RIAU ONLINE - Sebanyak 79,8 persen guru di Indonesia mengaku harus berutang kepada berbagai pihak untuk memenuhi kebutuhan hidup. Hal ini berdasarkan hasil survei daring yang dilakukan Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) bersama GREAT Edunesia Dompet Dhuafa pada awal Mei 2024.
Survei ini dilakukan terhadap 403 guru untuk menilai tingkat kesejahteraan para guru. Menurut hasil survei, Peneliti IDEAS, Muhammad Anwar, menyebut kebanyakan guru mengaku memiliki utang di bank.
“Para guru mengaku memiliki utang kepada Bank/BPR (Bank Pengkreditan Rakyat) sebanyak 52,6 persen, keluarga atau kerabat 19,3 persen, Koperasi Simpan Pinjam 13,7 persen, teman atau tetangga 8,7 persen dan pinjaman online 5,2 persen,” ujarnya dalam keterangan resmi, dikutip dari Suara.com, Senin, 27 Mei 2024.
Anwar menjelaskan fenomena ini terjadi disebabkan minimnya penghasilan yang diterima guru sehingga mereka harus berutang. Dari hasil survei, ada 42 persen guru memiliki penghasilan di bawah Rp 2 juta per bulan dan 13 persen di antaranya bahkan berpenghasilan di bawah Rp 500 ribu per bulan.
“Nominal tersebut masih di bawah Upah Minimum Kabupaten-Kota (UMK) 2024 terendah Indonesia, yaitu Kabupaten Banjarnegara dengan UMK sebesar Rp 2.038.005. Ini artinya, di daerah dengan biaya hidup terendah sekalipun para guru terutama guru honorer masih harus berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,” terangnya.
Para guru tidak pasrah pada keadaan. Berbagai upaya pun dilakukan untuk menyambung hidup, seperti melakukan pekerjaan sampingan.
Tercatat 55,8 persen responden mengaku memiliki penghasilan tambahan dengan melakukan pekerjaan selain menjadi guru.
Adapun pekerjaan sampingan yang dimiliki guru antara lain: mengajar privat dan bimbel (39,1 persen); berdagang (29,3 persen); bertani (12,8 persen); buruh pabrik (4,4 persen); konten kreator (4 persen); dan driver ojek daring (3,1 persen).
“Dengan kondisi kesejahteraan guru yang rendah, kami melihat tekad guru Indonesia sangat membanggakan ini terbaca dari 93,5 persen responden berkeinginan untuk tetap mengabdi dan memberikan ilmu sebagai guru hingga masa pensiun walau kesejahteraan sebagian besar mereka jauh dari layak,” tuturnya.
Survei yang dilakukan secara daring terhadap 403 responden guru di 25 provinsi di Indonesia ini memiliki komposisi responden pulau Jawa sebanyak 291 orang dan luar Jawa 112 orang.
Responden survei terdiri dari 123 orang berstatus sebagai guru Pegawai Negeri Sipil (PNS), 118 guru tetap yayasan, 117 guru honorer atau kontrak, dan 45 guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).