Prabowo Dimata Miftah, Tetap Jaga Ibu Lagi Sakit saat Tiba Jadwal Piket Jaga (1)

Miftah-Nur-Sabri.jpg
(RIAUONLINE.CO.ID/ISTIMEWA)

RIAU ONLINEHari ini, Rabu, 17 Oktober 2018, Calon Presiden Prabwo Subianto tepat berulang tahun ke-67. Bagi seorang Miftah N Sabri, anak Riau yang dibesarkan di Kota Dumai, sangat beruntung mengenal secara dekat Prabowo dan pasangan Cawapresnya, Sandiahga S Uno. 

Kepada RIAUONLINE.CO.ID, Caleg Gerindra untuk DPR RI daerah pemilihan (Dapil) Riau 1 ini menuliskan kisah tersebut. Berikut tulisannya yang telah diedit tanpa mengubah alur, hanya ejaan yang salah saja. 

Mengenal namanya saya sudah lama. Waktu itu saya berusia 7 tahun. Saya ikut pencak silat Satria Muda Indonesia. Paman saya seorang pelatih silat di perguruan tersebut dan memajang fotonya di dinding kamar. Sekeluarga kami mengenal nama ini lewat jalan itu. Lewat program yang Ia inisiasi, anak-anak muda berbakat dilatih menjadi pendekar-pendekar muda terbaik dengan ikut program khusus di Batu Jajar.

Sejak dulu, Ia sudah mencintai pencak silat, seni tradisi bela diri asli Indonesia. Maka dari itu, ketika beberapa waktu yang lalu Silat menyumbangkan banyak Emas dalam Asian Games dan Organisasi pencak silat IPSI di bawah kepemimpinan beliau mendapatkan reward di tengah publik, kita tentu tak usah kaget.

Jangankan kita, Pak Jokowi saja mengakui itu. Ia selalu berkorban untuk apa yang Ia yakini sebagai sebuah kebenaran. Untuk para pesilat itu, Ia berkorban materi pribadi untuk mendukung prestasi.

Artinya, itu sebuah prestasi yang bukan hasil sulap sim salabim. Itu ada hasil konsistensi kecintaan beliau pada pencak silat sejak lama. Prabowo, soal pencak silat, telah melewati apa yang disebut Malcolm Gladwell sebagai Ten Thausands hours of mastering" teori yang menyatakan seseorang akan menjadi sangat ahli dalam mengerjakan satu bidang, jika ia sudah melewati sepuluh ribu jam konsisten melakukan hal tersebut.

Keahlian dan keterlibatan dalam dunia pencak silat sudah ia kerjakan jauh sebelum keramaian dan hiruk-pikuk politik menyapa kehidupannya. 

Kemudian semuanya melompat begitu cepat. Saya dibawa waktu untuk mengenal beliau tidak lagi dari kejauhan. Dari Kakak saya. Kakak saya kebetulan seorang tenaga medis ditugaskan untuk melakukan terapi pada alm Ibu beliau di Rumah sakit Darmanugraha Jakarta.

Waktu itu, lewat kakak saya, saya mendengar langsung tradisi keluarga ini. Merawat Ibunya yang sudah sakit tua. Prabowo harus menjadi orang biasa. Dia bergantian jaga dengan kakak-kakaknya yang lain, bergantian dengan Hashim dan Bianti.



Kakak saya berinteraksi langsung dengan keluarga ini. Tidak ada cerita. Jika waktunya Prabowo piket jaga Ibunya, ya dia harus jadi petugas jaga. Layaknya semua kita jika orangtua kita yang terbujur sakit karena tua, Prabowo pun melakukannya. Biasanya kalau waktu Prabowo jaga, dia senantiasa bawa buku bacaan.

Prabowo membaca buku tebal-tebal guna membunuh waktu, menjaga Ibunda Dora. Khasnya lagi. Ada seekor Anjing herder selalu setia menemani beliau kemanapun.

Petugas medis yang berjaga mulanya agak takut. Tapi si Tuan memastikan. Tenang saja. Dia menjaga Tuannya. Jika ada Prabowo, Anjing itu patuh. Tak bergeser sedikitpun. Mungkin macam Anjing setia di Ashabul Kahfi.

Kakak saya bercerita. Prabowo ramah, Pak Hashim ramah. Bu Bianti yang sedikit galak. Di antara mereka bersaudara, kalau bercakap-cakap menggunakan bahasa Inggris atau Belanda. Mereka sepertinya memang berfikir dalam bahasa Inggris.

Usut punya usut, akhirnya Kakak saya tahu bahwa keluarga ini memang memiliki bahasa Ibu dalam Bahasa Inggris. Jauh sebelum bahasa ala-ala anak Jaksel jadi trend sekarang sekarang ini, literally Prabowo adik beradik memang tumbuh dan berkembang sejak golden ages menggunakan bahasa Inggris. Dari SD sampai SMA ia sekolah di luar negeri, sampai akhirnya pulang ke tanah air untuk menempuh pendidikan militer.

Banyak cerita lucu kemudian hari soal perjuangan Prabowo yang "mimpi" nya saja dalam Bahasa Inggris ini untuk belajar Bahasa Indonesia. Contoh bagaimana Prabowo muda bingung dengan istilah "anak buah" bertanya kepada sahabatnya, Soe Hok Gie, Maher Algadrie, dan Yusuf, Ketua KAPI kala itu. Dia dikerjai dengan jawaban "fruit boy".

Dengan lugunya Prabowo merekam itu sebagai anak-anak tukang anter buah. Belakangan ia baru faham, tiga orang ini sedang mengerjainya. Anak buah arti sesungguhnya adalah bawahan. Gie mati muda. Hidup berputar, Bowo tadinya anak buah Maher dan Yusuf di KAPI kini gantian menjadi anak buah di Partai Gerindra.

Belakangan saya baru tahu, Bianti itu memang kakak tertua. Jangankan tenaga medis. Prabowo dan Hashim pun takut padanya. Seperti kita semua. Kakak tertua selalu begitu.

***

Duh masih panjang yang hendak saya ceritakan. Rasanya sudah melewati syarat minimal menulis di linimasa. Maklum generasi sekarang katanya pembosan dan tak bisa baca lama-lama. Saya sudahi dulu cerita saya. Nanti saya lanjutkan. Kalau semua ditulis sekarang, saya ga ditunggu-tunggu lagi. Hehehe

Dirgahayu 67 Bapak Prabowo Subianto. Semua orang ada masanya. Setiap masa ada orangnya. Semoga Allah meridhai sisa usiamu. Dan (dengan izin Allah semoga) sekarang adalah masanya!

Go Go Prabowo Go!
Run Bapak Run! 
Jangan pernah berhenti mencintai Indonesia.

Selamat Ulang Tahun Bapak