Ini Penyebab Korban Asap Sulit Dievakuasi

Tagana-Pasang-Kasur-di-LAM-RIau.jpg
(RIAUONLINE.CO.ID/FAKHRURRODZI)

RIAUONLINE, PEKANBARU - Gerakan Riau Melawan Asap menyebutkan bencana asap di Riau bukan bencana konvensional yang umumnya terjadi seperti gunung meletus, banjir bandang dan gempa bumi. Mereka menyebut Asap sebagai bencana non konvensional.

 

Juru Bicara Gerakan Riau Melawan Asap, Andree mengatakan bencana ini bukanlah bencana yang ada dalam pengertian konvensional. Karena bencana konvensional terjadi di luar prediksi dan campur tangan manusia, dalam arti lainnya adalah The Act of God.

 

"Bencana kita adalah bencana yang lahir dan terjadi disebabkan oleh ulah manusia itu sendiri. Lahir dari tindakan manusia itu sendiri baik itu perorangan maupun dari ulah perusahaan," ungkap Andree saat Deklarasi Gerakan Riau Melawan Asap di kediaman Tabrani Rab, Jalan Pattimura, Senin (12/10/2015) sore. (KLIK: Belum Ada Tersangka Baru Korporasi Pembakar Lahan)

 


Kata Andree, akibat dari bencana non konvensional ini maka tak ada upaya mitigasi ataupun penanganan normal bencana yang dapat dilakukan secara optimal. "Berbeda dengan banjir, gempa bumi, letusan gunung berapi atau bencana lainnya, bencana asap ini sangat sulit ditangani karena selain bencana baru, sangat sulit untuk melakukan pertolongan evakuasi karena korban sifatnya universal dan menyeluruh. Tidak ada patokan standar bagaimana melakukan evakuasi korban asap ini," katanya.

 

Andree mengatakan pemerintah selama ini melakukan penanganan asap Riau bersifat reaksioner, artinya pemerintah bertindak setelah terjadi. Kalaupun ada, ia menilai pemerintah tak bisa menyentuh akar permasalahan yang jadi sebab utama asap terjadi. (BACA: 12 Perusahaan Ditetapkan Tersangka Kasus Karhutla)

 

"Belum ada upaya komprehensif dari tahun ke tahun ketika asap terjadi. Penanganannya hanya bersifat sporadis, parsial dan raektif. Sehingga tak bisa sampai pada akar masalah asap itu sendiri. Parahnya lagi, upaya dilakukan setelah adanya protes dan gerakan kemarahan dari publik pada pemerintah. Pola kunjungan pejabat pusat dari menteri hingga presidenpun hanya sebagai drama yang dibungkus menjadi program-program populis yang tanpa menyelesaikan apapun," tuding Andree.

 

Terakhir Andree mengkritik gerakan-gerakan yang dibangun masyarakat sebagai gerakan protes. Hal ini disebabkan kebanyakan gerakan yang dibangun sifatnya hanya parsial dan kurang konsisten sehingga redup dan hilang ketika asap hilang juga. (LIHAT: Rumah Tabrani Rab Bakal Dibuka Untuk Posko Pengobatan)

 

"Kita memberi apresiasi terhadap gerakan yang dibangun oleh masyarakat. Namun yang dibutuhkan adalah gerakan yang komprehensif dan berlanjut, bergerak lebih luas sehingga dapat memberi sebuah perubahan di akar masalah itu sendiri," tandasnya.