(Tempo.co)
Senin, 19 September 2022 15:26 WIB
Editor: Yola Ristania Vidiani
(Tempo.co)
RIAUONLINE - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Demokrat tengah terlibat perang dingin. Kini perang dingin itu telah berubah menjadi konfrontasi yang diwarnai saling buka skandal.
Pidato Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), di hadapan ribuan kadernya dalam rapat pimpinan nasional di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta, pada Kamis pekan lalu disebut menjadi awal dari konfrontasi dari kedua partai tersebut.
Potongan pidato SBY viral di media sosial. Dalam pidatonya, SBY mengungkap rencananya untuk 'turun gunung' ke gelanggang politik nasional menjelang Pemilu dan Pilpres 2024.
"Mengapa saya harus turun gunung menghadapi Pemilu 2024?" kata SBY lebih dulu beretorika.
"Saya mendengar, mengetahui, ada tanda-tanda Pemilu 2024 bisa tidak jujur dan tidak adil." seperti dilansir dari Suara.com, Senin, 19 September 2022.
Memakai diksi konon, SBY lantas mengungkapkan sinyalemen pilres nanti sudah diatur seperti permainan yang sesuai keinginan lawan-lawan politik Demokrat.
"Dua pasangan capres dan cawapres saja yang dikehendaki oleh mereka," tuding SBY.
SBY bahkan mengklaim bahwa Demokrat yang kini menjadi oposisi akan dijegal jika ingin mengajukan calon presiden dan calon wakil presiden bersama koalisi.
"Jahat bukan? Menginjak-injak hak rakyat bukan?" kata SBY mengagitasi ribuan kadernya.
Selang dua hari, Sabtu 17 September akhir pekan lalu, Sekretaris PDIP Hasto Kristiyanto langsung menyambut pernyataan SBY.
Baca Juga
"Mohon maaf, Pak SBY tidak bijak," tegas Hasto.
Hasto lantas membuka serangan pertama terhadap Demokrat dengan menyebut Pemilu 2009 yang digelar pada masa kepemimpinan SBY sebagai presiden, sebagai kontestasi paling curang sepanjang sejarah demokrasi Indonesia.
"Dalam catatan kualitas pemilu, tahun 2009 justru menjadi puncak kecurangan dalam sejarah demokrasi, dan hal tersebut Pak SBY yang bertanggung jawab."
Menurut Hasto, manipulasi daftar pemilih tetap baru pertama kali terjadi dalam sejarah pemilu di Indonesia adalah tahun 2009.
Dia memisalkan adanya manipulasi DPT di Pacitan, Jawa Timur. Pacitan adalah kampung halaman SBY.
Hasto juga menyebut Anas Urbaningrum dan Andi Nurpati yang menjadi anggota KPU saat itu, setelah pemilu selesai justru menjadi kader Demokrat.
"Di luar itu, data hasil pemilu dimusnahkan. berbagai bentuk tim senyap dibentuk," kata Hasto.
Hasto menyerang SBY yang pernah menaikkan harga BBM pada era kepemimpinannya. Hasto menilai, SBY menggunakan dana hasil kenaikan harga BBM untuk kepentingan politik elektoral. Pada saat bersamaan, kata dia, terjadi politisasi hukum terhadap lawan politik SBY.
Secara ideologis, Hasto menuding rezim SBY yang menjadi motor pendorong liberalisasi polisik melalui sistem pemilu daftar terbuka.
"Puncak liberalisasi politik dan sektor pertanian, juga terjadi zaman SBY," tutur Hasto.
Hasilnya, menurut Hasto, jumlah suara pemilih Partai Demokrat pada Pemilu 2009 naik hingga 300 persen.
"Setelah Pak SBY tak berkuasa, terbukti hal-hal yang sifatnya 'bubble' mengempes atau pecah sendiri, karena cara menggelembungkannya bersifat instan."
Pernyataan SBY yang berencana 'turun gunung' pun tak luput disindir oleh Hasto.
Menurut Hasto, SBY tak pernah naik gunung atau meninggalkan gelanggang politik, sehingga aneh kalau lawannya itu berkata demikian.
"Setahu saya, beliau tidak pernah lagi naik gunung. Jadi turun gunungnya Pak SBY sudah lama dan berulang kali," cibirnya.