RIAUONLINE, PEKANBARU - Anggota DPRD Riau dari fraksi PAN Ade Hartati memastikan akan memberi perhatian kepada mahasiswa UIN Suska yang selama ini mengalami intimidasi dari pihak kampusnya dibawah kepemimpinan Akhmad Mujahidin.
Menurut Ade, apa yang dilakukan oleh Akhmad Mujahidin kepada mahaiswa UIN dengan melarang mahasiswa melakukan aksi adalah upaya pembungkaman terhadap pergerakan.
"Ini mematikan demokrasi yang sudah diperjuangkan dahulu, ini juga mematikan pembentukan intelektualitas pemuda," tegasnya dihadapan mahasiswa dan alumni UIN Suska, Sabtu, 21 September 2019.
Ade juga mengingatkan agar para mahasiswa tidak boleh mundur hanya karena mendapat ancaman dari rektor, ancaman tersebut harus dijadikan semangat untuk aksi yang lebih besar lagi.
"Jangan takut DO (drop out) dari rektor, kami akan maju paling depan jika itu terjadi," tambahnya.
Kampus, kata mantan aktivis ini, harus bisa mencarikan dan memberikan iklim pendidikan yang baik kepada mahasiswa agar mahasiswa bisa belajar dengan baik dan membentuk intelektualitas mahaiswa.
"Kabut Asap yang terjadi di Riau adalah tragedi kemanusiaan, ini tidak bisa didiamkan lagi. Riau adalah penyumbang devisa terbesar ke pusat, pergerakan mahasiwa harus didorng supaya Riau ini diperhatikan oleh pusat. Makanya aksi-aksi harus kita dukung," jelasnya.
Ade bahkan akan melaporkan tindakan otoriter rektor UIN Suska ke pihak kementerian, sebab kampus perguruan tinggi merupakan kewenangan pemerintah pusat, sehingga daerah hanya bisa memberi rekomendasi saja.
Pun begitu, Ade siap jika pihak mahasiswa menginginkan audiensi dengan pihak rektorat terkait dugaan upaya pembungkaman ini.
"UIN memang kewenangan pusat. Tapi kan yang kuliah disana adalah rakyat Riau, dan kami sebagai wakil rakyat bisa saja memanggil," tutupnya.
Sebelumnya, puluhan mahaiswa mengadukan perlakuan rektornya yang terkesan otoriter selama menjabat sebagai rektor. Buktinya, rektor menunjuk langsung senat mahaiswa dan dewan mahasiswa sendiri tanpa memperdulikan suara mahasiswa.
Rektor juga dengan kewenangannya memecat wakil rektor II Kusnadi tanpa berpedoman pada UU. Namun, pemecatan ini gugurkan oleh Pengadilan Tinggi Urusan Negara (PTUN)
Kemudian, rektor juga beberapa kali mengintimidasi lembaga pers mahasiwa gagasan.