Restorasi Mangrove Tanggung Jawab Semua Pihak

Hutan-Mangrove-Yogya1.jpg
(RIAUONLINE.CO.ID/AZHAR SAPUTRA)

BKSDA Jakarta mendukung Mangrove Ecosystem Restoration Alliance (MERA)untuk pengelolaan mangrove secara terpadu dan berkelanjutan di Jakarta

RIAUONLINE, JAKARTA - Hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem yang paling produktif namun juga sebagai salah satu ekosistem paling terancam di dunia. Seperti terumbu karang (atau disebut juga coral reef), hutan mangrove juga menjadi daerah perlindungan dan perkembangan bagi biota laut yang sangat beragam, seperti ikan, kepiting, udang dan moluska, serta fauna hutan seperti monyet, burung dan reptil. Ekosistem mangrove di banyak tempat juga menyediakan “critical service” (layanan penting) untuk manusia. Hal ini meliputi layanan terhadap perikanan komersial maupun terhadap masyarakat sekitar yang mengandalkan penghasilan dan sumber makanannya dari perikanan daerah pesisir serta sebagai daerah pariwisata, konservasi, pendi¬dikan dan penelitian.

Dari total 15,2 juta mangrove yang tersebar di 124 negara tropis dan sub tropis di berbagai penjuru dunia, 21% ada di Indonesia.“Mangrove di Indonesia sebaiknya dikelola sebagai kawasan lindung, misalnya saja dengan menggunakan skema ekosistem esensial,” ungkap Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Ir. Wiratno, M. Sc pada acara Peringatan Hari Mangrove Sedunia (26/5) yang diselenggarakan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jakarta, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersama dengan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN).

Prof. Jatna Supriatna dari Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia menekankan pada pentingnya peningkatan pengetahuan terkait mangrove untuk semua generasi. “Edukasi berperan penting dalam pengelolaan mangrove yang efektif sebagai bagian dari implementasi strategi mitigasi dan adaptasi untuk mengatasi perubahan iklim,” kata Jatna. Prof. DR. Ir. Cecep Kusmana, Guru Besar Ekologi dan Silvikultur Mangrove, Institut Pertanian Bogor (IPB) menyatakan,”saat ini 20-50% mangrove dunia rusak dan kerusakan terbesar ada di Indonesia. untuk itu dibutuhkan pengelolaan mangrove secara terpadu dan konsep MERA yang bersifat kemitraan sangat sesuai untuk memperbaiki kondisi ini.”



Pakar mangrove dari Prof. Dietriech G. Bengen dari IPB menegaskan ke-3 pilar yang dapat menjadi penopang keterpaduan pengelolaan mangrove yang tepat guna. “Pengelolaan mangrove secara terpadu membutuhkan kerjasama antar lembaga penelitian, lembaga swadaya masyarakat, akademisi untuk riset dan datadan swasta harus diikuti dengan koordinasi antar departemen/dinas dan pemerintah pusat-daerah serta didukung oleh konsultasi legislatif, publik, dan pakar,” terang Dietriech.


Beberapa pihak swasta yang hadir pada acara peringatan Hari Mangrove Sedunia menyatakan perlunya untuk mendukung upaya perlindungan mangrove di Indonesia. “Kita sudah mendengarkan bagaimana mangrove bisa berperan dan memberi manfaat bagi kita. Saya mengajak rekan-rekan swasta dan masyarakat untuk tidak hanya peduli tetapi juga berkolaborasi untuk pengelolaan hutan mangrove secara berkelanjutan di Indonesia,” terang Franciscus Welirang, Presiden Direktur PT. Bogasari Flour Mills.

Pada hari ini juga di ditandatangani perjanjian kerjasama antara BKSDA Jakarta dengan YKAN terkait penguatan fungsi Suaka Margasatwa Muara Angke sebagai pusat edukasi lingkungan dan restorasi ekosistem mangrove untuk mendukung pengelolaan terpadu ekosistem mangrove di Jakarta.Kepala BKSDA Jakarta Ahmad Munawir S.Hut, M.Si mengatakan, “kerjasama ini adalah bentuk dukungan positif pemerintah upaya perlindungan mangrove yang dilakukan bersama-sama dengan lembaga penelitian, lembaga swadaya masyarakat, dan swasta.” Ketua Yayasan YKAN Rizal Algamar menambahkan, “dengan kondisi kerusakan hutan mangrove di Indonesia saat ini, dibutuhkan sebuah tindakan kolektif yang dapat mencegah kerusakan lebih lanjut dan bahkan memperbaiki kualitas hutan mangrove. Kami melihat MERA dapat menjadi wadah yang dapat menyatukan semua pemangku kepentingan untuk tujuan bersama dalam skala dan waktu yang lebih signifikan.”

Konservasi sumber daya ekosistem mangrove dihadapkan pada empat tantangan strategis yaitu membangun pendekatan ilmiah untuk perlindungan dan restorasi hutan mangrove; melibatkan pemangku kepentingan kunci untuk mengubah kebijakan dan peraturan; pengelolaan yang terpadu dan efektif untuk restorasi, proteksi serta keberlanjutan dari sisi pendanaan; dan program kemitraan dan penjangkauan.

Melihat kondisi mangrove Indonesia yang sangat membutuhkan perhatian, YKAN bersama mitra telah menginisiasi sebuah wadah yang akan melibatkan beragam pemangku kepentingan terkait konservasi dan restorasi mangrove yaitu Mangrove Ecosystem Restoration Alliance (MERA). Aliansi ini dirancang untuk melibatkan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, swasta, akademisi, dan masyarakat yang ingin menyumbangkan tenaga dan pikiran bagi perbaikan kondisi mangrove di tanah air. Semua pemangku kepentingan yang terlibat diharapkan dapat aktif berperan dalam MERA dan menyokong keberlanjutannya. “KLHK melalui BKSDA siap mendukung pengelolaan terpadu seperti MERA untuk mempertahankan dan meningkatkan kondisi mangrove di Indonesia,” pungkas Wiratno. (rilis)