RIAU ONLINE, PEKANBARU - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengimbau masyarakat untuk panen air hujan. Upaya ini sebagai langkah mitigasi musim kemarau.
BMKG sebelumnya sudah memprediksi Provinsi Riau akan mengalami musim kemarau kering pada tahun ini. Bahkan lebih kering dibandingkan kemarau pada periode 2020-2022 lalu.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, mengatakan panen hujan bisa dilakukan mengingat hujan masih berpotensi terjadi di Provinsi Riau.
"Kami mengimbau kepada seluruh masyarakat dan pemerintah daerah untuk melakukan aksi panen hujan dengan cara menampungnya menggunakan tandon air atau bak penampung," imbau Dwikorita dalam keterangannya, Sabtu, 18 Februari 2023.
Menurutnya, air hujan yang dipanen dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari untuk mengantisipasi kekeringan akibat musim kemarau.
Terlebih lagi, kata dia potensi curah hujan dalam waktu beberapa bulan mendatang hanya akan terjadi dengan intensitas rendah dan diprediski hanya terjadi di beberapa wilayah di Indonesia.
Pemerintah sejak 2009 sudah berupaya mendorong kegiatan panen air hujan melalui terbitnya Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pemanfaatan Air Hujan (Permenlh 12/2009).
Kementerian Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) juga telah menerbitkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (PermenPU) Nomor 11/PRT/M/2014 tentang Pengelolaan Air Hujan Pada Bangunan Gedung Dan Persilnya (PermenPU 11/2014).
Adapun cara memanen air hujan di antaranya membuat sumur resapan. Sumur resapan berupa lubang yang dibuat untuk meresap air hujan ke dalam tanah atau lapisan batuan pembawa air. Warga dapat membangun sumur resapan di pekarangan sesuai SNI No.03-2453-2002 tentang Tata cara perencanaan teknik sumur resapan air hujan untuk lahan pekarangan.
Selain itu, dapat pula membuat kolam pengumpulan air hujan. Air hujan yang jatuh dari atap rumah maupun bangunan lainnya melalui talang air.
Panen air hujan juga bisa dilakukan dengan membuat lubang resapan biopori yang dibuat secara vertikal atau tegal lurus ke dalam tanah dengan diameter 10-25 cm dan kedalaman sekitar 100 cm atau tidak lebih dalam dari muka air tanah.
Kemudian, memanen air hujan dengan membuat rain garden yakni berupa taman dengan vegetasi yang didesain untuk mengumpulkan limpasan air hujan.
Selanjutnya, paving blok berpori. Di Indonesia, paving block dikenal sebagai material bangunan dalam pengerasan permukaan lahan. Tapi paving blok berpori, material perkerasan memiliki pori-pori sehingga memungkinkan untuk meresap lebih banyak air hujan ke dalam tanah.
Memanen air hujan juga dapat dilakukan dengan membuat penampungan air hujan seperti tong atau kolam tandon. Cara ini adalah yang paling sederhana untuk memanen air hujan dan sudah diterapkan sejak dahulu.
Selain memanen air hujan, Dwikora menjelaskan langkah antisipatif juga perlu dilakukan pada sektor-sektor yang berdampak kemarau, seperti sumber daya air, kehutanan, pertanian, dan kebencanaan. Sehingga, potensi dampak kekeringan sebagai konsekuensi kondisi curah hujan rendah dapat diminimalisir.
Langkah antisipasi juga harus dilakukan pada potensi bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) saat musim kemarau, termasuk di Provinsi Riau.
"Kondisi cuaca yang kering ini berpotensi mengakibatkan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Langkah pencegahan harus dilakukan semua pihak terkait sebagai bentuk mitigasi dan antisipasi," imbuhnya.