Azlaini Agus: IUP Kebun Sawit tak Mungkin Dikeluarkan di Kawasan Hutan

Azlaini-Agus-SH-MH.jpg
(RIAUONLINE.CO.ID/ISTIMEWA)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Eksekusi putusan Mahkamah Agung RI dengan Nomor 1087 K/Pid.Sus.LH/2018 tertanggal 17 Desember 2018 terhadap lahan yang diklaim sebagai milik PT Peputra Supra Jaya (PT PSJ) seluas 3.232 Hektare, sudah tepat dilakukan dan harus dihormati semua para pihak.

PT Peputra Supra Jaya terbukti menanam sawit di lahan Hutan Tanaman Industri (HTI) PT Nusa Wana Raya (NWR) di Desa Gondai, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan, Riau, dilakukan hingga kini.

Eksekusi ini dilakukan berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) menyatakan lahan seluas 3.323 hektare dikelola PT PSJ harus dieksekusi, karena masuk dalam kawasan hutan. Dari lahan dieksekusi tersebut, PT PSJ menggandeng warga dalam konsep KKPA.

Tokoh Masyarakat Riau, Hj Azlaini Agus, SH, MH, mengatakan, eksekusi putusan MA terhadap PT PSJ, harus dihormati bersama.

Anggota Komisi III DPR RI 2004-2009 ini mengatakan, jika ada petani tergabung dalam KUD merasa dirugikan, bisa lakukan gugatan ganti rugi kepada PT PSJ. AKan tetapi, tuturnya, itu semua tergantung perjajian antara KUD sebagai plasma dengan PT PSJ, di satu sisi selaku inti.

"Yang pasti, IUP tidak bisa diberikan di kawasan hutan, apalagi memang tidak memiliki SK Pelepasan Kawasan Hutan dari Menteri LHK RI," kata Azlaini Agus, Rabu, 5 Februari 2020.

Mantan Wakil Ketua Ombudsman Republik Indonesia ini menjelaskan, klausul di dalam IUP, harusnya ada ketentuan diketahui PT PSJ untuk segera mengurus Izin Pelepasan Kawasan Hutan.



"Sekarang ini, kita amati kebun sawit PT PSJ yang dieksekusi sesuai Putusan MA itu, luasnya 3.323 Ha. Lahan tersebut menjadi objek perkara sudah in-krach. Jadi, kebun sawit itu memang ilegal, dan harus dilaksanakan putusan hukum itu," jelasnya.

Terkait tentang sisa lahan PT PSJ seluas 4.500 hektare, Azlaini menyatakan, sepanjang tidak punya izin sebagaimana diatur peraturan perundang-undangan, maka itu termasuk kategori kebun sawit Ilegal.

"Kalau ada izin dan tidak berada di kawasan hutan, maka lahan tersebut legal," ujarnya.

Ia menceritakan, berdasarkan kajian Pansus DPRD Riau tahun 2017, terdapat 1,8 juta hektare kebun sawit Ilegal. Sedangkan, ujarnya, kajian KPK, terdapat 1,2 Juta hektare, kebun sawit itu berada di dalam kawasan hutan, dalam aturan tidak dapat diperuntukkan bagi kebun sawit.

Konflik lahan di Gondai, Langgam, Pelalawan, tuturnya, secara kemanusiaan ada warga menjadi anggota KKPA PT PSJ, akhirnya menjadi korban.

"Saya sendiri belum membaca Perjanjian Kepesertaan Masyarakat dalam KKPA dengan PT PSJ. Menurut saya, dampak Putusan MA tersebut juga bisa berdampak ke pihak Perbankan memberikan kredit KKPA," ungkapnya.

Di sisi lain, ujarnya, sesuai Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 26/2007 Pasal 11 ayat (1) menyebutkan, perusahaan perkebunan memiliki IUP atau IUP-B, wajib membangun kebun untuk masyarakat, sekitar paling rendah seluas 20 persen dari total luas areal kebun perusahaan, dengan catatan kebun dibangun perusahaan perkebunan tidak diperkenankan di bangun dalam kawasan hutan, baik kebun inti maupun kebun plasma.

Ia mengatakan, dari hukum positif, seharusnya PT PSJ tidak melibatkan masyarakat dalam pembangunan perkebunan sudah jelas melanggar peraturan.

"Karena berada di dalam kawasan hutan seperti Putusan Mahkamah Agung RI No 1087 K/Pid.Sus.LH/2018 tertanggal 17 Desember 2018 terhadap PT Peputra Supra Jaya. Kemudian, dari perspektif perdata, tentu harus dilihat dari isi perjanjian kerjasama KKPA antara PT PSJ dengan masyarakat/KUD," jelas Azlaini.

Kasus Gondai ini, pintanya, harus menjadi pelajaran berharga bagi para Bupati di Riau agar tidak seenak perut mengeluarkan IUP, tanpa melihat apakah perusahan tersebut benar-benar memiliki lahan.

Lalu, ujarnya, perlu diperhatikan apakah lahan tersebut ada di dalam kawasan hutan, atau kawasan lain yang dilarang membangun perkebunan, seperti hutan lindung, TMS, atau tanah ulayat masyarakat adat sepanjang memang ada.

"Seharusnya sebelum menerbitkan IUP, para Bupati harus melakukan kajian secara seksama, " pungkasnya.