RIAU ONLINE, PEKANBARU -Lembaga Swadaya Masyarakat Bahtera Alam menyoroti terjadinya bentrokan fisik antara masyarakat suku sakai dan perusahaan Arara Abadi di Desa Suluk Bongkal, Selasa, 27 April lalu.
Masyarakat yang mempertahankan sejumlah lahan yang sudah ditanami mengalami represi oleh pihak keamanan PT Arara Abadi yang berusaha mengambil alih lahan tersebut.
Konflik ini terjadi akibat adanya tumpang tindih pengelolaan lahan antara masyarakat dan pihak perusahaan.
“Masyarakat yang secara fakta sudah lama tinggal di tempat tersebut merasa memiliki hak atas tanahnya. sementara itu pihak perusahaan secara hukum memiliki hak atas wilayah tersebut melalui izin konsesi yang diberikan oleh negara,” jelas Ketua Bahtera Alam, Harry Octavian.
Harry menyebut permasalahan konflik ini tidak pernah diselesaikan secara mendetail dan hanya diredam melalui program Corporate Social Responsibility (CSR)
“Ini tidak pernah dibicarakan secara tuntas. makanya permasalah terus berulang. selama ini mungkin lewat program-program CSR dianggap selesai, padahal tidak,” ujarnya.
Termasuk oleh Arara Abadi yang disebut Harry memang sudah berupaya melakukan pembenahan namun masih belum cukup mengatasi konflik tersebut. Ia menyarankan agar pihak perusahaan melibatkan pemerintah maupun LSM sebagai mediator.
“Ada effort untuk itu iya, tapi faktanya ada juga orang digebukin dan segala macamnya. Kalau tidak cukup mampu dia bisa melibatkan pemerintah daerah atau pihak ketiga yang mampu menyelesaikan konflik,” jelasnya
<iframe title="YouTube video player" src="https://www.youtube-nocookie.com/embed/p4QXdXEgQAE" frameborder="0" width="560" height="315"></iframe>
Secara khusus ia juga menyarankan agar pemerintah hadir dan melindungi masyarakat adat dalam konflik seperti ini. menurutnya jika diperlukan Pemda harus bisa mendorong revisi izin konsesi yang diberikan oleh Kementrian lingkungan Hidup dan Kehutanan pada lahan konsesi yang beririsan dengan hak masyarakat adat atas tanahnya.