Laporan: Afifah Zahrah Zabaldi
RIAU ONLINE, PEKANBARU - Baru-baru ini, beredar isu uang pecahan Rp 10 ribu tahun terbit 2005 tidak berlaku lagi. Uang kertas berwarna ungu terang dengan gambar pahlawan nasional Sultan Mahmud Badaruddin II serta Rumah Limas. Namun, informasi tersebut dibantah Bank Indonesia (BI).
Meski begitu, pencabutan uang di Indonesia memang telah menjadi perhatian dalam beberapa tahun terakhir. Terakhir, BI mengumumkan pencabutan 42 uang rupiah tak berlaku dari peredaran.
Pencabutan uang bertujuan untuk mengendalikan inflasi, memberantas pencucian uang, modernisasi sistem keuangan, peningkatan keamanan, dan reformasi ekonomi.
Dalam proses pencabutan uang, sejumlah dampak yang beragam muncul, mencakup aspek ekonomi, sosial dan teknologi seperti:
1. Pengaruh Terhadap Masyarakat
Pencabutan uang dapat menimbulkan kebingungan dan kekhawatiran di kalangan masyarakat. Terutama bagi mereka yang tergantung pada transaksi tunai, perubahan ini memerlukan penyesuaian dalam cara bertransaksi
2. Kesiapan Infrastruktur
Ketersediaan infrastruktur untuk mendukung transaksi non-tunai, seperti jaringan internet yang stabil dan akses ke layanan perbankan, sangat penting. Jika infrastruktur belum memadai, pencabutan uang dapat menyebabkan ketidakadilan dalam akses ke layanan keuangan.
3. Edukasi Masyarakat
Pentingnya mengedukasi masyarakat tentang cara menggunakan sistem pembayaran digital dan alternatif lainnya menjadi sangat krusial. Tanpa pemahaman yang baik, masyarakat mungkin akan kesulitan beradaptasi.
Pencabutan uang di Indonesia merupakan langkah strategis yang bertujuan untuk menciptakan sistem keuangan yang lebih efisien dan aman.
Namun, langkah ini harus dilakukan dengan hati-hati, mengingat dampaknya terhadap masyarakat. Edukasi dan kesiapan infrastruktur menjadi kunci keberhasilan dalam transisi ini. Dengan pendekatan yang tepat, pencabutan uang dapat membawa manfaat jangka panjang bagi perekonomian Indonesia.