RIAU ONLINE, PEKANBARU- Akhir-akhir ini bumi Melayu diguncang rentetan peristiwa yang menggemparkan tanah air. Mulai dari flexing anak dan istri pejabat, operasi tangkap tangan(ott) Bupati Kepulauan Meranti, memanasnya pimpinan gubernur dan wakil gubernur, serta masih banyak lagi.
Hal tersebut pun mendapat komentar pedas dari Ketua Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau (FKPMR) Dr. drh. H. Chadir, MM. Menurutnya, Riau yang merupakan The Home of Melayu sedang gundah gelana akibat peristiwa yang memalukan dan mencoreng Marwah Melayu.
"Peristiwa-peristiwa yang tak patut itu dilakukan oleh orang patut-patut. Beritanya tersebar di berbagai media, bahkan viral secara nasional dan mancanegara, dan tentu saja membuat masyarakat Riau kehilangan muka. Ini mencoreng marwah Melayu," tegasnya.
Rentetan berita yang dirangkum FKPMR diantaranya pertama, OTT Bupati Kepulauan Meranti, Muhammad Adil dan beberapa orang stafnya yang dilakukan oleh KPK, dalam dugaan korupsi berjamaah.
Kedua, perilaku hedon istri dan anak Sekda Provinsi Riau, SF Haryanto, yang kemudian menjadi bulan-bulanan kalangan netizen. Sekda Prov Riau SF Haryanto beserta keluarganya telah diperiksa KPK untuk klarifikasi.
"SF Haryanto juga telah beberapa kali memberi bantahan di berbagai media, tapi masyarakat pada umumnya sudah terlanjur skeptis," terangnya.
Ketiga, dugaan penipuan yang dilakukan oleh Bupati Afrizal Sintong dengan istrinya dalam kasus proyek, yang diberitakan di berbagai media dan telah memasuki ranah penyidikan.
Keempat, rubuhnya proyek pembangunan payung elektronik di halaman Masjid Raya Annur yang bernilai puluhan milyar. Payung ini baru pada tahap uji coba. Padahal payung elektronik ini pada awalnya digadang-gadang sebagai kebanggaan Riau.
"Spek dan pengerjaannya dinilai kurang professional dan oleh karenanya mendapat tanggapan miring dari masyarakat," terangnya.
Kelima, tereksposnya di ruang publik ketidakpuasan Wagub Edy Natar Nasution, atas pemotongan sumbangan Safari Ramadhan Wagub (yang menurut Wagub dipotong langsung oleh Gubernur Syamsuar), sehingga Wagub memutuskan menghentikan Safari Ramadhannya.
Chaidir yang mewakili FKPMR pun prihatin dan menyanyangkan adanya kejadian itu. Katanya, tidak patut sebagai negeri Melayu yang menjunjung nilai Budaya Melayu yang bersendi pada kitabullah sebagai pedoman kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
Dalam nilai-nilai tersebut tercermin nilai-nilai integritas, keramah-tamahan, saling menghargai, keterbukaan, dan sopan santun. Orang Melayu dikenal memiliki sifat jujur, taat, setia, ikhlas, terbuka dan bersih hati.
Kemudian, nilai luhur tunjuk ajar Melayu mengutamakan persatuan dan kesatuan, menjunjung tinggi kegotongroyongan, dan menegakkan tenggang rasa di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Tenggang rasa adalah toleransi.
Orang Melayu pun sangat menghormati, menjunjung tinggi dan memuliakan musyawarah dan mufakat dalam kehidupan sehari-hari. Apapun bentuk rancangan, pekerjaan, atau masalah, baik bersifat pribadi, keluarga atau umum/organisasi harus dimusyawarahkan, setidak-tidaknya dalam lingkungan terbatas.
"Untuk itu FKPMR, dengan berdasarkan nilai-nilai Budaya Melayu menyatakan sikap agar seluruh pemimpin (Kepala Daerah dan Para Pejabat Birokrasi, Anggota Legislatif) di daerah ini yang diberi amanah sebagai pemimpin di semua level, dapat menjunjung tinggi nilai-nilai budaya Melayu (Kepemimpinan Melayu Riau) yang mengedepankan integritas, keteladanan, saling menghormati, menjaga sopan-santun, terbuka dan bersih hati," katanya.
Kedua, menjunjung tinggi budaya tenggang rasa dan toleransi. Katiga, menghimbau para pejabat dan keluarga pejabat untuk tidak berbuat dan mempertontonkan gaya hidup mewah (hedonisme), senantiasa berempati dengan penderitaan ekonomi rakyat.
"Selain itu masyarakat pun bisa menahan diri dan tidak terprovokasi oleh pemberitaan yang bisa menimbulkan benih-benih perpecahan, senantiasa menjaga persatuan dan kesatuan," pintanya.
Kemudian, menjunjung tinggi dan memuliakan musyawarah dan mufakat dalam kehidupan sehari-hari, dan segera menyelesaikan semua perbedaan pandangan dan pendapat dalam masyarakat.
Keenam, lanjut Chaidir, menjunjung supremasi hukum dan menjunjung tinggi keutamaan dan kemuliaan keadilan dan kebenaran.
"Mari kita jadikan momentum tarbiyah ramadan untuk introspeksi dan evaluasi, berhijrah memperbaiki diri menjadi diri yang tawadu’, memperkuat solidaritas sosial, manjadi insan muttaqin," harapnya.