, Airlangga ini sama dengan kaya mendorong barang-barang tak jadi, ke depan gitu kan, nggak punya nilai jual gitu," tutup Panca.