RIAU ONLINE, PEKANBARU-Datuk Bathin Sobanga, M Nasir Natihin Sobanga-Bathin Iyo memutuskan memberi sanksi hukum adat kepada Jikalahari. Keputusan ini diambil bersama ninik mamak dan anak kemenakan Batin Sobanga.
Masyarakat adat Suku Sakai Bathin Sobanga punya alasan kuat memberikan sanksi atau denda adat kepada Jikalahari. Lembaga tersebut dianggap salah menyebut dan mencantumkan data serta nama tokoh Adat Sakai Alm Datuk M Yatim.
Ketua umum Majelis Kerapatan Adat (MKA), Datuk Seri Marjohan Yusuf belum menanggapi banyak terkait pemberian hukum adat ini. Menurutnya, mereka bakal melakukan kajian kembali dalam pertemuan rutin MKA.
"Sementara kita cooling down dulu ya. Nanti hal-hal tersebut, sebagaimana lazimnya kita kaji untuk masukan dan saran dalam pertemuan rutin Majelis Kerapatan Adat," singkatnya saat dihubungi riauonline.co.id, Minggu 17 April 2022.
Diketahui, Jikalahari diberi sanksi adat oleh masyarakat Suku Sakai Bathin Sobanga dengan upacara adat di Rumah Adat Bathin Sobanga Desa Kosumbo Ampai, Kecamatan Bathin Solapan, Kabupaten Bengkalis, Riau, Jumat 15 April 2022.
Selain kesalahan dalam penyebutan dan pencantuman data serta nama tokoh adat, ada juga tulisan yang diunggah di laman untukkampung.org diberi judul "Yatim Mati Meninggalkan Hutan Adat". Ini dianggap oleh anak kemanakan Alm Bathin M Yatim menyepelekan tokoh adat mereka.
"Beliau kan tokoh adat (Bathin M Yatim), sepuh, ninik mamak. Masa penyebutannya tak pantas seperti itu. Disamakan dengan penyebutan misalnya dalam acara ada 'harimau mati meninggalkan belang'. Bahasa mati ini kan kasar, tak pantas penyebutannya kepada tokoh," ungkap anak bungsu Alm Bathin M Yatim, M Anton Bomban Buana.
Anton menjelaskan, alm Datuk M Yatim selama hidupnya memperjuangkan kehidupan layak Suku Sakai Bathin Sobanga. Itu membuatnya membela dan meluruskan kebenaran menurut adat kepada Jikalahari.
"Kemudian waktu acara, data-datanya juga salah. Penyebutan tanggal lahir salah. Kami memang hadir di acara itu karena memang diundang, untuk menghargai orang lain tentu kami hadir. Cuma di satu sisi ada pula bahasa tak bagus di situ," tuturnya menyesalkan.
Ia menyayangkan bahasa digunakan pihak Jikalahari pada saat acara ulang tahun ke-20 di Anjungan Idrus Tintin.
"Kami berterima kasih sudah mengangkat sepuh kami sebagai tokoh pejuang adat. Cuma bahasa mereka itu tak elok, tak pantas. Seolah-olah kita tak bermarwah ini, tak beradat. Penyebutannya sembarang saja," kata Anton.
Menurut Anton, untuk mengangkat tema tentang adat istiadat tidak bisa sebentar dan sekadar formalitas. Mereka mesti menggali informasi lebih dalam serta butuh waktu lama.
"Supaya tak ada salah-salah data. Kalau masalah ini kan akibat curi-curi data ini. Apa salahnya verifikasi dulu menanyakan ini sudah benar belum datanya, penyebutannya. Kurangnya komunikasi ini yang jadi masalah akhirnya," jelasnya.
Diketahui, dalam pemberian sanksi tersebut dihadiri Wakil Koordinator Jikalahari, Okto Yugo serta Tenaga Ahli Menteri LHK, Afni Zulkifli.
Namun keduanya belum memberikan informasi maupun keterangan terkait pemberian sanksi adat. Riauonline.co.id sudah mencoba menghubungi guna konfirmasi, namun belum ada respon sama sekali.