Kapten Lukas, Pejuang Indonesia Bertubuh Kecil yang Bikin Repot Belanda

Kapten-Lukas-Kustaryo.jpg
(Dok. Arsip Nasional Republik Indonesia)

RIAU ONLINE - Lukas Kustaryo, pria kelahiran Magetan, Jawa Timur 20 Oktober 1920, seorang tokoh pejuang yang dicari-cari tentara Belanda saat Pembantaian Rawagede.

Pria ini bertubuh kecil, tapi kiprahnya sangat merepotkan pemerintahan Belanda di Indonesia. Saat zaman pendudukan Jepang, Lukas masuk dalam Pasukan Pembela Tanah Air (PETA) dan ditempatkan di Brigade III/Kian Santang, Purwakarta, yang saat itu dipimpin Letkol Sidik Brotoatmodjo.

Lukas kemudian, diangkat sebagai Komadan Kompi Batalyon I Sudarsono/ Kompi Siliwangi atau yang dikenal sebagai Kompi Siliwangi Karawang-Bekasi, yang kini dikenal sebagai Batalyon Infantri 302 Tajimalela, Bekasi, di bawah Kodam III Siliwangi.

Saat menjabat Komandan Kompi, Lukas memang dikenal sebagai pejuang yang gagah berani dengan taktik untuk mengalahkan pasukan Belanda.

Bahkan, menurut Ketua Yayasan Rawagede, Sukarman, Lukas kerap memakai seragam pasukan Belanda untuk mengelabui dan membunuh para tentara Belanda. Ia juga dikenal sangat gesit.

"Sangat gesit seperti belut saat disergap Belanda," kata Sukarman, melansir Wikipedia, Rabu, 4 April 2018.

Pejuang asal Rawagede, Sya'ih Bin Sakam bercerita bahwa kiprah Lukas dalam memperjuangkan kemerdekaan sangat besar. Lukas kerap melakukan sabotase terhadap kereta api yang membawa persenjataan Belanda.
Suatu hari kata Sya'ih, Lukas pernah membajak rangkaian kereta yang dipenuhi senjata dan amunisi bagi pasukan Belanda, dari Karawang menuju Jakarta.

Peristiwa itu ternyata membuat pasukan Belanda kesal bukan kepalang kepada Lukas. Hingga Lukas dijadikan target utama bagi pasukan Belanda di Karawang sampai Jakarta. Dan semua kegiatan Lukas dimonitor.

Bahkan, sejumlah ribuan golden rela dikeluarkan hanya sekadar untuk mencari informasi terkait keberadaan Lukas.

Hingga pada 8 Desember 1947, Belanda mendengar kabar bahwa Lukas tengah berada di Rawagede. Informasi itu kemudian disikapi pasukan Belanda dengan skenario penyergapan di Karawang-Bekasi.


Pasukan Belanda juga dikerahkan dari Jakarta dan didatangkan ke Rawagede dengan bersenjata lengkap. Sebagian dari mereka berasa dari pos pasukan Belanda di Jakarta. Sampai-sampai, Pasukan Belanda mengerahkan tank untuk mengakhiri perjuangan Kapten Lukas saat itu.

Tapi, kata Sya'ih saksi hidup yang menutup usia pada Juni 2011 itu, sejumlah tank tersebut tidak bisa masuk ke Rawagede lantaran para pejuang dan warga memutus semua jembatan yang menghubungkan ke Rawagede.

"Akhirnya pasukan infantri yang masuk," lanjut Sya'ih.

Kala itu, Rawagede dikepung oleh pasukan infantri Belanda. Sementara, pasukan kavaleri melepaskan tembakan meriam dan cannon ke arah desa. Namun, tetap saja Kapten Lukas masih bisa lolos.

Ada dua versi terkait lolosnya Lukas dari kepungan Belanda. Pertama, sebelum pengepungan terjadi Lukas dan pasukannya sudah pergi terlebih dahulu dari Rawagede sehingga pasukan Belanda tidak bisa menemukannya. Sementara versi lainnya, Lukas ada di Rawagede saat pengepungan terjadi. Hanya saja ia berhasil lolos lantaran diselamatkan para pejuang lainnya.

Menurut anak korban pembantaian Rawagede, Edi Junaidi, Kapten Lukas saat pengepungan bersama anak buahnya lolos dari kepungan dan bersembunyi di Desa Pasirawi, yang berjarak 2 kilometer dari Rawagede.

"Saya dapat cerita dari ayah saya (Marta), yang ikut menyelamatkan Kapten Lukas," kata Edi.

Edi mengatakan, Lukas bersembunyi di Desa Pasirawi selama sepekan. Kemudian, berangkat ke Jakarta. Diketahui, Lukas pergi ke wilayah Cililitan untuk menggempur pasukan Belanda yang ada di sana.

Terang saja, pasukan Belanda kesal dengan lolosnya Lukas. Karena terlalu benci dengan Lukas, pemerintah Belanda mengabadikannya dalam bentuk patung. Soal patung ini diungkapkan Sukarman yang sempat dua kali datang ke Belanda untuk menghadiri pengadilan gugatan pembataian Rawagede.

Disebutkan Sukarman, yang merupakan ahli waris korban pembantaian Rawagede itu, Patung Lukas ada di sebuah gedung di Den Haag, Belanda.

"Saya tidak tahu persis lokasinya. Tapi saat datang ke gedung itu saya melihat patung separuh badan yang bertuliskan "Lukas" dan di bawah tulisan itu tertulis "Begundal dari Karawang," jelas Sukarman

Sayangnya, setelah pasukan Belanda hengkang dari Indonesia, nama Lukas justru seolah hilang ditelan bumi. Lukas baru muncul ketika monumen pembantaian Rawagede didirikan. Saat itu, kata Sukarman, Lukas 3 kali datang ke pemakaman pahlawan Rawagede.

Dan setahun kemudian, 8 Juni 1997, Lukas meninggal dunia dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Cipanas.

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE 

Follow Twitter @red_riauonline

Subscribe Channel Youtube Riau Online

Follow Instagram riauonline.co.id