Laporan: RICO MARDIANTO
RIAU ONLINE, PEKANBARU - Mantan aktivis mahasiswa yang terlibat dalam Gerakan Riau Merdeka, Elviriadi, mengatakan, sudah sepantasnya Riau menuntut lebih kepada pemerintah pusat di Jawa apa yang sebenar-benarnya jadi hak bumi Melayu Lancang Kuning.
Sebagai provinsi penyumbang devisa terbesar dari sektor minyak bumi sejak Indonesia Merdeka 74 tahun silam, keadilan kue pembangunan diimpikan sama sekali tak terwujud. Ditambah lagi, kemiskinan semakin banyak di Riau.
"Masyarakat Riau saya minta untuk kembali mengkritisi keseimbangan antara kontribusi Riau dalam hal migas (minyak dan gas) itu, sekian barel per hari, apakah sudah sepadan dengan didapat. Terutama apa diterima DBH atau DAK untuk Riau maupun hak-hak konstitusional lainnya, seperti otonomi pendidikan, otonomi kebudayaan, dan hubungan dengan negara tetangga lebih leluasa dengan Sijori (Singapura-Johor-Riau)," kata Elviriadi kepada RIAUONLINE.CO.ID, Senin, 3 Juni 2019.
Dosen di UIN Suska Riau ini berpendapat, belum banyak perubahan dirasakan masyarakat Riau pasca-gerakan Riau Merdeka digaungkan pada 1998 silam.
Wakil rakyat di Senayan, baik DPR RI berjumlah 11 orang ditambah 4 anggota DPD, kritiknya, sama sekali tak miliki posisi tawar kuat di Jakarta, dibandingkan provinsi tetangga, Sumatera Barat atau Sumatera Utara.
Sudah sepatutnya, ungkap Elviriadi, wakil rakyat asal Riau di DPR maupun DPD bernyali menyampaikan aspirasi soal Otonomi Khusus (Otsus) ini.
"Lanjutkan Otsus kalau bisa ditingkatkan jadi referendum," kata Elviriadi, saksi hidup Kongres Rakyat Riau (KRRI) II tahun 2000 tersebut.
Riau menjadi penyumbang terbesar produksi minyak mentah dan kondesat secara nasional. Dari target lifting 775 ribu barel per hari, per Januari 2019, dari perut bumi Riau disumbangkan 30 persen di antaranya atau sekitar 222.330 barel per hari.
Mengacu data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Riau dirilis awal tahun ini, penurunan angka kemiskinan di tanah Melayu tidak signifkan dari tahun ke tahun.
Jumlah penduduk miskin di Riau per September 2018 sebanyak 494 ribu jiwa atau hanya turun 0,2 persen jika dibandingkan dengan bulan September 2017.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD Riau, Asri Auzar menyatakan Riau tak meminta referendum seperti Aceh, melainkan menuntut pemberlakuan otonomi khusus kepada pemerintah pusat sebagaimana yang dulu pernah dideklarasikan masyarakat dan sejumlah tokoh Riau pada 11 Januari 2007.
Tuntutan Otsus ini lantaran Riau merasa diperlakukan tidak adil secara ekonomi, sedangkan Riau penyumbang devisa migas terbesar kepada pemerintah pusat.
"Kalau minta merdeka saya rasa tidaklah, tapi kalau Otsus itu tidak masalah, lagian Otsus ini juga sudah lama digaungkan," ujar Asri, Kamis, 30 Mei 2019.