RIAU ONLINE, PEKANBARU - Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Riau, dan WWF Riau yang tergabung dalam koalisi Eyes on the Forest (EoF) menilai keberatan dari industri kehutanan dan kelapa sawit untuk segera mematuhi peraturan terkait pengelolaan dan perlindungan gambut sesuai tertuang dalam Peraturan Menteri Nomor 17 tahun 2017 menunjukkan lemahnya komitmen mereka terhadap perbaikan pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan.
Menurut EoF, industri HTI dan sawit sudah saatnya menghentikan kerakusan dan fokus mendukung upaya restorasi gambut, mengingat besarnya kerugian ekologi, sosial dan ekonomi yang ditanggung bangsa ini akibat perusakan gambut.
Direktur Eksekutif WALHI Riau, Riko Kurniawan mengatakan sikap resistensi yang ditunjukkan pelaku bisnis industri kehutanan dan perkebunan kelapa sawit sangat kontraproduktif dengan semangat memperbaiki lingkungan hidup dan tata kelolanya, terutama perlindungan hutan dan lahan gambut.
Baca Juga: Lembaga Lingkungan Hidup: Kapolda Riau Tak Berani Tegakkan Hukum Bagi Korporasi
"Rendahnya komitmen pihak industri terhadap kepedulian pada perlindungan gambut dan restorasinya sudah cukup memprihatinkan," katanya melalui siaran pers yang diterima RIAUONLINE.CO.ID, Kamis, 27 April 2017.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) nomor P.17/MENLHK /SETJEN/KUM.1/2/2017 tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor P.12/MENLHKi/2015 tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri secara tegas mengatur adanya kewajiban pemulihan gambut yang rusak maupun alokasi Kawasan Fungsi Lindung Ekosistem Gambut dalam tata ruang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu - Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI).
Permen LHK nomor 17 itu, kata Riko, merupakan koreksi terhadap tata kelola ekosistem gambut dalam areal HTI, karena rusaknya gambut telah membuat Negara, dan kawasan regional menderita kebakaran hutan dan bencana asap yang tak henti selama 19 tahun.
"Komitmen kelestarian industri kehutanan terbukti hanya lips service jika mereka selalu memprotes peraturan yang mendukung perlindungan hutan dan gambut. Padahal, inilah akar persoalan maraknya bencana asap dan kerusakan lingkungan yang luar biasa merugikan dari segala aspek," lanjutnya.
Klik Juga: Walhi Sebut Pekerjaan Besar yang Harus Dipikul Dinas LHK Baru
Menurutnya, industri pulp dan kertas maupun industi sawit, di berbagai media sering menyayangkan berkurangnya lahan dan pengelolaan mereka akibat Permen nomor 17, misalnya melindungi kawasan fungsi lindung ekosistem gambut di dalam konsesi HTI dan larangan untuk menanam lagi di kawasan tersebut.
“Hasil temuan investigasi kami berulangkali menunjukkan gagalnya pengelola HTI dan kelapa sawit melindungi konsesi mereka dari pembukaan kanal gambut, pembakaran maupun perambahan,” kata Nursamsu dari WWF-Indonesia.
Padahal, kata dia, aturan pemilahan area konsesi untuk restorasi dan fungsi lindung ekosistem gambut merupakan solusi dalam mengatasi pengrusakan hutan dan gambut di konsesi HTI. " Harusnya mereka mendukung dan membuang paradigma lama yang menjalankan bisnis tanpa memperhatikan aspek lingkungan hidup dan konservasi," lanjutnya.
Koalisi EoF menganggap adanya kabar akan banyaknya pekerja industri kertas dan pulp dirumahkan dan kinerja mengalami penurunan tak lebih sebagai taktik lama industri HTI , seperti juga pernah dilakukan ketika operasi penertiban terhadap konsesi HTI yang merusak lingkungan pada 2007-2008 di Riau.
Lihat Juga: 200 Hari Kinerja, Jikalahari Ungkap 'Hutang' Kapolda Riau ke Masyarakat Riau
“Kami tak heran kalau isu pekerja dan masyarakat sekitar hutan, termasuk isu penurunan kontribusi PNBP dan devisa negara dari kedua industri tersebut kembali diangkat untuk mengancam Pemerintah yang berada pada jalur yang benar,” kata Koordinator Jikalahari, Woro Supartinah.
EoF berharap pemerintah cukup cermat melihat hal ini, dan tetap konsisten dengan komitmen pengelolaan dan perlindungan gambut, karena melindungi hutan alam dan gambut adalah juga investasi jangka panjang yang akan melindungi ratusan juta penduduk Indonesia dari resiko bahaya.
Untuk itu, EoF meminta MenLHK secara tegas mengimplementasikan peraturan terkait pengelolaan dan perlindungan gambut dan meminta Presiden Joko Widodo untuk segera menerbitkan Perpres moratorium sawit.
Selain itu, EoF juga mendesak pemerintah untuk melakukan sosialisasi dan penyadaran kepada pihak bisnis dan DPR terkait dengan semua peraturan baru soal restorasi gambut dan perlindungannya serta meminta asosiasi pengusaha hutan dan pengusaha sawit untuk aktif mendukung implementasi peraturan terkait pengelolaan dan perlindungan gambut.
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline