RIAU ONLINE - Afif Maulana alias AM, ditemukan tak bernyawa dan mengambang di bawah jembatan baypass Kuranci, Kota Padang, Sumatera Barat, Minggu, 9 Juni 2024. Bocah 13 tahun itu diduga tewas disiksa oknum polisi yang menuduhkan terlibat tawuran.
Menurut hasil investigasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Afif diduga tewas disiksa setelah oknum anggota Sabhara Polda Sumbar yang melakukan patroli pada malam itu menuduhnya ikut tawuran.
"Berdasarkan hasil investigasi kami, anak-anak dituduh akan melakukan tawuran dan kemudian mereka mendapatkan banyak tindakan penyiksaan yang diduga dilakukan oleh anggota Sabhara Polda Sumbar yang melakukan patroli malam itu," kata Direktur LBH Padang, Indira Suryani dalam keterangannya, dikutip dari Suara.com, Senin, 24 Juni 2024.
Indira menjelaskan, Afif ditemukan tewas oleh warga di bawah jembatan aliran Batang Kuranji, Jalan By Pass KM 9, Kelurahan Pasar Ambacang, Kecamatan Kuranji, Kota Padang.
Sebelum ditemukan tewas, Afif sempat berboncengan motor dengan temannya A menuju utara. Afif dan A saat itu dihampiri anggota Sabhara Podla Sumbar yang tengah berpotroli menggunakan motor dinas jenis KLX.
"Secara langsung oknum anggota Kepolisian Daerah Sumatera Barat tersebut menendang kendaraan yang ditunggangi oleh korban AM dan korban A hingga jatuh terpelenting ke bagian kiri jalan,” kata Indira.
Motor yang ditumpangi Afif dan A terjatuh hingga membuat keduanya terpental sejauh 2 meter.
“Korban A langsung mengambil hanphone miliknya dalam jok motor dan melihat handphone milik korban AM juga berada dalam jok motor yang telah terbuka akibat terjatuh itu,” jelasnya.
Menurut A, saat itu Afif sempat berdiri dikelilingi para aparat yang memegang rotan. Setelah itu, A mengaku tidak pernah lagi melihat Afif.
A sempat diinterogasi di Polsek Kuranji. A bahkan sempat dua kali ditendang di bagian wajah.
"Disetrum serta diancam apabila melaporkan kejadian yang dialami maka akan ditindaklanjut,” katanya.
A dan korban lainnya lantas digelandang ke Polda Sumbar. A juga tidak luput dari upaya penyiksaan saat itu.
"A dan korban-korban lainnya dibawa ke Poda Sumatera Barat, disuruh jalan jongkok dan berguling-guling sampai muntah, kalau belum muntah belum boleh berhenti,” terang Indira.
A bersama korban lainnya selanjutnya dibebaskan setelah membuat perjanjian untuk tidak melakukan kesalahan yang sama.
Sementara itu, di hari yang sama, Minggu, 9 Juni 2024, sekira pukul 11.55 WIB, jenazah Afif pun ditemukan. Afif ditemukan dalam kondisi mengenaskan.
“AM ditemukan dengan kondisi luka lebam di bagian pinggang sebelah kiri, luka lebam dibagian punggung, luka lebam dibagian pergelangan tangan dan siku, pipi kiri membiru, dan luka yang mengeluarkan darah di kepala bagian belakang dekat telinga,” beber Indira.
Afif kemudian dibawa ke rumah sakit untuk diotopsi. Dari hasil otopsi yang dilakukan Rumah Sakit Bhayangkara Polda Sumatera Barat, Afif tewas secara tidak wajar dengan cara yang belum ditentukan.
“Di sisi lain, keluarga korban mendapatkan informasi dari anggota Kepolisian Resor Kota Padang inisial H, bahwa korban AM meninggal akibat tulang rusuk patah 6 buah dan robek di bagian paru-paru,” ungkap Indira.
Atas temuan itu, ayah korban langsung membuat laporan ke Polresta Padang yang teregiater dalam laporan polisi: LP/B/409/VI/2024/SPKT/POLRESTA PADANG/POLDA SUMATERA BARAT.
“LBH Padang telah melakukan investigasi dan kami mendapatkan fakta, jika anak-anak ini dituduh akan melakukan tawuran diduga oleh Tim Sabhara Polda Sumatera Barat. Mestinya polisi menerapkan asas praduga tidak bersalah dalam hal ini bukan melakukan penyiksaan,” kata Indira.
Tak hanya Afif, ada remaja dan anak lainnya yang diduga disiksa aparat lantaran dituduh terlibat tawuran. Di antaranya 5 orang anak dan 2 orang dewasa yang mendapat penyiksaan serupa.
“Mereka mendapatkan penyiksaan berupa dicambuk, disetrum, dipukul dengan rotan atau manau, ditendang motor ataupun langsung ke tubuh korban dan mendapatkan sulutan rokok ditubuh korban. Bahkan ada keterangan yang kami dapatkan, adanya kekerasan seksual berupa memaksa ciuman sejenis,” jelasnya.
LBH Padang dengan tegas mengecam segala peristiwa yang melanggar hukum dan HAM.
“Kami tegaskan polisi yang melakukan penyiksaan terhadap anak-anak adalah penjahat HAM yang pantas untuk dipecat dari korps kepolisian,” katanya.
Kapolda Sumbar diminta untuk memproses hukum kepada seluruh anggota polisi yang terlibat dalam melakukan penyiksaan terhadap anak dan dewasa dalam tragedi jembatan Kuranji Kota Padang dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan KUHP untuk kasus yang menimpa orang dewasa.
“Mendesak Kapolda Sumbar untuk melakukan evaluasi metode dan pendekatan untuk tindakan preventif terjadinya tawuran di Kota Padang. Penggunaan kekerasan dan penyiksaan adalah kesalahan fatal dalam mengatasi tawuran,” jelasnya.
Indira menegaskan pihaknya juga mendesak Komnas HAM perwakilan Sumbar memastikan setiap proses hukum dalam kasus pelanggaran HAM.
“Agar setiap proses hukum berjalan secara objektif, profesional dan transparans yang memberikan keadilan bagi korban dan keluarganya,” ujarnya.
Pihak keluarga korban juga meminta agar pihak kepolisian mencari pelaku yang dengan tega menyiksa AM hingga tewas
“Ibu korban menyampaikan tolong berikan keadilan bagi anaknya dan jatuhi hukuman yang berat bagi pelaku yang menyebabkan anaknya menderita. Keluarga korban menyayangkan kepolisian yang belum memberikan informasi jelas atas kasus ini dan ingin segera kasusnya dituntaskan seadil mungkin tegasnya,” imbuh dia.