RIAUONLINE, PEKANBARU - Kondisi sampah di Pekanbaru belum terselesaikan. Lelang yang tak kunjung usai dan berlarut-larut membuat masalah sampah semakin sengkarut.
Salah seorang pekerja pengangkut sampah yang sudah bekerja 24 tahun menyebut kondisi ini hanya terjadi di masa pemerintahan Wali Kota Firdaus.
"Di zaman pak Herman masalah sampah ini diberikan ke Camat atau Lurah, karena mereka yang tahu daerahnya, sekarang di lelang ke swasta karena lebih murah. Tapi justru tidak memikirkan nasib pekerja di waktu transisi ini," jelasnya.
Atas hal ini, mereka berpendapat apa yang dilakukan oleh Pemko tidak berpihak terhadap buruh pengangkut sampah dan masyarakat.
"Kami tidak melihat pak Fir mementingkan masyarakat, tetapi punya kepentingan bisnis di sini," tegasnya.
Ia menyebut mayoritas pekerja yang bekerja di perusahaan pengelola sampah tersebut adalah pekerja semasa pengelolaan DLHK sehingga merasakan perbedaan.
"Kami 60 persen direkomendasikan DLHK. Jadi kami ditempatkan di zona dimana sebelumnya kami bekerja," ungkap seorang pekerja.
Ia menyebut perihal upah kerja menjadi masalah paling pelik yang mereka alami. Mereka mendapatkan upah yang sama namun beban kerja meningkat.
"Upah sama, karena perusahaan berpedoman ke dinas. Kerjaan beda, volumenya lebih banyak. Kata orang PT kami ikut dinas. Giliran bayar murah kalian ikut dinas," ujar mereka.
Selain itu, upah tambahan tidak didapatkan para buruh saat lembur termasuk saat masuk di tanggal merah atau libur nasional.
Padahal, sampah harus tetap diangkut meski hari libur, jika tidak akan terjadi penumpukan dan menjadi masalah yang lebih besar.
Selain itu pula, masalah kontrak juga menjadi masalah utama, mereka bekerja tanpa kontrak sehingga dapat diberhentikan kapan saja bahkan oleh mandor sekalipun.
"Kalau mau kerja dipakai, kalau tidak yang dipecat. Lucunya disini mandor pun bisa pecat supir. Semuanya bisa jadi direktur yang memecat orang sembarangan, di dinas itu kontrak kami pertahun, tidak bisa diberhentikan sembarangan, " tutupnya.