Catatan Yudi Latif: Ketuhanan J Leimena (2)

J-Leimena.jpg
(INTERNET)

RIAU ONLINE - Kerinduan akan sosok tokoh nasional yang bisa menjadi teladan bagi generasi muda saat ini, ternyata belum bisa menjawab itu semua. 

Banyak cerita-cerita masa lalu ditorehkan oleh Bapak Pendiri Bangsa (The Founding Fathers) Indonesia yang tak kalah bahkan mampu menjadi keteladanan bagi anak bangsa saat ini.

Untuk itu, RIAUONLINE.CO.ID, mengangkat tulisan bernas dan tajam dari seorang Yudi Latif, akademisi sekaligus pendiri Universitas Paramadina Mulya bersama Nurcholish Madjid, tentang keteladanan yang ada pada diri seorang Jong Ambon, J Leimena. Berikut tulisan penyandang doktor ini usai menuliskan tulisan ini mencantumkan, "Yudi Latif, Makrifat Pagi" 

Saudaraku, pada awal kemerdekaan, Indonesia memiliki seorang dokter religius memiliki kepedulian besar pada usaha kesejahteraan sosial, terutama menyangkut kesehatan masyarakat. Dokter itu bernama Johannes Leimena (biasa disapa Oom Jo), Putra Ambon (Maluku), kelahiran 6 Maret 1905.

Baca Juga: Catatan Yudi Latif: Ketuhanan Sjafruddin Prawiranegra

 

Ia kerap disebut sebagai dokter serba bisa, karena selain menjadi dokter menguasai berbagai ilmu kesehatan, ia juga seorang politisi dan diplomat dalam perundingan antara Indonesia dan Belanda. Leimena merupakan satu-satunya tokoh politik Indonesia pernah menjabat Menteri (termasuk menteri muda, wakil menteri dan wakil Perdana Menteri) dalam 18 Kabinet berbeda, selama 21 tahun berturut-turut tanpa terputus.

Sejak Kabinet Sjahrir II (1946) hingga Kabinet Dwikora II (1966), utamanya di Kementerian Kesehatan dan Sosial. Bahkan ia pun pernah menjadi Pejabat Presiden. Selain itu, Leimena juga menyandang pangkat Laksamana Madya (Tituler) di TNI-AL, ketika ia menjadi anggota dari KOTI (Komando Operasi Tertinggi) dalam rangka Trikora.

Kepedulian sosial-keagamaannya mulai bangkit saat ia menempuh pendidikan kedokteran tingkat rendah di STOVIA (School Tot Opleiding Van Indische Artsen) di Jakarta dan NIAS (Nederlandsch Indische Artsen School) di Surabaya. Pada masa ini, keprihatiannya atas kurangnya kepedulian sosial umat Kristen terhadap nasib bangsa memberinya motivasi untuk aktif pada “Gerakan Oikumene”.

Tokoh Nasional Johannes Leimana

 

JOHANNES Leimena berbincang-bincang dengan Proklamator Mohammad Hatta disaksikan oleh Letjen Soeharto pada pemakaman Pahlawan Nasional, Sutan Syahrir, tahun 1966.



Penghayatan religiositasnya tumbuh bersamaan dengan kesadaran sosialnya. Pada 1926, Leimena ditugaskan mempersiapkan Konferensi Pemuda Kristen di Bandung, kemudian melahirkan Organisasi Oikumene pertama di kalangan pemuda Kristen, Cristelijke Studenten Vereeniging (CSV).

Ini merupakan cikal bakal berdirinya GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia). Selain itu, sebagai aktivis Jong Ambon, ia juga ikut mempersiapkan Kongres Pemuda Indonesia II, menghasilkan Sumpah Pemuda. Setelah menempuh pendidikan kedokteran tingkat rendah di NIAS Surabaya (1930), ia melanjutkan studinya untuk meraih dokter penuh di Geneeskunde Hogeschool (GHS - Sekolah Tinggi Kedokteran) di Jakarta.

Klik Juga: Inilah Nama Asli Megawati Pemberian Bung Karno

 

Ia meraih gelar doktor pada 17 November 1939 dengan disertasi Leverfunctie-proeven bij Inheemschen”, mengkaji kasus-kasus penyakit dijumpainya selama bertugas. Setelah itu, ia berjuang melalui profesi kedokterannya untuk mengembangkan kemanusiaan, bukan hanya kemanusiaan secara fisik sesuai dengan profesinya sebagai dokter, melainkan juga humanisme transendental diwujudkan dalam tindakan.

Pemikiran kesehatannya melebihi batas-batas ilmu kedokteran dan kesehatan yang digelutinya. Dengan humanisme transendentalnya, Leimena menjelma menjadi sosok seorang dokter memiliki jiwa dan sifat kesetiakawanan tinggi. Sebagai orang beriman, ia mengamalkan ajaran Kristennya ke dalam pergaulan bermasyarakat dan berbangsa.

Bagi Oom Jo, beragama dan beribadah adalah “suatu kesadaran yang bertanggung jawab” sehingga dalam prakteknya adalah “berkewarganegaraan yang bertanggung jawab.”

Setelah menyandang gelar dokter, ia mulai bertugas di CBZ Jakarta (sekarang RS Cipto Mangunkusumo). Komitmen kemanusiaannya tersentuh saat membantu pasien korban letusan Gunung Merapi, dan tambah menguat ketika bertugas di rumah sakit Immanuel Bandung dan rumah sakit milik pabrik kertas di Padalarang.

Yudi Latif

PENGAMAT dan pendiri Universitas Paramadina Mulya, Jakarta, Yudi Latif.

Leimena terkenal karena keberhasilannya menemukan racikan obat salep untuk mengobati penyakit kulit ringan, banyak diidap rakyat kecil, dengan label “salep Leimena”. Salep sangat terkenal mujarab pada zamannya itu membuktikan seorang Leimena sebagai dokter inovatif dan peduli kebutuhan rakyatnya.

Oom Jo, panggilan akrabnya, merasa tak cukup melayani pasien yang ada di poliklinik atau rumah sakit. Ia sering berkunjung ke daerah sekitar Bandung melihat kondisi kesehatan masyarakat seperti di Sumedang, Padalarang, Majalaya, dan Ciparay.

Kelak, hasil persentuhannya dengan masyarakat ini membuatnya memiliki gagasan membentuk poliklinik untuk melayani masyarakat, khususnya petani. Ketika menjabat Menteri Kesehatan (1953-1955), Oom Jo merumuskan rencana pembangunan kesehatan komprehensif dikenal dengan nama Rencana Leimena.

Rencana ini mengkonsepsikan pelayanan kesehatan untuk pencegahan dan penyembuhan (preventif dan kuratif) dan perimbangan fasilitas layanan kesehatan di kota dan desa. Melihat kondisi kesehatan masyarakat disaksikan, menumbuhkan kepedulian pada Leimena.

Kepedulian kemanusiaan inilah membuatnya sangat mempedulikan kesehatan masyarakat Indonesia, dengan mengembangkan pendirian layanan kesehatan sekarang dikenal sebagai Puskesmas. Sedemikian kuat komitmen dan integritasnya dalam kemanusiaan dan kesejahteraan sosial, tak heran kalau Mohammad Roem, pernah menjadi Wakil Perdana Menteri Indonesia, menyebut Leimena sebagai “pribadi yang memiliki integritas, kejujuran penuh dedikasi”.

Lihat Juga: Indahnya Cerita Persahabatan Bapak Bangsa Ini, Antara Buya Natsir, IJ Kasimo Dan Aidit

 

Sri Sultan Hamengkubowono IX (1979) pun pernah mengenang arti penting sosok Leimena, “Andaikata Oom Jo sekarang ini masih berada di tengah-tengah kita, niscaya dia akan menjadi tauladan kita semua sebagai pemimpin politik yang jujur dan sebagai pemimpin tetap hidup sederhana dengan murni” (Zuhdi, 2010).

Bahkan tak kurang dari Bung Karno sendiri memberikan testimoni atas dirinya,- “Ambillah misalnya Leimena, seorang dokter desa. Kami pernah berjumpa sebentar di masa perang ketika ia mengobati sakit kepalaku dan kemudian, juga sebentar, ketika aku berkunjung ke kotanya setelah kemerdekaan. Tidak lama setelah itu seorang pembantuku menjemputnya untuk dibawa ke Jakarta. Sebagai seorang Kristen dari Maluku, ia mewakili dua minoritas kuinginkan dalam kabinetku, mewujudkan semboyan kami, Bhinneka Tunggal Ika. Yang lebih penting, saat bertemu dengannya aku merasakan rangsangan indra keenam, dan bila gelombang intuisi dari hati nurani begitu keras seperti itu menguasai diriku, aku tidak pernah salah. Aku merasakan dia adalah seorang yang paling jujur yang pernah kutemui” (Adams, 2011: 289).

Jejak langkah Dokter Leimena merupakan contoh ekselen dari semangat ketuhanan yang menjunjung tinggi nilai keadilan. Dirinya merupakan penjelmaan dari tiga peran sosial dalam mewujudkan keadilan sosial, peran penyelenggara negara, peran pasar/pelaku usaha (sebagai dokter dan pemegang merek “salep Leimena”) dan peran masyarakat sipil (sejak aktivis mahasiswa) yang secara bergotong-royong menghadirkan kesejahteraan sosial. (***)

Sukai/Like Fan Page Facebook RIAUONLINE dan Follow Twitter @red_riauonline