LUKISAN menggambarkan cerita heroik pertempuran di Kota Rengat, 5 Januari 1949. Belanda membantai ribuan warga, termasuk ayah kandung penyair Chairil Anwar, ketika itu menjabat Bupati Indragiri, Toeloes.
(RIAUONLINE.CO.ID/SAAN)
RIAU ONLINE, PEKANBARU - Pesawat Belanda melakukan penyerangan Pulau Bengkalis pada tanggal 20 Desember 1948. Saat itu pesawat tempur Belanda memberondong Pulau Bengkalis untuk mendarat dan menduduki Kota Bengkalis serta melindungi tentaranya yang berada di Bengkali.
Menurut kesaksian dari Mayjend TNI Nasrun Syahrum, beberapa hari kemudian Selat Panjang pun diserang. Musuh mulai mendekati Pantai Kuala Sungai Siak menuju Pekanbaru dengan menggunakan kapal-kapal perangnya. (KLIK: Ditembak Pemuda Riau, Pesawat Pembom B-25 Patah Dua)
Pada tanggal 18 Januari 1949 pos penjagaan di Tanjung Layang mendapat serangan dari Kapal Belanda yang menyebabkan diubahnya sistem pertahanan saat itu. Dalam catatan nasrun, ia memperkirakan Belanda akan merebut Ibu Kota Provinsi Riau, Pekanbaru melalui Sungai Siak. Setelah Belanda menembus pertahanan di Kuala Sungai Siak, persiapan penghadangan terhadap musuh dilakukan dengan membuat lobang perlindungan di sepanjang pinggir sungai Siak. Pertahanan tersebut kemudian diperbanyak dan diperkuat.
"Setelah Kapal Belanda sampai di Kota Sungai Apit dan mendekati posisi pasukan kita, terjadilah baku tembak menembak antara pasukan kita yang berada di pinggir sungai dengan pasukan Belanda yang berada di dalam kapal. Kapal Belanda bergerak menyusuri pantai dan mereka menembaki pertahanan kita dengan gencar. Baku tembak tersebut berlangsung lebihkurang 20 menit karena kapal Belanda akhirnya berputar kembali menuju Kuala," saksi Nasrun dalam catatan yang dikutip Himron.
Usai peristiwa tersebut, Komandan Kompi mengadakan pemeriksaan terhadap seluruh pasukan. Ternyata dalam pertepuran singkat tersebut telah gugur Komandan dan Wakil Komandan Regu yang bertahan di dekat Pasar Sungai Apit yakni Sersan Wahid, topi bajanya tertembus peluru musuh dan Kopral Udin yang pinggangnya hampir putus. (BACA: Kantor BKR Bekas Sekolah Jepang di Jalan Ahmad Yani)
Komandan Kompi tersebut terharu menyaksikan tangan Sersan Wahid yang tak melepaskan genggaman senapan mesinnya ketika ia gugur. Sersan Wahid berasal dari Jawa dan Kopral Udin dari Pasir Pengarayan, Rokan Hulu. Keduanya menurut Nasrun masih lajang.
"Seminggu kemudian 2 kapal Belanda masuk lagi dan menembaki Kota Sungai Apit dengan meriam dan mortir sehingga menimbulkan kebakaran hebat. Selang beberapa hari kemudian kapal-kapal Belanda masuk Kuala dan langsung ke arah hulu yaitu Pekanbaru," tulis Sahrun.
"Waktu melewati Kota Siak, Seksi I yang dipimpin oleh Letnan Abbas Jamil segera menghadang dan menembak sasaran kapal. Selanjutnya terjadilah pertempuran yang sengit dan kapal akhirnya terus bergerak ke Pekanbaru."
Dalam peristiwa tersebut telah gugur Sersan Maksum. Saat itu pasukan pejuang kemerdekaan tak memiliki senjata api yang mencukupi, mereka tak dapat menghalangi pasukan musuh yang mempergunakan Sungai Siak sebagai jalur operasi dan logistik mereka.
Sebelumnya, Mayjend Purn TNI Nasrun Syahrum adalah prajurit lulusan dari Sekolah Kadet yang berada di Bukittinggi. Usai tamat ia ditempatkan di Siak Sri Indrapura sebagai Wakil Komandan Kompi. Satu peleton pasukannya ditempatkan di pos Tanjung Layang Sungai Apit, selebihnya di Markas Batalyon Siak Sri Indrapura.
Menurut catatan pagi tanggal 19 Desember 1948, Nasrun sedang mendengarkan Radio Republik Indonesia. Tiba-tiba terdengar pengumuman Belanda menyerang dan menduduki Yogyakarta. Ia memperkirakan Belanda akan menyerang daerah-daerah lain, maka Komandan Peleton di Post Tanjung Layang Letnan Abu Hassan segera diperintahkan berangkat ke post-nya dengan membawa tambahan sepucuk senapan mesin.