RIAU ONLINE - Umat Muslim Palestina mendapat serangan dari kepolisian Israel saat beribadah di Masjid Al-Aqsa. Serangan itu terjadi dalam dua hari berturut-turut dalam pekan ini.
Ratusan jemaah Palestina dilempari granat kejut, ditembak peluru karet, dan meriam air, agar mereka bubar meski sedang beribadah.
Lalu, mengapa pasukan Israel melalukan kekerasan tersebut?
Kekerasan sebenarnya sudah sering terjadi di kompleks Masjid Al-Aqsa pada hari-hari besar keagamaan umat Muslim dan Yahudi. Situasi serupa terjadi saat Ramadan dan liburan hari raya Paskah Yahudi, yang bertepatan di bulan yang sama.
Masjid Al-Aqsa yang disebut sebagai Temple Mount bagi orang Yahudi merupakan situs sensitif, lantaran merupakan situs paling suci bagi pemeluk agama Yahudi dan masjid suci ketiga bagi umat Islam setelah Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.
Dilaporkan Associated Press, sebagaimana dilansir dari kumparan, Kamis, 6 April 2023, sejak Ramadan dimulai pada 22 Maret 2023 lalu, puluhan jemaah Muslim Palestina telah berulang kali mencoba iktikaf di Masjid Al-Aqsa, tradisi yang biasanya dilakukan saat Ramadan, utamanya pada 10 hari terakhir.
Namun, polisi Israel kerap masuk ke Masjid Al-Aqsa setiap malam untuk mengusir para jemaah yang masih berada di sana hingga larut malam.
Konflik kembali pecah pada Selasa, 4 April malam waktu setempat, setelah sekitar 80 ribu jemaah Palestina melaksanakan salat Tarawih di Masjid Al-Aqsa.
Saat Tarawih usai, ratusan orang Palestina tetap ingin berada di sana dan mengunci diri di dalam masjid untuk melakukan iktikaf.
Beberapa jemaah mengatakan penguncian itu dilakukan lantaran mereka ingin beribadah dengan tenang, sekaligus untuk memastikan umat Yahudi tidak melakukan tradisi kurban Paskah di area Masjid Al-Aqsa secara diam-diam.
Pada awal pekan ini, terdapat seruan dari kelompok Yahudi garis keras yang berencana untuk kembali melakukan kurban Paskah di area kompleks masjid, seperti sempat dilakukan dahulu, meski saat itu berujung kekerasan pula.
Lebih lanjut, ratusan jemaah yang mengunci diri di dalam Masjid Al-Aqsa enggan untuk keluar hingga mengakibatkan pasukan keamanan Israel mendobrak pintu, memaksa masuk. Di sinilah kekerasan bermula dan bentrokan terjadi.
Dalam keterangannya, kepolisian Israel mengaku menerima laporan adanya beberapa pemuda bermasker yang membawa kembang api, tongkat, hingga batu ke dalam Masjid Al-Aqsa.
Para pemuda ini meneriakkan caci maki kepada pasukan Israel dan mengunci pintu — mereka pun dianggap berbahaya.
“Setelah upaya yang panjang dan berulang-ulang untuk mengeluarkan mereka dengan cara berbicara namun tidak berhasil, pasukan polisi terpaksa masuk ke dalam kompleks,” jelas laporan kepolisian Israel.
Ini dibenarkan oleh satu dari pemuda bernama Moayad Abu Mayaleh (23). Dia mengatakan pintu masuk sengaja diblokir oleh ratusan orang lainnya untuk mencegah polisi Israel masuk sebelum mereka mendobrak pintu.
“Kami tidak bisa membiarkan mereka lolos,” ujar Mayalesh, seraya meneriakkan cacian kepada kepolisian Israel.
Secara terpisah, pasukan Israel mengaku bentrokan tak terelakkan ketika para pemuda yang dimaksud mulai melakukan kekerasan.
“Puluhan remaja yang melanggar hukum telah memicu kekacauan, melemparkan batu dan benda-benda lain ke arah petugas dan memaksa polisi bertindak untuk memulihkan keamanan, hukum dan ketertiban,” jelasnya.
Akibat dari bentrokan itu, sedikitnya 59 orang terluka dan polisi Israel mengaku secara keseluruhan telah menangkap 450 orang. Menurut pengacara yang mewakili beberapa warga Palestina di sana, Khaled Zabarqa, sebagian besar warganya yang ditangkap telah dibebaskan dari tahanan sore harinya.
Namun, Zabarqa mengatakan sekitar 50 warga Palestina, banyak dari mereka yang berasal dari Tepi Barat, masih ditahan dan harus menghadiri sidang di pengadilan militer Ofer pada Jumat (7/4) pekan ini.
Keesokan harinya, kerusuhan kembali terjadi di Masjid Al-Aqsa, tepatnya Rabu, 5 April 2023. Kendati tidak begitu parah, namun situasi sama panasnya, pasukan Israel kembali menyerbu jamaah Palestina yang tengah beribadah di sana.
Polisi Israel dalam pernyataannya mengatakan penyerbuan itu dilakukan guna membubarkan massa, lantaran jamaah Palestina telah melanggar aturan dengan melemparkan berbagai benda ke arah polisi.
Adapun perlawanan dari jemaah Palestina karena mereka menentang pembatasan beribadah dan kunjungan ke Masjid Al-Aqsa yang diterapkan oleh pasukan Israel.
Israel membatasi kunjungan ke masjid hingga pukul 21.00 waktu setempat dan baru membolehkan iktikaf pada 10 hari terakhir Ramadhan.
Menurut otoritas pengelola Masjid Al-Aqsa, Waqf, serangan dari jemaah Palestina kemudian dibalas oleh tembakan peluru karet dan granat kejut oleh Israel.
Tim medis Bulan Sabit Merah Palestina menyebut, enam orang terluka akibat kekerasan terbaru. Di sisi lain, militan Palestina di Jalur Gaza menanggapi serangan di Masjid Al-Aqsa dengan menembakkan rudal ke arah Israel, sehingga menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya pertempuran yang lebih luas dan lama.
Menurut tradisi, meski merupakan situs suci utama bagi umat Yahudi, tetapi mereka tidak menggunakan Temple Mount sebagai tempat beribadah. Kepala Rabbi Israel juga melarang orang Yahudi memasuki situs tersebut dengan alasan agama.
Sejak perang 1967, ada aturan status quo antara Israel, Palestina, dan Yordania yang melarang nonmuslim beribadah di sana. Orang nonmuslim hanya dapat mengunjungi kompleks Al-Haram al-Sharif di waktu-waktu tertentu saja.
Meski demikian, semakin banyak orang Yahudi garis keras yang tidak menggubris larangan itu, diperburuk dengan minimnya pengawasan serta tindakan tegas dari aparat keamanan sekitar.