Bupati Meranti Minta Bappenas Perhatikan Kondisi Kemiskinan Ekstrim

Bappenas-ke-Meranti.jpg
(TIKA AYU/RIAUONLINE)

RIAUONLINE, PEKANBARU - Bupati Meranti, Muhammad Adil, mengungkapkan kesedihannya terkait kemiskinan di Kepulauan Meranti, Riau, yang kian memprihatinkan. Hal ini diungkapkan Adil saat Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) melakukan kunjungan kerja di Negeri Sagu itu.

Adil menyebut tingkat kemiskinan di Kepulauan Meranti sudah sangat memprihatinkan.

"Saya merasa kampung saya paling miskin. Kalau bapak Sekretaris Bappenas ingin tahu, dari 100 ribu penduduk Riau ini, sebanyak 6751 miskin ekstrem itu orang Meranti. Tapi tadi di paparan itu nggak ada tentang cara membangunnya," ungkapnya.

Adil pun mengatakan terkait Perpres Nomor 43 tahun 2020, Presiden mengeluarkan peryataan bahwa Meranti adalah daerah tertinggal, terluar dan terbatas.

"Terakhir, terlupakan. Bagaimana konsepnya ini, permintaan siapa? Masa sudah buat Perpres lupa? Coba pikirkan, apa ada kepentingan-kepentingan," tanya Adil. 



Adil pun mengungkapkan bahwa kondisi kemiskinan ekstrem di daerahnya sangat miris. Disebut Adil, ada 12.600 Kepala Keluarga (KK) miskin ekstrem di Meranti.  Komparasinya, kata Adil,  ada 25 persen lebih kesenjangan kemiskinan di sana dibandingkan dengan 11 kabupaten kota di Riau. 

"Bukan begini ditinggalkan Meranti. Padahal BPS 2021 menyebut sebanyak 25.68 persen masyarakat Meranti itu miskin, di tahun 2020 sebanyak 25.28 persen karena Covid naik.  Ini data Bappenas, berdasarkan data dari Data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE)," ungkapnya.

Bahkan, dalam sesi jawab pimpinan daerah itu, Adil kembali meminta perhatian dari Bappenas untuk masalah kemiskinan ekstrem di Meranti sebab angka 1,1 penyumbang kemiskinan di Indonesia disumbang oleh Meranti. 

"Atau pusat gak mau lagi mengakui Meranti, oke silakan lepaskan saja," pungkasnya. 

Menanggapi kondisi penanganan kemiskinan ekstrem di Meranti, Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan, Pungki Sumadi, mengatakan bahwa hal tersebut menjadi masalah nasional bukan hanya di pemerintah pusat, tapi juga daerah, masyarakat, dan dunia usaha.

"Bahkan sejak zaman dulu mengembangkan program kecamatan terpadu, program penanggulangan kemiskinan perkotaan sudah melibatkan kerjasama dengan pemda, mahasiswa, dan masyarakat. Jadi kebijakan ini bukan kebijakan baru," sebutnya.

Tidak disinggungnya masalah pembangunan kemiskinan ekstrem itu, kata Pungki, karena kunjungan kerja Bappenas kali ini terfokus pada tema ekonomi makro soal pembangunan industri dan infrastruktur. 

"Apakah tidak penting? tidak ada yang bilang tidak penting tapi ada prioritasnya. Jadi bisa saja ini kunjungan awal yang dibahas industri biru dan infrastruktur," ujarnya.