Inilah Pidato Lengkap Rektor Unilak Junaidi Dikukuhkan sebagai Guru Besar Budaya

Pengukuran-guru-besar-unilak.jpg
(Istimewa)

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Universitas Lancang Kuning (Unilak) melakukan pengukuhan terhadap Rektor Unilak Prof Dr Junaidi SS MHum sebagai guru besar bidang Kajian Budaya Fakultas Ilmu Unilak Riau, Selasa, 9 Mei 2023, di Gedung Aula Perpustakaan Unilak.

Pada kesempatan itu, Prof Dr Junaidi menyampaikan pidato pengukuhannya sebagai guru besar di Unilak Riau. Berikut pidato lengkap Rektor Unilak Prof Dr Junaidi SS MHum:

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Batu kecubung warna unggu

Ditatah berlian batu bermutu

Adat Melayu menyambut tetamu

Hamparkan tikar lebarkan pintu


Ambilah buluh buanglah miangnya sendiri

Buluh diraut dengan pisau di dalam tenda

Izin saya berkata dengan kerendahan hati

Menyampaikan gagasan di dalam minda

Izinkan, dengan segala kerendahan hati, tanpa maksud menggurui, saya menyampaikan secara ringkas pidato pengukuhan saya sebagai profesor dalam bidang kajian budaya di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Lancang Kuning. Adapun tajuk pidato saya adalah “Industri  Budaya: Jelajah Kajian Budaya ke Manajemen”. Tajuk ini saya pilih sesuai dengan penjelajahan saya dalam dunia akademik. Minat saya pada kajian budaya semakin menguatkan saya untuk mendalaminya secara serius  sehingga pada akhirnya saya meraih profesor dalam kajian budaya. Saya mengenali kajian budaya pada saat kuliah di  Program Studi (S1) Sastra Inggris Universitas Padjadjaran Bandung. Saat itu, saya merasakan sangat sulitnya untuk memahami pemikiran-pemikiran kajian budaya. Namun dengan bimbingan dosen-dosen saya mulai memahami kajian budaya. Ketika kuliah S2 di Program Studi American Studies Universitas Gadjah Mada, saya sangat tertarik dengan pendekatan interdisipliner dan multidisipliner yang digunakan dalam penelitian American Studies. Di sini, saya merasakan kecocokan dengan pikiran saya dalam memandang ilmu secara lebih fleksibel dan terbebas dari prinsip monodisiplin yang kaku. Kelenturan kajian budaya untuk bergabung dengan disiplin lain telah memuaskan minat akademik saya. Ketika kuliah S3 di Department of Media Studies di University of Malaya Kuala Lumpur, saya semakin menikmati menggunakan lensa kajian budaya untuk memandang berbagai persoalan.  Saya terus berupaya untuk membawa kajian budaya ke ranah disiplin lain. Akhirnya, saya membawa kajian budaya ke ranah riset manajemen dan organisasi. Untuk menguatkan penjelajahan kajian budaya ke manajemen dan organisasi, saya mengambil Program Doktor Ilmu Manajemen di STIESIA Surabaya. Dalam penjelajahan akademik yang saya lakukan, saya percaya ungkapan Tunjuk Ajar Melayu ini:

Menuntut ilmu yang patut

Mengaji ilmu yang terpuji

Belajar yang benar

Mencontoh pada yang senonoh

Memakai pada yang sesuai

Saya memilih tajuk industri budaya karena saya berpandangan bahwa kehadiran industri dan industri budaya menyebabkan perubahan besar dalam cara hidup manusia. Industri budaya menghasilkan produk budaya yang dinikmati banyak orang dan telah menghasilkan nilai ekonomi yang sangat besar. Ada keterbatasan ruang bagi ilmu manajemen dan organisasi dalam menjelaskan kehadiran industri budaya sehingga pilihan untuk membawa kajian budaya ke ranah ilmu manajemen dan organisasi merupakan suatu pilihan yang menarik dan menantang.

Saya mengawali penjelasan penjelajahan kajian budaya ke manajemen dengan menjelaskan makna dan cakupan industri budaya. Sebelum datangnya era industri, masyarakat hidup dengan mengandalkan sektor pertanian. Namun, setelah masuknya era industri terjadi perubahan yang saat sangat besar dari corak agraris menjadi industri. Penemuan mesin uap adalah salah satu contoh inovasi teknologi yang menjadi pendorong utama terjadinya industrialisasi. Perkembangan teknologi yang sangat cepat telah memberikan dampak bagi struktur sosial dan ekonomi, karena peningkatan produktivitas telah mengubah pola konsumsi dan cara orang mengelola kehidupan.

Kehidupan manusia semakin tergantung dengan teknologi sehingga terjadi hubungan memengaruhi antara manusia dengan teknologi. Teknologi memengaruhi budaya dan sebaliknya budaya juga memengaruhi teknologi karena masyarakat terus melakukan adaptasi dengan mencari solusi-solusi yang sesuai dengan teknologi baru (Moore, 2013). Perkembangan industrialisasi menuntut pola standarisasi yang disesuaikan dengan pola mekanikal mesin,  pengaturan jam kerja, penggunaan sumber-sumber energi baru seperti batu bara dan listrik untuk transportasi perkotaan dan regional (Sullivan, Arthur; Steven M. Sheffrin 2003).

Kekuatan industrialisasi telah membentuk budaya baru dalam masyarakat, yakni budaya industri atau culture industry.  Istilah industri budaya muncul tahun 1947 dalam buku Dialectic of Enlightenment karya Adorno (Adorno, 1991). Konsep dasar industri budaya yang disampaikan Adorno adalah implikasi sodail dan budaya dari konsumsi massal komoditas budaya. Secara klasikal industri budaya meliputi dua kategori besar. Pertama, kategori commerce, seperti media penyiaran, film, penerbitan, rekaman musik, desain, arsitektur dan media baru. Kedua kategori art, seperti seni tradisional, seni visual, kerajinan tangan, teater, teater musik, konser dan pertunjukan, sastra, museum dan galeri (O’Connor, 2000). Kategori pertama lebih bersifat komersial sedangkan yang kedua lebih cenderung ke arah seni. Namun, perbedaan kedua kategori ini tidak bersifat analitis tetapi lebih bersifat ideologis sehingga bisa saling tumpang tindih dan tidak bersifat kaku.

Pada awalnya, istilah yang digunakan mass culture.  Kemudian Adorno mengganti istilah mass culture dengan “industri budaya” untuk menyatakan bahwa budaya massa tidak berarti berasal dari massa tetapi diproduksi untuk massa. Saat itu, komodifikasi atau komersialisasi budaya atau objek seni telah mengarah pada perolehan pendapatan sehingga ini menyebabkan perolehan keuntungan finansial jauh lebih penting daripada ekspresi artistiknya. Istilah budaya dalam kaitannya dengan konsep ideologis dan istilah industri sejalan dengan konsep ekonomi Marxisme seperti komodifikasi, pertukaran komoditas, konsentrasi modal dan keterasingan pekerja dari sisi produksi dan rasionalisasi.

Bangkitnya industri budaya didorong oleh ketersedian waktu yang lebih untuk bersenang-senang, peningkatan pendidikan dan penghasilan yang menyebabkan peningkatan konsumsi barang kesenangan dan produk budaya (O’Connor, 2000). Industri budaya terus berkembang seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan selera masyarakat yang semakin konsumtif. Kondisi ini mendorong akademisi untuk memberikan perhatian secara khusus pada industri budaya karena industri budaya memiliki potensi yang besar dalam menghasilkan lapangan kerja. Howkins (2007) menyatakan bahwa sektor industri kreatif (bagian dari industri udaya) memiliki peran strategis dalam pertumbuhan ekonomi pada Abad ke 21. Industri kreatif telah menjadi sektor yang terus berkembang yang didukung oleh kreativitas, informasi dan pengetahuan. Ini telah menghasilkan paradigma baru untuk menentukan kebijakan budaya, penciptaan model bisnis baru dan penerapan strategi pengembangan baru baik secara lokal maupun global (Leadbeater, 2000; Castells, 2013). Karena adanya kekuatan baru industri budaya dalam membentuk ekosistem ekonomi, para akademisi perlu memberikan perhatian pada organisasi yang terlibat dalam industri budaya. Para akademisi perlu memberikan argumen akademis yang menyakinkan bahwa pentingnya menyusun pengetahuan sebagai dasar dalam memahami industri budaya.

Industri budaya tumbuh subur dalam sistem kapitalis. Budaya dijadikan komoditas dan diproduksi secara massal dan didistribusikan secara luas dengan menggunakan media. Media dengan kekuatannya terus menerus menawarkan produk-produk budaya. Saat ini kita dapat menyaksikan betapa kuatnya pengaruh media konvensional dan media sosial dalam mendistribusikan produk budaya. Sihir iklan melalui media sosial dapat membuat kita untuk terus membeli produk melebihi keperluan kita. Konsumsi produk konvensional dan produk budaya tertentu dipandang mampu memberikan citra “wah” bagi masyarakat. Ini menyebabkan nilai suatu produk bukan lagi dilihat dari substansinya, tetapi pemaknaannya berdasarkan pertimbangan gaya. Dalam masyarakat kapitalis status sosial ditentukan oleh pola konsumsi (Bourdieu, 1984). Ini mengakibatkan masyarakat berlomba-lomba untuk mengkonsumsi produk-produk tertentu untuk menaikan status sosial. Para pemilik modal sengaja menciptakan produk-produk dengan brand berkelas untuk memuaskan mimpi masyarakat masuk dalam kelas sosial tertentu. Para pemilik modal sangat tahu kebutuhan masyarakat sehingga tiga prinsip utama industri budaya (standarisasi, masifikasi dan komodifikasi) mereka gunakan untuk membangun kesadaran masyarakat untuk terus menikmati produk budaya.

Salah satu alternatif untuk memahami fenomena industri budaya melalui kajian budaya. Kajian budaya dapat berkontribusi dalam memahami secara kritis dan mendalam tentang industri budaya baik secara teoritis maupun empiris. Pendekatan yang saya ajukan dalam kesempatan ini adalah penerapan pendekatan kritis dan teoritis ke dalam pengetahuan praktis untuk masuk ke dalam industri budaya. Sehingga, analisis kritis dan empiris yang digunakan dalam kajian budaya memberikan dampak dalam memulai, membangun dan mengembangkan industri budaya. Jika kita ingin menggiring kajian budaya masuk ke ranah studi manajemen dan organisasi, kita perlu menggeser fokus dari produksi ke konsumsi. Kajian budaya secara kritis dan mendalam dapat melihat apa yang terjadi pada konsumsi suatu produk oleh masyarakat. Dengan mempelajari konsumsi, orang-orang produksi di perusahaan akan lebih bisa memahami makna suatu produk dalam masyarakat.

Kajian budaya merupakan suatu bidang ilmu yang tidak terikat oleh monodisiplin. Kajian budaya memiliki lensa tersendiri untuk mengeksplorasi berbagai persoalan dalam masyarakat sehingga kajian budaya perlu  bersanding dengan disiplin lain. Barker (2008: 8) menyatakan bahwa “cultural studies does not speak with one voice, it cannot be spoken with one voice, and I do not have one voice with which to present it”.



Dalam penjelajahannya ke berbagai bidang, kajian budaya menggunakan pendekatan interdisipliner (interdisciplinary), multidisipliner (multidisciplinary)  dan transdisipliner (transdisciplinarity). Barker (2008) bahkan menyebutkan kajian budaya dapat menggunakan pasca disiplin  (post disciplinary). Dalam interdisipliner  terjadi interaksi  intensif  antara satu  atau lebih  disiplin,  baik  yang  berhubungan  secara langsung maupun tidak.  Dalam multidisipliner terjadi penggabungan beberapa disiplinuntuk    mengatasimasalahsecara bersama-sama. Dalam transdisipliner dilakukan pengembangan teori   atau  aksioma baru   dan berupaya  membangun   hubungan  antar berbagai disiplin (Prentice, 1990). Pasca disiplin muncul ketika kita melupakan disiplin dan mengidentifikasinya dengan mempelajarinya dengan mendalam tanpa terpaku pada disiplin (Sayer, 2000). Pilihan kajian budaya untuk berintegrasi dengan disiplin lain menunjukkan keluasan kajian budaya untuk memahami berbagai persoalan secara lebih komprehensif. Sifat kajian budaya yang tidak menganut monodisiplin ini membuat kajian budaya bisa menjelajahi berbagai disiplin, termasuk ranah manajemen dan organisasi.

Barker (2008: 7 ) menyimpulkan konsep-konsep kunci kajian budaya, yakni culture and signifying practices, representation, materialism and non-reductionism, articulation, power, popular culture, texts and readers dan subjectivity and identity. Bila kita hendak menghubungan kajian budaya dengan studi manajemen untuk memahami industri budaya,  konsep materialisme sangat relevan sebab ini memberikan perhatian besar pada ekonomi  dan industri modern yang dipengaruhi oleh kapitalisme. Dalam konteks ini, representasi sengaja diproduksi oleh perusahaan untuk memperoleh keuntungan ekonomi. Di sini, kajian budaya berperan dalam mengembangkan materialisme budaya untuk menjelaskan bagaimana makna dihasilkan dalam proses produksi. Ini bermakna bahwa kajian budaya selain memberikan perhatian pada praktik penandaan, ia juga mencoba menghubungkannya dengan ekonomi politik.  Kajian budaya dapat menjelaskan kaitan kekuasaan dan distribusi ekonomi dan sumber-sumber sosial lainnya. Karena itu, kajian budaya memberikan perhatian kepada siapa yang mengendalikan produksi budaya, mekanisme distribusi produk, dan akibat pola kepemilikan penguasaan dan pengendalian budaya.

Untuk memberikan pemahaman tentang kajian budaya, mari kita lihat pendapat Bennet (1998) menjelaskan empat elemen definisi kajian budaya:

  1. Kajian budaya adalah studi interdisipliner dimana perspektif dari berbagai bidang ilmu dapat ditarik untuk menemukan hubungan budaya dan kekuasaan.

  2. Kajian budaya berkaitan dengan semua praktik, lembaga, dan sistem klasifikasi yang di dalamnya terdapat nilai-nilai tertentu, kepercayaan, kompetensi, rutinitas kehidupan, dan bentuk-bentuk perilaku kebiasaan dalam masyarakat.

  3. Bentuk-bentuk kekuasaan yang diungkap kajian budaya beragam dan meliputi gender, ras, kelas, kolonialisme, dan lain-lain. Kajian budaya berupaya mengungkap hubungan antara bentuk-bentuk kekuasaan dan mengembangkan cara berpikir tentang budaya dan kekuasaan.

  4. Ranah institusional utama kajian budaya adalah pendidikan tinggi sehingga  kajian budaya sama seperti disiplin akademis lainnya. Namun demikian, kajian budaya mencoba menjalin hubungan di luar wilayah akademis dengan gerakan sosial dan politik, pekerja di lembaga budaya, dan manajemen budaya.

Dalam kesempatan ini saya mengajak para peneliti dalam bidang manajemen dan kajian budaya agar lebih meluaskan bidang riset ke arah produksi komersial budaya sebab industri budaya semakin berkembang dan kehidupan kita hari pun dipenuhi oleh produk-produk budaya. Karena belum banyak para peneliti manajemen memberikan perhatian pada produksi budaya, ini memberikan peluang besar bagi para peneliti untuk terus memahami secara kritis fenomena budaya industri. Perhatian secara lebih serius terhadap produksi komersialisasi budaya sangat perlu dilakukan dari aspek teoritis, metodologi dan empiris (Lawrence dan Philips, 2002). Perusahaan atau institusi bisnis yang memproduksi produk budaya secara komersial memiliki perbedaan dengan perusahaan yang memproduksi barang-barang konvensional. Perusahaan yang memproduksi komersialisasi budaya menghasilkan produk budaya yang memiliki makna kultural bagi masyarakat. Lawrence (2002) secara sederhana mendefinisikan produk budaya sebagai barang dan jasa yang dihargai karena maknanya. Produk budaya tidak dihargai karena fungsi praktisnya tetapi dihargai karena makna yang dikonstruksikan oleh masyarakat.

Setiap produk yang dihasilkan oleh perusahaan memiliki nilai yang ditawarkan kepada konsumen sehingga penilaian produk merupakan salah satu topik penting dalam bidang ekonomi, manajemen dan sosiologi (Aspers and Beckert, 2011; Beckert and Musselin, 2013; Karpik, 2010). Bagaimanakah menilai produk budaya? Penilain produk budaya tentu saja berbeda dengan penilaian produk non budaya (produk konvensional). Produk budaya dinilai bukan karena fungsi praktisnya tetapi lebih dinilai dari fungsi simboliknya. Produk konvensional dinilai berdasarkan atributnya, kegunaannya dan kemampuannya untuk melakukan fungsi tertentu atau untuk memenuhi kebutuhan konsumen, sedangkan nilai produk budaya secara kritis bergantung pada maknanya (Yin and Philips, 2020). Oleh karena itu, produk budaya bersifat subjektif, personal dan ambigu. Produk budaya adalah barang dan jasa  yang ditujukan kepada konsumen untuk memenuhi kebutuhan estetika atau ekspresi dari pada tujuan fungsi gunanya (Hirsch, 1972). Produk budaya dikonsumsi dalam wilayah penafsiran sehingga pemaknaan dapat berbeda antara satu kelompok dengan kelompok lainnya (Lawrence and Phillips, 2002).

Untuk memahami karakteristik produk budaya, mari kita lihat ringkasan yang disampaikan Yin and Philips (2020).

1.  Sumber nilai produk budaya adalah makna yang terkandung dalam produk itu dan bukan kegunaannya bagi konsumen untuk memecahkan persoalan praktis. Produk budaya dihargai karena adanya konsumen atau dipengaruhi penafsiran orang lain

2.  Nilai produk budaya bersifat ambigu karena berdasarkan makna yang bersifat ideologis, personal dan sulit diinterpretasikan.

3.  Kualitas produk budaya tidak pasti karena adanya ambiguitas nilai. Produk budaya didasarkan pada pengalaman dan kepercayaan.

4.  Produk budaya berasal dari kreativitas manusia yang tidak terbatas sehingga produk budaya memiliki variasi yang tak terbatas pula.

5.  Produk budaya sangat dipengaruhi oleh pandangan sosial. Karena produk budaya dikonsumsi untuk hiburan dan fesyen. Produk budaya diminati bersama atau keputusan konsumsi seseorang dipengaruhi oleh orang lain. Ketidakpastian kualitas produk dapat memengaruhi konsumen sehingga apabila konsumen ragu tentang nilai produk budaya, maka mereka meniru konsumen lain. Ini menyebabkan popularitas dan keberagaman fitur sangat berperan bagi keberlangsungan produk budaya.

Saya berpandangan bahwa produk komersial konvensional yang diproduksi oleh perusahaan bisa mengalami pergeseran ke arah produk budaya. Ini dapat terjadi ketika suatu produk komersial biasa dimaknai dan dikonsumsi secara luas oleh kalangan tertentu untuk menunjukkan kelas sosial atau untuk membangun citra tertentu kepada publik. Bila ini terjadi, maka perusahaan tidak hanya memikirkan produksi produk mereka tetapi juga memikirkan bagaimana strategi membangun makna suatu produk bagi konsumen. Restoran atau kedai kopi dengan brand khusus dapat menjadi produk budaya sebab orang yang makan dan minum di tempat itu tidak lagi untuk memenuhi kebutuhan kenyang dan dahaga, tetapi mereka makan dan minum lebih memenuhi kebutuhan kesenangan dan gaya. Mobil mewah dan smart phone dengan merek tertentu juga memiliki makna simbolik yang lebih kuat untuk menunjukkan kelas sosial dibandingkan nilai gunanya. Kehadiran kawat gigi atau behel yang pada awalnya bertujuan untuk merapikan gigi berubah menjadi produk budaya yang memiliki makna simbolik. Pergeseran produk konvensional menjadi produk budaya dipengaruhi oleh pandangan publik dan trend yang berlaku dengan bantuan media. Bila penggunaan suatu produk telah dipandang sebagai bagian dari gaya, trend dan pemenuhan kesenangan, maka produk itu telah masuk ke dalam produk budaya yang memiliki makna simbolik. Para produser produk-produk itu tentu saja memerlukan pengetahuan yang tepat untuk menjelaskannya sebagai dasar untuk menyusun strategi perusahaan mereka. Kehadiran kajian budaya dapat memberikan kontribusi untuk memahami pola konsumsi publik terhadap produk budaya. 

Para peneliti manajemen dapat meluaskan bidang risetnya ke arah produksi komersial budaya. Meskipun pengembangan teori manajemen ke arah produksi budaya tidak mudah, ini tentu saja memberikan keuntungan pada teori manajemen (Lawrence, 2002). Pertama, meskipun produksi budaya komersial sangat penting dan berkembang sangat cepat dalam bidang ekonomi, para peneliti manajemen dan organisasi belum banyak meneliti tentang ini. Sehingga teori industri budaya dapat menjadi bahan studi dan publikasi. Kedua, mempelajari perkembangan produksi budaya akan membantu memahami proses “fashionization” yang terjadi di banyak industri karena banyak produk yang dijual secara konvensional berdasarkan manfaat praktisnya berkembang menjadi elemen penting dari gaya. Ini adalah tantangan bagi teori manajemen karena tidak selalu bisa menjelaskan bagaimana nilai produk bergeser dari nilai guna kepada makna simboliknya. Ketiga, pengembangan teori industri budaya dapat mengaitkan penelitian manajemen dengan berbagai literatur kajian budaya sehingga ini memberikan lebih banyak sudut pandang. Kajian budaya sangat membantu dalam menganalisi kegiatan perusahaan dengan trend budaya yang sedang berkembang dalam masyarakat. Kajian budaya dengan pendekatan analisis kritisnya dapat memberikan masukan bagi perusahaan untuk menentukan strategi yang tepat dalam memproduksi produk budaya agar diminati oleh masyarakat. Saat ini penelitian manajemen masih belum banyak menyentuh peran bisnis dalam perubahan budaya dan peran perubahan budaya dalam pengembangan produk baru, padahal ini sangat penting dalam memahami dinamika bisnis dalam sistem kapitalis.  Oleh karena itu, pengembangan teori manajemen dan organisasi dengan kajian budaya sangat penting dalam memahami dinamika industri budaya

Pengelolaan industri budaya bersifat unik dan tentu berbeda dengan industri lainnya sebab industri budaya tidak hanya menghasilkan produk secara efisien untuk memperoleh profit, tetapi industri budaya juga harus membangun dan menjaga organisasi agar bisa mengkonstruksi dan menjual makna kepada masyarakat luas. Dari sisi manajemen tantangannya adalah bagaimana membangun organisasi yang mampu mengelola aspek aspek simbolik dan kultural produk sehingga produk tersebut dapat dipilih oleh konsumen. Para manajer perusahan yang memproduksi produk budaya harus memiliki kreativitas dan inovasi dalam pengelolaan proses penciptaan simbol agar bisa bertahan dengan selera, gaya dan trend yang ada dalam masyarakat. Pembacaan selera, gaya dan trend untuk pengembangan produk budaya oleh manajer dapat didukung oleh analisis mendalam melalui kajian budaya. Di sini kita dapat melihat bahwa keberadaan kajian budaya dapat menguatkan manajemen dalam pengelolaan organisasi yang menghasilkan produk budaya.

Ada tiga pendekatan utama yang digunakan dalam kajian budaya, yakni etnografi (ethnography), analisis tekstual (textual analysis), dan resepsi (reception) (Barker: 2008). Pendekatan etnografi menekankan pada live experience atau pengalaman hidup. Eksplorasi kualitatif dalam etnografi dapat mengungkap nilai dan makna dalam semua cara hidup manusia. Pendekatan tekstual meliputi semiotik, post strukturalisme, teori naratif dan dekonstruksi Derrida. Pendekatan resepsi juga dipandang memiliki akar yang kuat dalam kajian budaya. Pendekatan etnografi dapat juga digunakan untuk mengkaji organisasi bisnis, termasuk industri budaya. Dalam konteks industri budaya, pendekatan tekstual dapat digunakan untuk menganalisis berbagai teks seperti iklan, slogan dan dokumen lainnya terkait dengan produksi budaya. Selanjutnya pendekatan resepsi bisa digunakan untuk mengkaji tanggapan konsumen dalam proses produksi budaya.

Saya akan mengakhiri penjelasan industri budaya dan jelajah kajian budaya ke manajemen dengan mengatakan bahwa penelitian manajemen pada industri budaya dapat mempertimbangan tiga aspek penting seperi yang disampaikan oleh  Lawrence dan Philips (2002), yakni dari produksi ke konsumsi, dari substansi ke gaya, dan dari lingkungan ke wacana. Ketiga aspek tersebut merupakan bagian esensial dalam kajian budaya sehingga penelitian tentang konsumsi, gaya dan wacana dapat membuka pandangan kita tentang bagaimana pengelolaan perusahaan yang memproduksi produk budaya. Selama ini perhatian penelitian manajemen dan organisasi masih sangat sedikit menyentuh aspek konsumsi, gaya dan wacana.

Jelajah kajian budaya ke manajemen merupakan suatu alternatif untuk memahami produk budaya dalam industri budaya. Kajian budaya membantu manajemen untuk memahami konstruksi makna produk budaya karena cakupan penelitian manajemen tidak sampai ke aspek arah pemaknaan. Bila manajemen berkolaborasi dengan kajian budaya tentu akan memberikan dampak teoritis dan metodologi. Penelitian manajemen akan lebih bersifat kritis dalam menafsirkan makna dan mengkaji teks-teks yang diproduksi oleh industri budaya. Penelitian manajemen akan memberikan nuansa baru, yakni nuansa humaniora. Konsekuensinya, penelitian manajemen akan disandingkan dengan teori kritis, semiotika, hermeneutik, hegemoni, dekonstruksi dan lain-lain.

Izin juga saya pada kesempatan ini, sebagai seorang akademisi dan penggiat kebudayaan Melayu, saya menyampaikan apresiasi dan gagasan untuk melestarikan, mengangkat dan memajukan kebudayaan Melayu. Saya sangat tertarik dengan konsep budi yang terkandung dalam budaya Melayu karena ini menjadi ciri khas orang Melayu. Bahkan kata budi dalam bahasa Melayu tidak bisa diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Sehingga the meaning of budi is budi. Ini menunjukkan perbedaan antara konsep budi dalam pemikiran Melayu dengan pandangan-pandangan Barat tentang mind, attitude, dan wisdom.Kata budi berasal dari kata Sansekerta yakni Buddhi. Budi berkaitan dengan kearifan, kecerdasan dan pikiran. Ketika kata budi diadopsi oleh bahasa Melayu makna budi diperluas sehingga budi meliputi etika dan pemikiran untuk memasukkan budaya dan pemikiran orang Melayu (Lim, 2003).Konsep budi dalam Melayu menggabungkan seluruh potensi di dalam diri manusia seperti spiritual, pikiran, perasaan, kebijaksanaan, kesantunan dan etika sehingga dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku. Pantun Melayu juga mengungkap pentingnya budi:

Pisang emas bawa berlayar

masak sebiji di atas peti

hutang emas dapat dibayar

hutang budi dibawa mati

Atas dasar kemulian konsep budi dalam alam dan pikiran Melayu, saya merasa punya tanggung jawab moral yang besar untuk terus mengangkat kebudayaan Melayu. Saya yakin Datuk Seri/Datuk-Datuk/Datin-Datin/Tuan-Tuan/Puan-Puan juga memiliki azam yang kuat untuk mengangkat Melayu. Kami telah berupaya untuk mengangkat kebudayaan Melayu di Riau dengan merancang Program Pengajaran Muatan Lokal Budaya Melayu Riau di sekolah mulai tingkat Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah. Program ini sangat strategis untuk memajukan kebudayaan Melayu. Kami, Unilak bersama Pemerintah Provinsi Riau dan Lembaga Adat Melayu Riau telah menyusun kurikulum, menulis buku dan menyiapkan berbagai regulasi sebagai dasar penerapan Muatan Lokal Budaya Melayu Riau di sekolah. Penerapan Peraturan Daerah Provinsi Riau, Peraturan Gubernur Riau, Surat Keputusan Gubernur Riau, Instruksi Gubernur Riau tentang Muatan Lokal Budaya Melayu perlu terus kita kawal.

Dalam kesempatan ini saya menghimbau kepada Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, Sekolah/Madrasah untuk terus berkomitmen untuk menerapkan pengajaran budaya Melayu di sekolah. Mari kita gunakan kekuasaan yang kita miliki untuk memajukan kebudayaan Melayu. Penyebaran dan hantaman budaya global yang sangat kuat terhadap budaya Melayu harus kita hadapi dengan cara mengajarkan budaya Melayu di sekolah. Anak-anak kita perlu disiapkan untuk mengenali dan menerapkan nilai-nilai baik kebudayaan Melayu dalam kehidupannya. Kita tentu mengharapkan anak-anak kita dapat memiliki wawasan global dan eksis dalam persaingan global. Namun, kita juga mengharapkan mereka memiliki jati diri yang kuat sesuai dengan budaya mereka. Penerapan pengajaran Muatan Lokal Budaya Melayu pada jenjang Pendidikan Dasar masih belum optimal. Oleh karena itu, kami dalam kesempatan ini mengharapkan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk dapat menyiapkan regulasi, kurikulum, buku dan guru yang mengajarkan budaya Melayu di sekolah. Sebagai informasi, pada tingkat pendidikan tinggi, sebagai kampus yang memiliki visi berbasiskan budaya Melayu, semua program studi di Unilak baik S1 dan S2 wajib belajar budaya Melayu. Ini bentuk penghargaan kami kepada kebudayaan Melayu. Bahkan di Fakultas Ilmu Budaya Unilak saat ini telah didirikan Program Studi Pendidikan Bahasa untuk menghasilkan calon-calon guru budaya Melayu di sekolah. Program studi ini pertama dan satu-satunya Program Studi Pendidikan Bahasa Melayu di Indonesia. Kami sengaja mendirikan ini untuk mengangkat budaya Melayu. Semoga budaya Melayu tetap eksis dan terus berkembang di Riau.

Demikian pidato pengukuhan saya sebagai profesor. Kepada Allah SWT saya berlindung agar saya dijauhkan dari sifat sombong dan angkuh dalam memegang gelar profesor ini. Saya akan terus belajar dan saya bersedia untuk terus diajar oleh apapun dan siapapun.  “I am teachable”. Dan saya menolak ungkapan “I am unteachable”. Saya akan terus berguru dengan apapun dan siapapun. Ilmu itu sangat luas sehingga saya akan terus melakukan penjelajahan akademik kemana-mana. Tunjuk Ajar Melayu mengingatkan kita:

Mencari ilmu dengan ilmu

Meluruskan ilmu dengan iman

 

Kalau mencari ilmu di dunia,

Luruskan olehmu dengan agama

                                               

Kalau hidup hendak selamat,

Carilah ilmu yang bermanfaat

 

Kalau hidup hendak jadi orang,

Menuntut ilmu janganlah kurang

 

Kalau hidup hendak terhormat,

Carilah ilmu jauh dan dekat

 

Kalau hidup hendak terpuji,

Menuntut ilmu jangan berhenti

 

Dan saya memohon kekuatan dari Allah SWT agar keberadaan saya dapat memberikan manfaat bagi banyak orang. Semoga jabatan profesor ini membawa keberkahan bagi kita semua.

Wassalamualaikum Wr Wb