RIAU ONLINE, PEKANBARU-Keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dalam menunjuk Penjabat (Pj) kepala daerah, menciptakan ragam persoalan yang muncul. Seiring dengan itu, Kemendagri pun melakukan revisi terhadap regulasi yang ada.
Terbaru, Kemendagri mengeluarkan surat bernomor 100.2.1.3./1773/SJ, tentang Usul Nama Calon Penjabat Bupati/Walikota, tertanggal 27 Maret 2023.
Dalam surat tersebut, Kemendagri menyampaikan, Pj yang diangkat pada tahun 2022 lalu, akan segera habis masa jabatannya di Bulan Mei 2023 nanti. Sehingga, perlu dilakukan penunjukan ulang.
Tak seperti tahun sebelumnya, Kemendagri memberikan ruang kepada DPRD untuk mengusulkan nama ke Kemendagri sampai batas waktu 6 April 2023, sebagai bahan pertimbangan.
"DPRD melalui Ketua DPRD dapat mengusulkan 3 Nama calon Penjabat Bupati/ Wali Kota dengan orang yang sama/berbeda untuk menjadi bahan pertimbangan Menteri dalam menetapkan Penjabat Bupati/Wali kota," bunyi petikan surat yang ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal Kemendagri, Suhajar Diantoro.
Menanggapi hal itu, Pengamat Pemerintah di Riau, Tito Handoko, menilai sebagai lembaga legislatif yang bersifat kolektif kolegial, apapun yang menjadi keputusan DPRD tentunya harus melalui Tata Tertib (Tatib) yang berlaku.
Jika mengikuti prosedur, kata Tito, tentu harus dibuat mekanisme pendaftaran hingga penjaringan oleh lembaga DPRD terhadap pejabat-pejabat yang memenuhi syarat, dan kemudian lahirlah semacam rekomendasi.
"Masalahnya sekarang sudah tanggal 3, batas waktu tanggal 6 April 2023, artinya tinggal 3 hari. Apakah tahapan yang kita bayangkan tadi bisa terkejar? Saya rasa tidak," tuturnya.
Untuk itu, Dosen FISIP Universitas Riau ini mengingatkan Pimpinan DPRD Kota Pekanbaru agar tidak melakukan hal-hal yang bisa berpotensi cacat prosedur.
Karena, jika Pimpinan DPRD Kota Pekanbaru tetap mengirim nama tanpa prosedur yang sesuai dengan regulasi, ia khawatir ini bisa memicu konflik internal di legislatif, yang kemudian memecah belah internal DPRD Kota Pekanbaru.
"Karena nama yang diusulkan itu versi pimpinan, bukan keputusan kolektif, bisa saja ada fraksi yang tidak menerima keputusan pimpinan. Terjadi konflik lagi, dan kita tentu belum lupa dengan konflik internal DPRD Pekanbaru yang berujung penggantian Ketua DPRD Pekanbaru," ulasnya.
Lebih jauh, Tito menambahkan, Kemendagri juga harus lebih memahami situasi politik di daerah, dan tidak memaksakan nama-nama tertentu untuk menjadi Pj di Kota Pekanbaru.
Sebagai informasi, di tahun 2022 lalu, Kemendagri menunjuk Sekretaris DPRD Riau, Muflihun, sebagai Pj Wali Kota Pekanbaru. Penunjukan ini menimbulkan konflik di Riau.
Konflik ini dikarenakan Muflihun bukanlah nama yang diusulkan oleh Gubernur Riau, Syamsuar. Akibatnya, komunikasi antara Pemerintah Provinsi Riau dan Pemerintah Kota Pekanbaru tidak terjalin dengan baik.
"Memang ada dasar penunjukan nama di luar usulan Gubernur, yaitu kalau di daerah itu ada Program Strategis Nasional (PSN). Tapi dampaknya, terjadi 'perang dingin' antara Gubernur dengan Pj Wali Kota, dan ini mengganggu program pembangunan di Kota Pekanbaru," pungkasnya.