MenLHK Kembali Terbitkan SK 1.040 Subjek Hukum Pemilik Usaha Tanpa Izin di Kawasan Hutan

Ilustrasi-hutan-wisata.jpg
(Unsplash/BangkitRistant via kumparan)

Oleh: Ahmad Zazali, SH, MH.

Managing Partnet AZ Law Office & Conflict Resolution Center

Ketua Pusat Hukum dan Resolusi Konflik (PURAKA)

 

RIAU ONLINE, PEKANBARU - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) kembali menerbitkan SK kepada 1.040 subjek hukum pemilik usaha tanpa izin dalam kawasan hutan yang akan dikenakan denda dan pengampuan

Sejak Agustus 2021 hingga Maret 2023 Menteri LHK, Siti Nurbaya telah menerbitkan 11 surat keputusan yang berisi subjek hukum yang melakukan pembukaan hutan dan kegiatan usaha tanpa izin dalam kawasan hutan. 



Tujuan penerbitan SK ini yaitu untuk memberikan "pengampunan" hingga 23 November 2023 sebagaimana mandat pasal 110A dan 110B UUCK No. 11 tahun 2020, yaitu membebaskan jerat pidana kehutanan kepada pelaku usaha tanpa izin yang ada sebelum terbitnya UUCK  asalkan bersedia membayar denda dg rumus perhitungan ditentukan oleh KLHK berdasarkan PP 24 tahun 2021. 

Baru-baru ini Menteri LHK kembali menerbitkan Surat Keputusan Tahap 10 pada 30 Desember 2022 berisi 150 subjek hukum dan Surat Keputusan Tahap 11 pada 7 maret 2023 berisi 890 subjek hukum. Kedua SK berjumlah 1.040 subjek hukum, yang meliputi kegiatan usaha pertambangan nikel dan batubara,  penguasaan untuk  pemanfaatan infrastruktur fisik, pemukiman dan perkebunan kelapa sawit. 

Jika ditotal sejak SK Menteri LHK tahap 1 hingga 11 maka jumlah subjek hukum perusahaan, individu, kelompok tani, Koperasi dan infrastruktur pemerintah yang akan mendapat pengampunan mencapai 2.671 subjek hukum. 

Langkah Kementerian LHK yang tertutup dalam proses pengampunan sangat disayangkan. Mengingat kabar angin mulai berhembus kalau ada oknum-oknum di KLHK yang ikut bermain menawarkan jasa konsultan kepada subjek hukum yang membayar denda sebagai syarat pengampunan. Kalau di Kementerian Keuangan ada jasa konsultan pajak maka di Kementerian LHK ada konsultan jasa pengurusan keterlanjuran usaha tanpa izin dalam kawasan hutan. 

Tentu kita tidak mengharapkan isu miring di Kementerian Keuangan terjadi juga di Kementerian LHK, mengingat potensi pendapatan negara dari pembayaran denda pemanfaatan hutan tanpa izin ini bisa mencapai puluhan hingga ratusan triliun rupiah jika dapat dimaksimalkan.

Untuk mencegah hal negatif tersebut, tiada cara lain KLHK harus melibatkan partisipasi pemangku kepentingan daerah dan membuka secara transparan nama-nama serta proses pengampunan melalui pembayaran denda ini, supaya ada kontrol dari publik jika ada oknum kementerian ataupun afiliasi kekuatan politik yang ingin bermain curang meloloskan subjek hukum dari denda. KPK juga diharapkan turun tangan melakukan pengawasan untuk menekan adanya potensi "kongkalikong" dalam pengurusan denda dan pengampunan sektor kehutanan ini.