Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Pemerhati Hukum Riau (APMPHR) menyerbu Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Kamis, 6 Oktober 2022/Dok APMPHR
(Dok APMPHR)
RIAU ONLINE, PEKANBARU-Pengamat Sosial, Elfriandri menjelaskan bahwa siapa saja berhak melaporkan ke pihak berwajib, namun catatan disebutkan Dosen UIN Suska Riau tersebut Penjabat Publik melapor dengan pasal pencemaran nama baik semacam arogansi.
"Dilihat perspektif publik sebagai penjabat publik janganlah, begitu dianggap semacam arogan. Harusnya ketidaktahuan publik itu dikasih tahu," ungkap Elfriandi.
Lanjut ia mengatakan bahwa sebagai penjabat publik harus menunjukan bahwa Penjabat publik adalah pengayom bagi masyarakat. Karena menurut kacamata sosialnya, yang didemonstrasikan dikaitkan dengan jabatannya bukan perihal pribadi dan dituduh.
"Kecuali umpamanya ada kriminal seperti tindakan kekerasan terhadap pribadi, itu lain cerita. Tapi ini kan ini hanya wacana saja, sebenarnya tak perlu diambil besar. Akan lebih bagus apabila dia tak melaporkan, nampak kebesaran hatinya," papar Elfriandi.
Jadi kata Elfriandi, penjabat publik jangan terlalu sensitif dengan tuntutan publik, apalagi dengan laporan seperti pencemaran nama baik.
Sebelumnya, hal ini terkait kasus penetapan status tersangka kepada tiga mahasiswa berinisial TS (19 Tahun), AY (20 tahun), M (20 tahun) yang terhimpun dalam Gerakan Aliansi Mahasiswa Anti Korupsi (AMAK) pada Kamis 6 Oktober lalu di depan Kejati Provinsi Riau.
Dikonfirmasi oleh Kasat Reskrim Polresta Pekanbaru, Kompol Andrie bahwa ketiga dijerat pasal 310 KUHPidana setelah adanya laporan dari penjabat publik Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Riau, SF Hariyanto.
"Betul, Ketiganya ditetapkan tersangka atas laporan saudara SFH," papar Kompol Andrie, Jumat 7 Oktober 2022.