Sumpah "Balas Dendam" Israel Usai Hari Paling Mematikan dalam 50 Tahun

Serangan-udara-di-Gaza.jpg
(Foto: Fatima Shbair/AP via VOA Indonesia)

RIAU ONLINE - Kota-kota Israel diserbu orang-orang bersenjata dari kelompok Hamas, Palestina, pada Sabtu, 7 Oktober 2023. Sebanyak 250 orang tewas dan melarikan diri dengan sandera. Sejauh ini, serangan ini adalah hari paling mematikan di Israel sejak perang Yom Kippur pada 50 tahun lalu.

Lebih dari 230 warga Gaza pun tewas saat Israel merespons dengan satu dari hari-hari serangan balasan paling dahsyat, seperti diberitakan Reuters, sebagaimana dilansir dari VOA Indonesia, Minggu, 8 Oktober 2023.

“Kita akan melancarkan serangan balas dendam yang kuat atau ini (menjadi) hari kelam,” kata Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

“Hamas melancarkan perang yang kejam dan licik. Kita akan memenangkan perang ini, tetapi konsekuensinya akan terlalu berat untuk ditanggung,” ujarnya.

“Hamas ingin membunuh kita semua. Ini adalah musuh yang membunuh para ibu dan anak-anak di rumah mereka, di tempat tidur mereka. Musuh yang menculik para lansia, anak-anak, remaja perempuan.”

Pemimpina Hamas, Ismail Haniyeh, mengatakan serangan akan menyebar ke Tepi Barat dan Yerussalem setelah dimulai dari Gaza.

“Ini adalah pagi kekalahan dan penghinaan atas musuh kita, para tentaranya dan penghuninya,” kata Ismail dalam pernyataannya. “Apa yang terjadi mengungkap kejayaan persiapan kita. Yang terjadi hari ini mengungkap kelemahan musuh.”

Di sepanjang jalan-jalan di Sderot, selatan Israel, dekat Gaza, tergeletak jenazah-jenazah warga sipil Israel dan dikelilingi serpihan kaca. Jenazah seorang wanita dan laki-laki terkapar di kursi depan sebauh mobil.

“Saya keluar rumah, saya melihat banyak jenazah teroris, warga sipil, mobil-mobil ditembaki. Lautan jenazah di dalam Sderot sepanjang jalan, di tempat, banyak sekali jenazah,” kata Shlomi dari Sderot.



Warga Israel yang bersembunyi di ruang-ruang aman menceritakan kembali insiden mematikan tersebut dalam siaran langsung TV.

Militer Israel mengatakan sejumlah perwira senior militer termasuk di antara mereka yang terbunuh dalam pertempuran dekat Gaza pada Sabtu kemarin.

Sementara di Gaza, kobaran api dan asap hitam membumbung tinggi ke udara dari sebuah gedung bertingkat yang dihantam serangan balasan Israel. Para pelayat yang berkerumun melewati jalan-jalan sambil mengusung jenazah para militan yang terbunuh. Jenazah-jenazah itu dibungkus bendera Hamas berwarna hijau.

Warga Gaza yang tewas dan luka-luka dilarikan ke rumah-rumah sakit yang ambruk dan penuh sesak karena kekurangan akut pasokan dan peralatan medis. Kementerian Kesehatan mengatakan 232 orang tewas dan setidaknya 1.700 luka-luka.

Hingga malam, warga Gaza belum diizinkan untuk kembali ke rumah masing-masing.

Hamas mengatakan pihaknya menembakan 150 roket ke arah Tel Aviv pada Sabtu malam untuk membalas serangan udara Israel yang menghancurkan gedung bertingkat dengan lebih dari 100 unit apartemen.

Kepada stasiun televisi Al Jazeera, Wakil Kepala Hamas, Saleh al-Arouri mengatakan bahwa warga Israel dalam jumlah besar berada dalam tawanan mereka, termasuk pejabat senior. Ia menyebut Hamas punya cukup banyak sandera untuk memaksa Israel membebaskan seluruh warga Palestina yang dipenjara.

Militer Israel membenarkan bahwa ada warga Israel yang ditawan di Gaza. Seorang pejabat militer mengatakan Israel bisa memobilisasi hingga ratusan ribu tentara cadangan dan juga bersiap untuk perang di garis depan utara melawan kelompok Hizbullah dari Lebanon.

Hamas, yang mendukung kehancuran Israel, mengatakan serangan itu dipicu oleh meningkatnya serangan terhadap warga Palestina di Tepi Barat, Yerusalem dan terhadap warga Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel.

“Ini hari peperangan terbesar untuk mengakhiri pendudukan terakhir di Bumi,” kata komandan militer Hamas Mohammad Deif, saat mengumumkan dimulainya operasi dalam siaran di media Hamas.

Dia juga menyerukan agar orang-orang Palestina di mana saja untuk angkat senjata.

Empat perang dan bentrokan yang tak terhitung antara Hamas dan Israel telah mengoyak Gaza sejak para militan mengambil alih kekuasan di jalur itu pada 2007. Namun, pemandangan kekerasan di dalam wilayah Israel juga melampaui yang terlihat di sana, bahkan saat puncak gerakan intifada Palestina pada beberapa dasawarsa terakhir.

Fakta bahwa Israel lengah disesalkan sebagai salah satu kegagalan intelijen terparah dalam sejarahnya dan kejutan bagi negara yang membanggakan penyusupan dan pemantauan intensif para militan.