RIAU ONLINE - Masih teringat di benak Satya Graha, saat ia mendaftarkan diri untuk menjadi anggota Markas Besar Pertemuan (MBT) Djawa Timoer di Madiun. Ternyata, ia diwawancarai langsung oleh pimpinan pasukan sang Mayor Jenderal Moestopo.
Saat sesi wawancara, tiba-tiba pelayan datang menyuguhi secangkir kopi. Alih-alih dinikmatinya sendiri, Moestapa malah langsung menggeser cangkir kopi itu ke hadapan Satya.
“Nih kamu minum saja kopinya, soalnya hanya satu cangkir,” ujar sang jenderal, mengutip Historia.id, Selasa, 1 Mei 2018.
Di mata anak buahnya, Moestopo memang dikenal sebagai sosok egaliter sekaligus nyeleneh. Moestopo pernah nekad menyerang posisi militer Belanda dari atas kereta api yang dikendarai dengan kecepatan tinggi, saat ia memimpin Divisi Mobil dengan mengandalkan sebuah kereta api dalam operasi itu.
“Heh kalian, kalau kalian belum mengenalku, catat namaku: Jenderal Moestopo!” teriak Moestopo sambil berkacak pinggang di pintu kereta api yang terbuka saat bertempur.
Kereta api tempur itu juga tak jarang berhenti sekonyong-konyong di tengah jalan. Masinis memberhentikan kereta api sekedar memenuhi perintah sang komandan yang sedang kebelet uang air kecil.
Namun, yang paling mengesankan para anak buahnya adalah kebiasaan Moestopo mengkonsumsi daging kucing. Sejarawan Robert B. Cribb, mengatakan, kebiasaan itu dilakukan oleh sang jenderal guna “memelihara kemampuan tempurnya”.
Alasannya sangat sederhana. “Supaya dapat melihat dalam gelap layaknya mata seekor kucing,” tulis Cribb dalam Ganster and Revolutionaries, The Jakarta People’s Militia and Indonesian Revolution 1945-1949.
Tradisi nyeleneh itu sempat diketahui oleh Kepala Staf TRI, Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo. Kala itu 1947, Moestopo mengajak Letjen Oerip meninjau pos terdepan pasukannya. Di suatu pos, tiba-tiba perhatian Oerip tertuju pada deretanmakam dengan nisan sederhana terpancang di atasnya.
“Itu makam?” tanya Letjen Oerip
“ Ya Jenderal!” jawab salah satu anggota pasukan Moestopo
“ Jadi banyak korban di sini?”
“ Ya..Ya..Jenderal,” ujar sang prajurit, kali ini dalam nada tergagap-gagap.
Dengan mimik serius, Oerip memperhatikan kembali makam-makam tersebut. Wajahnya sedikit mendung.
“ Tetapi maaf Jenderal…Itu bukan makam manusia…” ungkap si prajurit dalam nada agak segan.
“ Lha terus makam apa?”
“ Ehmm..Anu Jenderal…Itu hanya makam ayam, kambing dan…kucing, yang menjadi korban santapan kami sehari-hari…”
Konon sesungguhnya pembuatan komplek pemakaman binatang itu adalah idenya Mayor Jenderal Moestopo. Untuk apa? Ya, apa lagi jika bukan untuk menghormati jasa-jasa kucing dalam perjuangan karena “sudah bersedia disantap”.
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE
Follow Twitter @red_riauonline
Subscribe Channel Youtube Riau Online,
Follow Instagram riauonline.co.id