Agnes Gracia menutupi mukanya menggunakan hoodie coklat. Agnes dibawa ke LPKS Cipanyung Jaktim pada Rabu (8/3/2023) malam untuk menjalani masa penahanan [Suara.com/M Yasir]
([Suara.com/M Yasir])
RIAU ONLINE, JAKARTA- AG (15) dibawa ke Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS) Cipayung, Jakarta Timur untuk menjalani masa tahanan terkait kasus penganiayaan David (17).
Pantauan Suara.com, Pacar Mario Dandy Satriyo itu keluar dari Gedung Ditreskrimum Polda Metro Jaya sekira pukul 21.27 WIB pada Rabu (8/3/2023) malam. Mantan siswa SMA Tarakanita 1 tersebut terlihat menutupi wajahnya dengan hoodie berwarna abu-abu.
Sementara itu, penyidik perempuan dari Subdit Renakta melindungi AG dari sorotan kamera saat digiring ke mobil untuk dibawa ke LPSK.
Direskrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Hengki Haryadi mengatakan, AG resmi ditahan usai menjalani pemeriksaan selama 6 jam. Menurutnya, penahanan terhadap AG dilakukan dengan berbagai pertimbangan dan merujuk Undang-undang Perlindungan Anak.
"Dari hasil pemeriksaan kami kurang lebih 6 jam kami sekali lagi dengan pertimbangan kenyaman anak malam ini kami putuskan dari penyidik kemudian untuk melakukan penangkapan dan dilanjutkan dengan penahanan," kata Hengki di Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (8/3/2023) malam.
Hengki menjelaskan proses penahanan AG akan dilakukan di Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS), Cipayung, Jakarta Timur. Penahanan dilakuan selama 7 hari ke depan.
"Apabila nanti tidak cukup akan bisa diperpanjag lagi 8 hari dari pihak kejaksaan," jelas Hengki.
Terlibat Penganiayaan
Hengki sempat membeberkan bukti-bukti terkait keterlibatan AG dalam kasus penganiayaan David. Bukti-bukti tersebut meliputi pesan WhatsApp atau WA hingga rekaman CCTV yang disita dari sekitar lokasi kejadian.
Dari bukti-bukti tersebut, kata Hengki, penyidik memutuskan untuk meningkatkan status AG menjadi anak berkonflik dengan hukum atau pelaku. Penggunaan istilah ini berlaku bagi anak di bawah umur yang tidak bisa disebut sebagai tersangka seperti halnya orang dewasa.
"Setelah kami sesuaikan dengan CCTV kami sesuaikan dengan alat bukti yang lain, kami sesuaikan dengan chat WA tergambar semua peranannya di situ. Oleh karenanya yang kami sampaikan tadi ada peningkatan status dari anak yang berhadapan dengan hukum menjadi anak yang berkonflik dengan hukum ataupun pelaku," kata Hengki di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (2/3/2023).
Sari serangkaian barang bukti tersebut, lanjut Hengki, penyidik juga menemukan adanya perencanaan. Sehingga penyidik kemudian menerapkan Pasal 355 Ayat 1 KUHP terkait penganiayaan yang direncanakan.
"Kami melihat disini bahwa dari bukti digital bahwa ini ada perencanaan sejak awal. Pada saat mulai menelepon SL (tersangka Shane), kemudian bertemu SL kemudian pada saat di dalam mobil bertiga (Mario, Shane dan AG) ada mens rea niat di sana," jelas Hengki.
Bohongi Penyidik Polres Jaksel
Hengki juga membeberkan bahwa tersangka Mario, Shane Lukas Rotua Pangondian Lumbantoruan (19), dan AG sempat berbohong saat diperiksa penyidik Polres Jakarta Selatan. Kepada penyidik, Mario Cs awalnya mengaku peristiwa ini merupakan perkelahian bukan penganiayaan.
"Kami perlu menjelaskan di sini ternyata pada awal para tersangka ini atau orang yang ada di TKP ini tidak memberikan keterangan yang sebenarnya," ungkap Hengki
Namun, kata Hengki, Mario Cs tidak berkutik alias tidak bisa mengelak lagi ketika penyidik menunjukan bukti-bukti terkait keterlibatan mereka dalam kasus penganiayaan terhadap David. Bukti-bukti tersebut meliputi rekaman CCTV, chat WhatsApp atau WA, hingga video yang ada dalam handphone (HP) salah satu pelaku.
"Tergambar semua peranannya di situ," tutur Hengki.
Kasus penganiayaan terhadap David ini telah diambil alih Subdit Renakta Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Dari hasil gelar perkara, penyidik juga telah mengubah konstruksi pasal yang sebelumnya diterapkan oleh penyidik Polres Metro Jakarta Selatan.
Hengki menjelaskan bahwa tersangka Mario dijerat dengan Pasal 355 KUHP Ayat 1 Subsider 354 Ayat 1 KUHP lebih Subsider 353 Ayat 2 KUHP lebih-lebih Subsider 351 Ayat 2 KUHP dan atau 76 C Juncto 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2012 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman maksimal 12 tahun penjara.
Sedangkan tersangka Shane dijerat Pasal 355 Ayat 1 Juncto 56 KUHP Subsider 354 Ayat 1 Juncto 56 KUHP lebih Subsider 353 Ayat 2 Juncto 56 KUHP lebih-lebih Subsider 351 Ayat 2 Juncto 56 KUHP dan atau 76 C Juncto 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2012 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman maksimal 12 tahun penjara.
Sementara anak berkonflik dengan hukum AG dijerat dengan Pasal 76 C Juncto Pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun Perlindungan Anak dan atau 355 Ayat 1 Juncto 56 KUHP lebih Subsider 353 Ayat 2 Juncto 56 KUHP lebih-lebih Subsider 351 Ayat 2 Juncto 56 KUHP.
Atas perbuatannya AG terancam hukuman maksimal 4 tahun penjara setelah dikurangi setengah dari ancaman maksimal dan dikurangi sepertiganya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Peradilan Anak dikutip dari suara.com