Cerita Mahasiswa Baru Indonesia Pertama Kali Puasa di Negeri Paman Sam

Mahasiswa-Indonesia.jpg
(VOA Indonesia/Dok. Pribadi)

RIAU ONLINE - Menjelang musim panas, di Amerika Serikat saat ini suhu rata-rata bisa mencapai antara 31-37 derajat Celcius. Tentunya, umat Islam di beberapa tempat di sana harus berpuasa di tangah cuaca yang cukup panas dan matahari terik. Begitu pula dengan beberapa mahasiswa Indonesia yang untuk pertama kali menunaikan puasa Ramadan di negeri Paman Sam itu.

Adis Rahma, mahasiswa baru asal Indonesia merasakan cuaca di Washington DC selama musim ini hampir sama dengan kota asalnya, Surabaya. Mahasiswa yang tengah menekuni program Magister Keuangan di American University itu mengaku kaget ketika mulai berpuasa di sana.

“Awalnya kaget ya soalnya kan ini pertama kali saya puasa lebih lama daripada yang di Indonesia. Di sini puasanya sekitar 16 jam. Terus juga jauh dari keluarga, jauh dari teman. Cuacanya juga mulai panas di Washington DC,” jelasnya, dilansir dari VOA Indonesia, Jumat, 1 Juni 2018.

Mahasiswa Indonesia lainnya asal Jakarta, Tubagus Maqdisi juga mengungkapkan kondisi cuaca di negara bagian Texas yang berbeda dari pantai timur di Amerika.

“Mungkin kalau jalan keluar, mungkin bakal cepat haus ya kalau banyak jalan keluar rumah, terutama lebih banyak aktivitas in door-nya kalau lagi bulan puasa gini,” ungkapnya.

Mahasiswa S-2 Sains dan Teknik Industri di Texas A&M University itu menceritakan pengalaman Ramadan pertamanya di Amerika. “Kalau di sini, business run as usual. Jadi sebagai Muslim di sini tetap menjalani hari-hari seperti biasa saja, seperti tidak ada apa-apa,” tuturnya.



Sementara Adis, yang memiliki jadwal kuliah bertabrakan dengan waktu salat dan berbuka puasa mengaku kesulitan.

Namun, itu bukan masalah baginya. Untuk berbuka, Adis menyiapkan makanan dan dibawa ke kampus. Atau, terkadang Adis membawa makanan ringan yang bisa dimakan di dalam kelas saat berbuka sambil melanjutkan kegiatan belajar.

Kendati sulit, bagi Adis, Ramadan memberinya kesempatan yang baik untuk menjelaskan tentang Islam, Ramadan, dan puasa. “Kebanyakan dikira saya benar-benar ga boleh makan ga boleh minum selama sebulan. Saya juga seperti mengedukasi mereka tentang Muslim itu selama Ramadan. Kegiatannya apa saja, terus term-terms yang mereka baru tahu, itu juga saya kasih tahu,” jelasnya.

Sedangkan Tubagus, mengisi waktunya dengan berbagai kegiatan selama berpuasa, di antaranya menonton film dan berbelanja bersama teman-temannya, sambil menunggu waktu berbuka puasa.

“Kita pingin kayak mengingat-ingat bagaimana buka (puasa) di Indonesia. Jadi, kita kayak belanja bareng-bareng bahan-bahan masakan rumah untuk bikin masakan-masakan Indonesia dan bukaan-bukaan khas Indonesia seperti es buah,” jelas Tubagus.

Tentu saja, kedua mahasiswa baru itu mengenang dan merindukan suasana berpuasa di Tanah Air. Mulai dari santapan berbuka, berkumpul menunggu adzan Magrib dan berbuka puasa bersama keluarga dan teman-teman atau salat Tarawih di masjid.

Namun Adis dan Tubagus sangat menikmati pengalaman pertama mereka berpuasa di Amerika. Adis mengatakan, pengalaman berharga yang ia peroleh adalah merasakan menjadi minoritas di negara yang terdiri dari bermacam kelompok masyarakat. Meskipun ia berada di tengah orang-orang dengan kepercayaan dan latar belakang yang berbeda-beda, mereka dapat saling toleransi.