RIAU ONLINE, PEKANBARU - Penabalan gelar adat Datuk Seri Setia Amanah Negara kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), Sabtu, 15 Desember 2018, dinilai telah menyalahi aturan dalam berpakaian dalam Budaya Melayu Riau.
Ketua Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) Kabupaten Pelalawan, Datuk Seri Tengku Zulmizan Fainja Assagaf, mengatakan, ia yakin Presiden Jokowi tak tahu mengenai aturan pemakaian pakaian adat Melayu yang digunakan saat prosesi adat penabalan.
"Siapa yang memakaikan pakaian kebesaran adat kepada Datuk Seri Setia Amanah Negara Presiden Jokowi? Mengapa begitu berantakan? Kata orang Melayu: "tak semenggah" Sehingga tak nampak takah dan aura mengenakannya," kata kerabat Kerajaan Melayu Pelalawan ini, Senin, 17 Desember 2018 kepada RIAUONLINE.CO.ID.
Baca Juga:
Syarwan: Jaga Marwah Melayu Riau, Rabu Saya Kembalikan Gelar Adat Ke LAM Riau
Jokowi Curhat, Disebut-Sebut Antek Asing Sampai PKI
Tengku Zulmizan melihat, pemakaian pakaian adat Melayu dikenakan Presiden Jokowi kurang rapi, bengkong-nya (Sabuk di pinggang) terlalu tinggi sehingga badannya seolah-olah terbenam. Kain sampinnya (Samping) atau semacam rok, terbuka begitu lebar sehingga merekah atau mengembang.
Paling janggal dan menyalah secara adat, tutur Tengku Zulmizan, adalah pemakaian kain sampin atau kain samping, dimana kepala kain letaknya di sebelah depan, seharusnya sebagai laki-laki letak kepala kain dikenakan Jokowi di belakang yang dipakaikan simetris jarak kiri dan kanan.
"Ada tata krama, filosofi, serta makna dan pesan terkandung dalam pemakaian pakaian adat, termasuk dikenakan Pak Presiden. Kain sampin juga demikian, ada aturannya," tutur Zulmizan.
Ia kemudian menjelaskan, untuk pemakaian kain sampin oleh laki-laki, umumnya kepala kain letaknya di belakang, terpasang simetris. Bagi masih lajang atau duda, ujarnya, ujungnya mesti sedikit di atas lutut.
Sedangkan bagi laki-laki sudah berkeluarga, mesti sedikit di bawah lutut kain sampin atau roknya. Sedangkan bagi laki-laki sudah kawin, namun belum memiliki anak dilipat kedua belah sisi.
"Jika sudah kawin dan sudah memiliki anak dilipat ke satu sisi, laki-laki yang punya status terhormat di dalam adat, ujung kainnya lebih ke bawah sedikit daripada laki-laki kebanyakan sudah kawin, makin ke bawah berarti makin tinggi status adatnya," jelas Zulmizan.
Ia juga menjelaskan, pemakaian kain sampin dan kepala kain bagi perempuan. Kepala kain songket dikenakan letaknya di belakang, terutama sudah berkeluarga.
Klik Juga:
Presiden Jokowi Resmi Bergelar Datu Seri Setia Amanah Negara
Bak Pengantin, Jokowi Dan Iriana Akan Duduk Bersanding Di LAM Riau
Kalau janda, kepala kain sengaja ditempatkan di sisi sebelah kanan sebagai tanda bersangkutan sedang tidak ada yang punya dan kode mencari jodoh, namun tidak terlalu ngotot.
Kalau ada perempuan, tuturnya, meletakkan kepala kain di sisi sebelah kiri, itu kode keras dia ingin cepat mencari pasangan. Orang Melayu bilang perempuan ini kategori miang atau keletah, artinya genit, atau gatal.
"Bagi yang memakai kain sampin pakaian Melayu dengan meletakkan kepala kain di depan, itu biasanya anak dara atau anak gadis guna menunjukkan status mereka tersebut," ungkap Tengku Zulmizan.
Dengan penjelasan tersebut, ketika RIAUONLINE.CO.ID menanyakan, bagaimana dengan kepala kain dikenakan Presiden Jokowi yang berada di bagian depan, bukan belakang laiyaknya seorang laki-laki, bukan seorang anak gadis.
Tengku Zulmizan kemudian mengatakan, kesalahan tersebut ia yakin tak diketahui oleh Presiden Jokowi. "Iya benar, kepala kain dikenakan Pak Jokowi ada di depan, itu untuk anak gadis, bukan laki-laki," ungkapnya.
Ia kemudian mempertanyakan, apakah saat mengenakan pakaian adat Melayu tersebut, Presiden Jokowi tak didampingi Mak Andam, seseorang yang profesional mengerti filosofi pemakaian pakaian adat Melayu Riau.
Apalagi, jelasnya, untuk sekelas Presiden, atau kepala negara, tentu tak bisa main-main dan salah dalam mengenakan pakaian adat. Pakaian adat dikenakan Jokowi merupakan pakaian adat lazim digunakan para raja di zaman dulu.
"Pengantin saja harus ada Mak Andam, konon apalagi seorang Presiden. Apakah hal sangat penting ini tidak menjadi perhatian Protokoler Kepresidenan? Mengapa pihak LAM Riau tidak menyimak hal ini, apakah tidak tampak? katanya mempertanyakan,
Zulmizan mengakui, ia memang orang yang tak setuju dengan penabalan gelar adat kehormatan bagi Presiden Jokowi. Namun, sebagai orang adat, ia juga tak rela dan ikhlas, jika Kepala Negara, dipermalukan di depan adat istiadat Melayu karena ketidaktahuannya mengenai aturan dalam adat.
"Menurut saya, ini sangatlah penting dan prinsip, sama sekali tidak sepele. Ini menyangkut alur patut adat-istiadat untuk menepati diistilahkan dengan adat diisi lembaga dituang. Apalagi menyangkut figur seorang Presiden, orang nomor 1 di NKRI. Janganlah main-main dalam urusan adat, karena di dalamnya otomatis juga terkandung urusan Tuah, Takah, dan Marwah. Jika menyalah, bisa timbul tulah (azab)," ungkapnya.
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE
Follow Twitter @red_riauonline
Subscribe Channel Youtube Riau Online,
Follow Instagram riauonline.co.id