RIAU ONLINE, JAKARTA-Vonis penundaan pemilu 2024 yang dikeluarkan PN Jakarta Pusat ditanggapi keras Menko Polhukam Mahfud MD. Mahfud MD bahkan menyebut ada yang main di belakang.
Sebelumnya engadilan Negeri Jakarta Pusat yang memutus mengabulkan permohonan Partai Prima dan memerintahkan KPU menunda proses dan tahapan Pemilu 2024.
Mahfud meyakini ada permainan di balik putusan ini. Sebab, PN tidak berhak mengadili sengketa Pemilu.
"Keputusan itu salah kamar. Ini urusan hukum administrasi kok masuk ke hukum perdata, ada main mungkin di belakangnya. Iya lah pasti ada main, pasti," kata Mahfud dalam keterangannya, dikutip Senin (6/3).
Mahfud menegaskan, sikap pemerintah tetap yakni Pemilu 2024 berjalan sesuai jadwal yang sudah disepakati bersama KPU dan DPR.
"Pemerintah sendiri Pemilunya akan jalan ya, kita akan melawan habis-habisan keputusan itu karena keputusan itu salah kamar,"
"Saya katakan ini bukan soal independensi hakim, kalau hakim itu ndak bisa diganggu gugat tapi kalau di kedokteran itu independensinya pada kode etik diatur kalau melanggar, tapi ilmunya salah, itu ada dewan sendiri dewan disiplin, dokter. Ini kan ilmunya salah, sudah jelas Pemilu itu pengadilannya di sana kok dia (PN) yang mutus, dan sudah ada petunjuk MA, kalau soal administrasi masuk, ditolak," tutur Mahfud.
Lebih jauh, eks Ketua MK ini mengatakan dirinya sudah berbicara dengan KPU. Ia meminta agar KPU melawan putusan PN Jakpus terkait penundaan Pemilu 2024.
"Saya sudah kontak KPU, lakukan perlawanan, tempuh jalur hukum, banding. Yang lain teriak ini (putusan) bukan pada tempatnya, ini tak bisa dieksekusi," tutur Mahfud.
Suasana di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Jumat (3/3/2023). Foto: Hedi/kumparan
KY Turun Tangan
Komisi Yudisial (KY) sudah mencermati substansi putusan PN Jakarta Pusat soal gugatan Partai Prima dan kaitannya dengan penundaan Pemilu 2024. Putusan tersebut menurut KY menimbulkan tanda tanya dan kontroversi di tengah masyarakat.
"Putusan pengadilan tidak bekerja di ruang hampa karena ada aspirasi yang hidup di masyarakat secara sosiologis, ada aspek yuridis, di mana kepatuhan terhadap UUD 1945 dan undang-undang sangatlah penting," kata jubir KY Miko Ginting kepada wartawan, Jumat (3/3).
Selain itu, juga ada pertimbangan-pertimbangan lain, seperti nilai-nilai demokrasi. "Semua itu menjadi bagian dari yang mesti digali oleh hakim dalam membuat putusan," sambungnya.
Untuk itu, KY akan mendalami putusan itu. Terutama untuk melihat apakah ada dugaan pelanggaran perilaku yang terjadi.
"Salah satu bagian dari pendalaman itu bisa jadi dengan memanggil hakim untuk dimintakan klarifikasi. Apabila ada dugaan yang kuat telah terjadi pelanggaran perilaku hakim, maka KY akan melakukan pemeriksaan terhadap hakim yang bersangkutan," jelasnya dikutip dari kumparan.com