Anak Kemanakan Meradang, Jikalahari Sebut "Yatim Mati Meninggalkan Hutan Adat"

Sakai.jpg

RIAU ONLINE, PEKANBARU-Sanksi adat berupa denda adat yang diberikan Suku Sakai Bathin Sobanga terhadap LSM pegiat lingkungan, Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) dipicu penyebutan dan pencantuman data serta nama tokoh adat Sakai Alm Bathin M Yatim yang salah.

Selain itu, munculnya sebuah tulisan yang diunggah di laman untukkampung.org diberi judul "Yatim Mati Meninggalkan Hutan Adat", dianggap oleh anak kemanakan Alm Bathin M Yatim menyepelekan tokoh adat mereka.

"Beliau kan tokoh adat (Bathin M Yatim), sepuh, ninik mamak. Masa penyebutannya tak pantas seperti itu. Disamakan dengan penyebutan misalnya dalam acara ada "harimau mati meninggalkan belang.Bahasa mati ini kan kasar, tak pantas penyebutannya kepada tokoh," ungkap anak bungsu Alm Bathin M Yatim, M Anton Bomban Buana, Minggu malam, 17 April 2022.

Anton menjelaskan, alm Datuk M Yatim selama hidupnya memperjuangkan kehidupan layak Suku Sakai Bathin Sobanga. Itu membuatnya membela dan meluruskan kebenaran menurut adat kepada Jikalahari.

"Kemudian waktu acara, data-datanya juga salah. Penyebutan tanggal lahir salah. Kami memang hadir di acara itu karena memang diundang, untuk menghargai orang lain tentu kami hadir. Cuma di satu sisi ada pula bahasa tak bagus di situ," tuturnya menyesalkan.

Ia menyayangkan bahasa digunakan pihak Jikalahari pada saat acara ulang tahun ke-20 di Anjungan Idrus Tintin itu.

"Kami berterima kasih sudah mengangkat sepuh kami sebagai tokoh pejuang adat. Cuma bahasa mereka itu tak elok, tak pantas. Seolah-olah kita tak bermarwah ini, tak beradat. Penyebutannya sembarang saja," kata Anton.



"Kami bukan mau disembah, cuma namanya adat istiadat ada istilah dan artinya masing-masing," jelasnya lagi.

Menurut Anton, untuk mengangkat tema tentang adat istiadat tidak bisa sebentar dan sekadar formalitas saja dalam menggali informasinya, melainkan harus mendalam dan butuh waktu lama.

"Supaya tak ada salah-salah data. Kalau masalah ini kan akibat curi-curi data ini. Apa salahnya verifikasi dulu menanyakan ini sudah benar belum datanya, penyebutannya. Kurangnya komunikasi ini yang jadi masalah akhirnya," jelasnya.

Selain itu, saat acara Jikalahari, Anton menjelaskan soal hutan adat pihaknya sedang dalam proses dengan pihak Gubri.

"Saya juga katakan waktu acara itu, kami kalau soal penyerahan anugerah sebagai tokoh adat kami terima dengan senang hati. Akan tetapi kalau soal hutan adat, kami sudah dalam proses dengan pihak Gubernur," ujarnya.

 

Sementara itu, hingga kini, sejak pemberian sanksi adat dilakukan Jumat (15/4/2022), kepada Jikalahari, RIAUONINE.CO.ID mencoba menelepon langsung untuk konfirmasi ke Wakil Koordinator Jikalahari, Okto Yugo.

Okto hadir saat pertemuan tersebut. Namun, hingga berita ini naik, sama sekali tak ada jawaban atas pesan singkat kami kirim. Pesan singkat dibaca, namun tak dijawab. Termasuk telepon berkali-kali dilakukan juga tak diangkat.