Wahyu Sardono yang dikenal sebagai Dono Warkop masih berstatus mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Universitas Indonesia
(CDN KLIMG.COM)
RIAU ONLINE - Kala itu 15 Januari 1974, demontrasi mahasiswa berujung kerusuhan sosial yang dikenal sebagai peristiwa Malapetaka Limabelas Januari (Malari). Peristiwa itu dianggap sebagai perlawanan pertama yang digalang mahasiswa sejak Orde Baru berkuasa di Indonesia.
Berawal dari keputusan besar yang diambil pemerintahan Presiden Soeharta di awal 1973. Pemerintah membuat kebijakan perekonomian Indonesia dengan melakukan kerjasama dengan pihak asing sebagai penanam modal di Indonesia.
Kebijakan itu teryata mendapat penolakan dari mahasiswa karena dianggap malah semakin merugikan bangsa. Mahasiswa kemudian menggelar aksi massa dan menentang kedatangan Perdana Menteri (PM) Jepang, Tanaka Kakuei ke Jakarta.
Baca Juga: Bukan Aceh, Kaum Ibu Minanglah Pertama Kali Beli Pesawat Untuk Indonesia
Kelompok mahasiswa yang dikomandoi Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia, Hariman Siregar, masih mengadakan diskusi dari perwakilan berbagai kampus untuk rencana aksi selanjutnya menentang kedatangan PM Jepang itu.
Ketika itu Wahyu Sardono yang dikenal sebagai Dono Warkop masih berstatus mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Universitas Indonesia, bersama anggota Warkop lainnya, Kasino dan Nanu, turut serta dalam aksi itu, seperti dilansir dari Instagram MataPadi.
Dalam peristiwa 98 Wartawan senior Budiarto Shambazy, yang menjadi saksi pada peristiwa itu menceritakan bagaimana Dono dengan berani menghadang serbuan aparat keamanan yang yang menyerbu kampus Universitas Katolik Atmajaya, Semanggi, Jakarta.
Klik Juga: Wow, Sultan Siak Serahkan 13 Juta Gulden Untuk Modal Indonesia Merdeka
Demi menyelamatkan ribuan mahasiswa yang lari tunggang langgang masuk ke dalam kampus, Dono yang tak gentar berhadapan dengan aparat keamanan meski hanya menggunakan selang hydrant. Begitu juga saat Dono mengarahkan selang hydrant ke barisan aparat keamanan yang berada di jalur kanan Jalan Jenderal Sudirman.
Dono, seseorang yang mungkin tak terbayangkan sebelumnya. Bersama Warkop, Dono tidak hanya membawakan selera komedi biasa, Warkop juga dikenal dengan gaya humor satire yang sering menyentil kondisi politik di Indonesia.
“Tertawalah sebelum tertawa itu dilarang” menjadi jargon Warkop yang cukup populer, sering menjadi penghias menjelang ditayangkannya film-film Warkop.
Lihat Juga: Apa Jadinya NKRI Jika Tak Ada Buya Natsir Dengan Mosi Integralnya
Jargon itu juga hendak mengajarkan tentang arti kebebasan yang bertanggungjawab. Bukan sekadar untuk merayakan, menikmati, tetapi juga mesti diperjuangkan, dipertahankan, agar kelak tidak berubah menjadi penindasan.
Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline