Heboh Deddy Corbuzier Undang Pasangan LGBT ke Podcast. Apa Itu LGBT?

Ilustrasi-LGBT.jpg
(Internet)


Laporan: Dwi Fatimah


RIAUONLINE, PEKANBARU - Belakangan sosial media dihebohkan dengan podcast Deddy Corbuzier mengundang pasangan LGBT Ragil Mahardika dan Frederik Vollert.


Diketahui, Ragil Mahardika dan Frederik Vollert merupakan pasangan sesama jenis yang menikah di Jerman pada 2018 lalu. Seleb TikTok tersebut membuat gempar jagat maya lantaran secara terang-terangan berbicara tentang orientasinya.


Pro kontra seputar obrolan Ragil Mahardika dan Deddy Corbuzier di Podcast Close The Door itu mendapat banyak kecaman warganet lantaran menampilkan pasangan sesama jenis yang notaben masih menjadi perdebatan di Indonesia. Bahkan warganet ramai ramai unsubscribe channel youtube Deddy Corbuzier.


Sadar telah menjadi buah bibir, Ragil lantas buka suara mengomentari ocehan warganet yang terus membahas dirinya. Ia merasa orientasi sexualnya sudah banyak diketahui orang sejak dulu.


“Nggak ada yang perlu diklarifikasi kalau dari aku. Aku sudah terbuka sejak lama. Aku sudah dikenal sejak 2018 di channel youtube-ku dan sudah pernah viral berbulan bulan di TikTok. Hidupku sudah terbiasa dengan pro dan kontra,” tulis Ragil di akun Instagramnya.


Namun apa sebenarnya LGBT itu?


LGBT adalah akronim dari istilah Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender. Akronim LBG mengacu pada orientasi seksual tertentu sedangkan akronim T mengacu pada identitas gender seorang individu.


Orientasi seksual adalah istilah yang mengacu pada ketertarikan, baik ketertarikan seksual, romantis dan emosional seseorang kepada individu lainnya dengan jenis kelamin tertentu.


Orientasi seksual terdiri dari:

Heteroseksual (menyukai lawan jenis)



Homoseksual (menyukai sesama jenis)

Biseksual (menyukai keduanya)


Orientasi seseorang bukanlah suatu hal yang bisa dipilih atau diubah. Beberapa pakar dan organisasi medis bahkan memandang orientasi seksual sebagai bagian dari sifat seseorang.


Sedangkan identitas gender merupakan istilah yang digunakan untuk mengidentifikasi gender seseorang. Identitas gender bisa sama dengan jenis kelamin yang dibawa sejak lahir dan bisa juga tidak.


Seorang bisa mengidentifikasi identitas gendernya sebagai wanita karena ia lahir dengan jenis kelamin perempuan. Namun seseorang juga bisa mengidentifikasi identitas gendernya sebagai wanita meski ia sebenarnya ditetapkan sebagai laki-laki sejak lahir.


Pada awalnya LGBT dikategorikan sebagai salah satu gangguan mental, namun pada tahun 1975, American Psychological Association (APA) menyatakan bahwa orientasi seksual seseorang bukanlah gangguan mental.


Badan Kesehatan Dunia (WHO) juga berencana menghapus transgender dari kategori gangguan mental. Transgender kemudian diklasifikasikan dalam istilah ketidaksesuaian gender.


Keputusan ini dibuat karena para ahli Psikologi tidak menemukan adanya hubungan antara orientasi dan identitas seksual seseorang dengan kondisi kesehatan mental. Sebaliknya, orientasi dan identitas seksual seseorang dianggap sebagai aspek normal dari seksualitas manusia. Oleh sebab itu, bisa disimpulkan bahwa LGBT bukanlah gangguan mental.


Di Indonesia, pedoman yang digunakan para ahli Psikologi adalah Pedoman Penggolongan Penyakit dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) versi III yang diterbitkan Kemenkes pada tahun 1993. LGBT dicantumkan sebagai orientasi seksual tapi bukan gangguan. Orientasi seksual menjadi gangguan ketika muncul ketidaknyamanan psikologis yang dialami seseorang atas orientasinya.


Lalu, mengapa seseorang bisa menjadi LGBT?


Homoseksual sama seperti heteroseksual. Dari berbagai penelitian di seluruh dunia, diketahui bahwa orientasi seksual sudah bisa terbentuk sejak dari dalam kandungan. Ada kode genetik khusu yang membedakan homoseksual dengan heteroseksual, yaitu Xq28.


Meskipun belum bisa dipastikan gen ini yang menentukan orientasi seksual seseorang. Penelitian menyimpulkan bahwa kode genetik ini tetap memiliki peran penting dalam pembentukan identitas seksual seseorang.


Para ahli juga melihat bahwa perbedaan kadar hormon bisa membuat seseorang cenderung menyukai lawan jenis, sesama jenis atau keduanya. Akan tetapi, terapi hormon tidak bisa mengubah menjadi “normal” kembali. Pasalnya perbedaan reaksi hormon ini terjadi di otak. Suntik hormon saja tidak bisa mengubah orientasi seksual manusia.


Apa LGBT bisa menular?


Suatu penelitian yang berlangsung dari tahun 1994 hingga 2002 menguak bahwa homoseksual tidak menyebar dalam pergaulan. Penelitian yang dimuat dalam jurnal Archives of Sexual Behavior ini berhasil mematahkan mitos kalau berteman dengan seorang gay atau lesbian akan menularkan kepada orang lain.


Tanggapan LGBT dapat ‘menular’ diduga berasal dari penilaian beberapa orang yang bergaul dengan LGBT kemudian mereka menjadi bagian dari LGBT. Ada beberapa asumsi yang dapat digunakan untuk menjelaskan hal ini. Asumsi yang pertama terkait konfirmasi di mana seseorang mengikuti perilaku kelompok atau teman bermainnya.


Kedua adalah bahawa ‘penularan’ itu sebenarnya hanya terjadi kepada LGBT yang mengaku sebagai heteroseksual. Hal ini terjadi karena mereka sebelumnya merasa takut menjadi dirinya sendiri karena stigma masyarakat dan kemudian merasa nyaman dan akhirnya menjadi dirinya sendiri saat mereka berada di komunitas yang lebih terbuka. Jadi asumsi bahwa LGBT dapat menular adalah tidak benar.