Payung Elektrik Mesjid An-Nur Urung Rampung, Pengamat Endus Ketidakbecusan

Penataan-masjid-an-nur.jpg
(riau.go.id)

Laporan Sofiah

RIAU ONLINE, PEKANBARU-Pembangunan payung elektrik yang berjumlah 6 unit di kawasan Masjid Raya Agung An-Nur itu masih terlihat urung rampung. Para pekerja masih sibuk membenahi kerangka daripada payung elektrik yang mirip di Nabawi.

 

Pengerjaan yang terkesan lambat oleh PT Bersinar Jestive Mandiri ini harusnya kelar pada Desember 2022 lalu. Pemerintah pun sudah mendapat kesempatan dua kali namun tak kunjung selesai tepat waktu.

 

Diketahui pemanjangan dispensasi pengerjaan proyek senilai Rp42 miliar pada 50 hari kerja. Terakhir, 40 hari kerja yang ditetapkan sampai 28 Maret 2023. Artinya, jika sudah dua kali diberi perpanjangan, perlu diselidiki penyebab dari keterlambatan ini apakah faktor internal ataupun internal.

 

Menanggapi hal ini, Pengamat Sosial Ahmad Hidir, saat dikonfirmasi mengatakan, sebagai orang sosial artinya ketika si pemennag tender diumumkan dan menyanggupi pelaksanaan dan jumlah harian yang ditentukan sebetulnya harus dilaksanakan dengan baik sesuai kontrak kerja.

 

Kemudian, di dalam penentuan jika ini tender pasti ada panitia tender dan lelangnya yang sudah menyeleksi peserta yang akan ikut. 

 

"Jika memang di dalam surat perjanjian kerjasama atau penandatanganan kontrak hari kerjanya, harusnya dipenuhi," ungkapnya.

 

Didalam ketentuan pasal-pasal yang disepakati antara pemenang dan pemberi proyek, Hidir sebut, ada beberapa hal yang perlu dimaklumi jika ada penundaan atau keterlambatan yang harus disepakati.

 

"Misalnya ada bencana dan di luar kemampuan, itu harus dipahami. Kecuali, misalnya keterlambatan itu bukan faktor alam seperti kelalaian. Itu harus ada sanksi memang seperti kelonggaran beberapa hari. Kalau sudah diberi perpanjangan dua sampai tiga kali harus ada penegasan dan dipindahkan ke pihak lain," tegasnya.

 

Dilanjutkannya, jika sudah diberi kelonggaran dua sampai tiga kali, artinya si pemenang memang tidak sanggup melaksanakan itu. Kemudian, bahan baku yang dipasang juga harus diketahui dan diperhatikan apakah dari dalam atau luar negeri.

 

"Jika dari luar negeri, apakah memang ada keterlambatan dari luar atau memang ketidaksiapan manajemen dari dalam perusahaan yang melaksanakan itu," ujarnya.

 


Jika memang keterlambatan itu dari pihak luar, itu juga harus dicari solusi baik antara pemberi dan pemenang. Jika pemenang yang lambat, lagi-lagi Hidir sebut harus ada sanksi kepada pemenang proyek.

 

"Terlebih jika dananya sudah diberikan maka perlu sanksi. Pasti sudah diberi sekian persen. Kecuali, jika dana belum diberikan oleh pemberi proyek wajar saja jika terlambat," terangnya.

 

Perhatikan Kualitas

 

Molornya pengerjaan 6 unit payung elektrik di kawasan Masjid Raya Agung An-Nur, Pekanbaru, pun membuat publik kecewa lantaran tidak mengetahui penyebab internal. Sebab, publik sudah berharap sejak adanya informasi pembangunan payung elektrik dan ingin merasakan ibadah ramadan maupun hari raya layaknya di Nabawi.

 

"Suatu kebanggaan bagi publik. Namun, publik tidak tau masalah tender dan lainnya. Yang publik tau, kelalaian dari pemprov atau pemberi proyek," ucap Pengamat Sosial, Ahmad Hidir.

 

Jika pemprov merasa dirugikan terkait keterlambatan ini, harus memberi pressure pada pemenang. Lagi-lagi jika kesalahan pada pemenang harus ada sanksi.

 

"Sudah benar itu mereka menyiapkan sampai akhir tahun sesuai anggaran APBD. Kalau Januari kan pasti proyek baru lagi. Kalau ada keterlambatan, si pemberi dan si pemenang harus negosiasi," ungkapnya.

 

Ke depan, Hidir sebut, agar tidak hanya memperhatikan target namun juga kualitas. Hasil harus maksimal.

 

"Jika keterlambatan memang bukan faktor lain seperti alam yakni gempa dan banjir selama ini tidak ada. Menurut saya itu ada keterlambatan pembayaran antara dari sisi pemenang atau karena pengiriman payung dari luar. Ini harus dimaklumi," tegasnya.

 

Dirinya yang juga bagian dari masyarakat Pekanbaru berharap agar pembangunan cepat selesai dan bisa digunakan untuk ibadah. Meski begitu tetap memperhatikan kualitas agar tidak cepat rusak.

 

 

 

"Jangan baru berapa bulan, rusak atau macet jadi gabisa dipakai. Atau hanya bisa terbuka namun tidak bisa tertutup. Apalagi biayanya mahal. Yang rugi bukan hanya pemprov namun juga masyarakat. Sebab uang APBD kan uang kita bersama," pintanya.

 

Dipastikan jika molor sampai 90 hari, Hidir katakan, ada kelalaian baik dari pemenang proyek atau dari pihak lain. "Dalam proses itu, kadang tercium baunya tapi kita tidak tau siapa yang buang angin," tutupnya.