RIAU ONLINE - Seorang wanita asal Sumatera Utara (Sumut) mengalami perlakuan biadab saat bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART) di kawasan Kuala Selangor, Malaysia. Wanita itu disiksa hingga diperkosa oleh sang majikan.
Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBBP) RI untuk Malaysia, Hermono, mengungkap penyiksaan fisik dan eksploitasi yang dialami Lina (bukan nama sebenarnya) hampir tiga tahun, merupakan tindakan biadab.
Hermono yang menangani langsung kasus ini menyebut bahwa Lina mulai bekerja dengan majikannya itu pada September 2020. Lina selalu mengalami kekerasan hingga menderita luka serius.
Menurut pengakuan Lina, kata Hermono, penyiksaan tidak hanya dilakukan majikan, namun termasuk kawan-kawan majikannya tanpa alasan yang jelas.
“Saya selalu merasa ketakutan setiap ada orang datang ke rumah majikan karena pasti akan dipukuli,” kata Dubes Hermono menirukan ucapan Lina padanya di Kuala Lumpur, Kamis, 24 Agustus 2023.
Tak hanya kekerasan fisik yang dialaminya selama tiga tahun, Lina bahkan hanya satu kali merima gaji sebesar 900 ringgit (RM) atau sekitar Rp2,9 juta. Parahnya, menurut Hermono, Lina terkadang dipaksa melaut menangkap ikan, selain mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
Lina menyampaikan kepada Dubes Hermono, setidaknya dirinya pernah lari dari rumah majikannya itu hingga empat kali, namun selalu ditemukan oleh majikannya dan dipaksa kembali bekerja.
Bahkan, kata Hermono, Lina dalam kondisi berdarah-darah dibantu seorang tetangga majikannya melapor ke aparat kepolisian setempat, tapi oknum anggota polisi yang menemuinya justru mengembalikannya ke majikan.
Lina sambil berlinang air mata mengaku sangat putus asat memikirkan cara menyelamatkan diri dari penyiksaan dan kelakuan bejat majikannya, kata Hermono.
Hermono menuturkan penderitaan Lina berakhir setelah dirinya berhasil melarikan diri dan disembunyikan selama empat hari oleh warga setempat. Lina kemudian diantarkan ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur, pada Sabtu, 19 Agustus 2023.
Lina saat itu dalam kondisi luka terbuka di pelipis kiri dan tangan kanan akibat pukulan benda keras. Staf KBRI langsung membawa Lina ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, ditemukan dua tulang rusuk Lina patah akibat pukulan balok kayu. Patahan tulang rusuk itu bahkan melukai paru-paru hingga mengganggu pernapasan Lina.
Kini, Lina sudah dalam perlindungan KBRI Kuala Lumpur untuk proses penyembuhan luka-lukanya dan proses hukum.
Menurut kepolisian Kuala Selangor, dua tersangka telah ditahan dan satu orang masih buron.
Ia mengatakan para tersangka akan dituntut dengan pasal penyiksaan fisik berat dan ekspoitasi seksual.
Hermono yang telah menghubungi langsung petugas penyidik kasus itu mengatakan pada intinya menegaskan bahwa kasus Lina mendapat perhatian serius Pemerintah Indonesia dan meminta para pelaku diberikan hukuman maksimal sesuai UU Pidana Malaysia untuk memberikan efek jera kepada majikan yang melakukan eksploitasi dan kekerasan kepada ART Indonesia.
Hermono menambahkan bahwa KBRI Kuala Lumpur pun akan segera melayangkan nota resmi kepada otoritas terkait Malaysia meminta hal yang sama.
Hingga kini pelanggaran terhadap hak-hal Pekerja Migran Indonesia masih terus terjadi. Padahal, Indonesia dan Malayasia telah menandatangani Nota Kesepahaman Perlindungan Pekerja Domestik pada 1 April 2022 lalu.
Hermono menyebut kasus terbanyak yang menimpa pekerja migran Indonesia terkait gaji yang tidak dibayar, larangan berkomunikasi, pehananan paspor, termasuk kekerasan fisik, seperti yang dialami Lina.
Menurut Hermono, dari Januari-Juli 2023, KBRI Kuala Lumpur telah berhasil memperjuangkan 97 kasus gaji tidak dibayar dengan nilai RM1,01 juta atau setara Rp3,44 miliar dan merepatriasi 226 PMI dari shelter KBRI Kuala Lumpur.
"Hampir semua PMI yang bermasalah dengan majikan adalah mereka yang bekerja di sektor rumah tangga dan tidak memiliki visa kerja," kata Hermono.
Namun, menurut dia, tidak semua hak keuangan PMI dapat diperjuangkan, ujar dia. Tidak sedikit majikan sengaja menolak untuk membayar gaji.
“Melaporkan kasus gaji tidak dibayar kepada Dinas Ketenagakerjaan pun tidak selalu berhasil apabila majikan tidak mau membayar dan pada akhirnya majikan bebas dan PMI pulang tanpa membawa uang sama sekali,” ujar Hermono.
Hermono meminta, dengan kondisi tingginya resiko mengirimkan PMI ART di Malaysia kiranya mendapatkan perhatian dari Kementerian atau Lembaga terkait, terlebih lagi apabila berangkat secara non-prosedural.(ANTARA)