RIAU ONLINE, PEKANBARU - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau berupaya meredam konflik dan upaya balas dendam warga pasca penyerangan harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae).
Harimau tersebut menerkam warga bernama Yusri hingga meninggal dunia.
"Tim gabungan saat ini masih di TKP (tempat kejadian perkara) berupaya meredam gejolak masyarakat," kata Kepala Bidang Wilayah I BBKSDA Riau, Mulyo Hutomo di Pekanbaru, Minggu 11 Maret 2018.
Tim gabungan terdiri dari unsur TNI, Polri dan pegiat satwa dilindungi tersebut, kata dia, berusaha meyakinkan warga agar penanganan harimau yang menerkam Yusri Efendi (34) hingga meninggal, Sabtu 10 Maret2018 malam tadi, dipercayakan kepada petugas.
Secara umum, dia mengatakan situasi jauh lebih kondusif dibanding sesaat pasca kejadian Sabtu malam tadi. Ia mengatakan, tim sudah bisa berbaur dengan masyarakat.
"Jadi target utama kita bagaimana caranya menenangkan masyarakat agar tidak terjadi amar berlebihan," tuturnya.
Sementara berupaya meredam konflik ditengah-tengah masyarakat, ia mengatakan tim juga sedang berusaha mencari solusi secara menyeluruh, tidak sekedar reaktif pasca kejadian tersebut.
Yusri Efendi, seorang buruh bangunan di Dusun Sinar Danau, Desa Tanjung Kecamatan Pelangiran, Kabupaten Indragiri Hilir meregang nyawa setelah diserang seekor harimau sumatera pada Sabtu malam sekitar pukul 19.00 WIB.
Beberapa bulan sebelum insiden tewasnya Yusri, awal Januari 2018 lalu seorang warga bernama Jumiati juga meninggal dunia karena insiden yang sama, diserang harimau. Perempuan berusia 33 tahun itu meninggal saat sedang melakukan perawatan sawit di tempat ia bekerja, PT Tabung Haji Indo Plantantion (THIP).
Sebenarnya, pasca insiden pertama, tim BBKSDA Riau telah diturunkan untuk menangkap dan menyelamatkan harimau tersebut. Tim tersebut terdiri dari TNI, Polisi dan sejumlah pegiat satwa dilindungi.
Sejumlah perangkap juga telah dipasang. Perangkap-perangkap berbentuk kotak berisi kambing jantan dan babi hutan menyebar di sekitar lokasi itu.
Begitu juga kamera pengintai, yang dipasang di setiap sudut dimana perangkap itu berada. Namun, selama lebih kurang dua bulan pencarian, belum ada perkembangan berarti.
Di sekitar TKP, Hutomo mengatakan terpantau dua ekor harimau Sumatera. Keduanya berjenis kelamin betina, berusia sekitar empat tahun. Untuk mempermudah identifikasi, BBKSDA Riau memberi nama keduanya dengan nama Boni dan Bonita.
Dalam kejadian ini, Bonita diduga kuat pelaku penerkam warga. Pasalnya, Jumiati sebelumnya tewas ditangan Bonita. Bonita juga disebut mengalami perubahan prilaku pasca menerkam Jumiati. Diantaranya, tidak sungkan untuk bertemu dan mendekati manusia. Sementara, harimau normal akan menghindar dan lari saat melihat kerumunan manusia.
Beberapa kali pula warga melihat Bonita berkeliaran di areal perkebunan sawit. Tidak sedikit gambar rekaman Bonita berkeliaran di perkebunan sawit direkam warga. Namun, untuk memastikan hal tersebut, Hutomo mengatakan pihaknya masih terus mendalaminya.(***/2)