RIAU ONLINE, PEKANBARU - Dari sembilan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 di Riau, Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati diusung Golkar kemungkinan hanya menang di dua daerah saja.
Sudah pasti menang tanpa ada klaim dari kandidat diusung partai selain Golkar ada di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), pasangan Andi Putra-Suhardiman Amby.
Sedangkan di Indragiri Hulu (Inhu), istri Bupati Petahana sekaligus Ketua DPD II Golkar Yopi Arianto, Rezita Meylani berpasangan dengan Junaidi Rachmat, masih ada klaim kemenangan dari pesaingnya, Rizal Zamzami-Yogi SUsilo.
"Ini jadi pertanyaannya, kenapa Golkar bisa tumbang dengan pimpinannya (Ketua DPD I juga Gubernur Riau) kita anggap penguasa, kita anggap secara jabatan politik dapat memberi multiplier effect terhadap ketokohan eksekutif untuk kepentingan Partai Golkar," ujar politisi senior Partai Golkar Riau, Masnur, Senin, 14 Desember 2020.
Gubernur Riau, Syamsuar, jadi Ketua DPD I Partai Golkar Riau saat Musdalub Maret 2020 silam. Ia sempat loncat partai dengan menjadi kader Partai Amanat Nasional (PAN) usai diusung PAN, PKS dan Nasdem dalam Pilgub 2018 silam.
Ketika itu, Syamsuar harus rela dipecat sebagai Ketua DPD II Siak usai diusung koalisi ketiga partai tersebut dalam Pilgub Riau 2018.
Mantan Anggota DPRD Riau asal Kampar ini mengatakan, Pilkada Serentak 2020 ini merupakan tujuan antara Golkar untuk lebih besar lagi, Pilgub dan Pileg 2024 mendatang.
Golkar, tutur eks Ketua DPRD Kampar ini khawatir, bakal banyak kehilangan kursi di parlemen jika kondisi seperti ini dibiarkan begitu saja.
"Pertama, kita tidak menjadikan Golkar partai batin kita. Kita tidak sepenuh hati mencintai Golkar. Sehingga, jika kita sudah menjadikan ideologi partai sebagai ideologi kita, maka perjuangan akan kuat," jelas orang dekat mantan Ketua DPD I Golkar Riau sebelum Syamsuar, Arsyadjuliandi Rachman atau Andi Rachman ini.
Selain itu, Masnur menyebut gagalnya DPD I Golkar menyelesaikan friksi-friksi atau kelompok-kelompok di DPD II menjadi sumber kekalahan Golkar.
"Terjadinya friksi-friksi di Partai Golkar semuanya sudah diketahui DPD I. Jika Zulfan Heri menyatakan, ini penyakit tahunan, itu betul. (Akan) tetapi kenapa dibiarkan oleh mereka?" tanya Masnur.
Ia menjelaskan, gagalnya konsolidasi ini menyebabkan suara di akar rumput pecah. Terjadi pengkotak-kotakan di bawah tentang bagaimana Konsolidasi partai, padahal konsolidasi kunci sukses partai yang pertama.
"Karena konsolidasi tidak tuntas maka terjadilah pecah belah, friksi, termasuk pencalonan, dan sikap ideologi dari para kader," jelasnya.
Masnur mengatakan, gagalnya konsolidasi ini berdampak pecahnya dukungan kader dan simpatisan Golkar yang mendukung pasangan lainnya bukan diusung partai berlambang pohon beringin tersebut.
"Tidak segan-segan sekarang kader tidak terkonsolidasi mendukung kader lain. Mereka pecah mendukung (pasangan) lain," kritiknya.
Ia menilai, pasangan calon diusung Golkar sebetulnya sangat siap. Memiliki modal materil dan non materil. Namun, friksi-friksi di internal partailah justru memperlemah.
"Saya sarankan, Partai Golkar harus konsisten agar marwah partai terjaga. Kalau kita sudah dukung paslon ini, harus Paslon ini kita dorong," tegasnya.
Ia juga meminta Golkar tegas menyikapi kader yang membelot baik yang maju dan mendukung agar tidak lagi diberi ruang.
"Kalau ada calon lain yang lari, berarti dia bukan lagi kader Golkar. Tidak perlu dipanggil-panggil lagi ketika dia menang. Kalau dia diterima lagi setelah menang, membuat kecewa kader lain, periode berikutnya orang akan seperti itu lagi," jelasnya.
Ia berharap Golkar dapat lebih menghargai kinerja kader yang serius berjuang untuk partai.
"Jangan sampai kader yang sudah bertungkus lumus kecewa, akhirnya marwah partai dipertaruhkan," tutupnya.