Oleh Osvian Putra, Praktisi Pariwisata
RIAUONLINE, PEKANBARU-Anggota DPRD Riau, Yuyun Hidayat melontarkan gagasan mengenai Pengembangan Wisata Edukasi di Riau.
Hal itu dia lontarkan dalam rapat panitia khusus RANPERDA RIPPARPROV DPRD Riau bersama Dinas Pariwisata Kabupaten/Kota se-provinsi Riau dan OPD terkait.
Rapat digelar dalam rangka pembahasan lanjutan RANPERDA tentang Rencana Pembangunan Induk Kepariwisataan Provinsi Riau Tahun 2021-2035 awal minggu lalu.
Gagasan tersebut cukup menarik sebab justru di situ sebenarnya keunggulan komparatif Riau dibandingkan daerah lain di sekitar.
Daerah Riau yang sebagian besar terletak di dataran rendah dan datar, cenderung basah dan berawa terutama di kawasan yang terletak di pesisir timur pulau Sumatra.
Begitu pula daerah di sepanjang aliran sungai-sungai utama yang memang cukup banyak terdapat di Riau, hampir semuanya mempunyai sifat gambut yang tidak stabil.
Membuat cuaca di Riau relatif lebih panas dibanding daerah lain di pulau Sumatra di bagian pantai barat yang di sepanjang garis pulaunya terdapat hamparan bukit Barisan dengan pengunungan dan dataran tinggi membuat udaranya lebih sejuk dan kontur tanahnya menciptakan pemandangan yang lebih indah.
Akan tetapi, karena Riau menyimpan potensi Sumber Daya Alam yang cukup banyak diekspoitasi untuk kepentingan ekonomi.
Mulai dari industri migas, pertambangan, perkebunan dan industri pulp beserta turunannya maka kawasan-kawasan industri tersebut sejatinya sangat memungkinkan untuk dijadikan sebagai objek wisata edukasi.
Ladang-ladang minyak yang tersebar di sepanjang kawasan blok Rokan, Kawasan industry pengolahan hasil hutan, Pabrik-pabrik pengolahan Sawit, Karet serta Kawasan industry pulp serta kertas baik di Siak maupun Pelalwan sejatinya adalah hamparan objek wisata edukasi.
Setiap semester, jamak diketahui siswa-siswa sekolah melakukan perjalanan wisata. Kenapa tidak diajak ke area-area industri dimaksud kalau memang tujuannya adalah untuk edukasi.
Toh selama ini judul kegiatan study tour lebih kepada istilah saja dimana konten pendidikannya malah sangat sedikit persentasenya dari total waktu kunjungan itu sendiri.
Jadi dengan hal tersebut mari kita luruskan kembali maksud dari frasa study tour itu sendiri dengan memanfaatkan potensi yang memang tersedia di Riau.
Kapan lagi anak-anak kita bisa melihat langsung proses produski di berbagai bidang industry yang kita miliki yang selama ini memang sudah menjadi primadona ekspor dan penghasil devisa bagi negara kita.
Bukankah disitu pula terletaknya link and match antara dunia pendidikan dan dunia industry agar siswa bisa memahami apa maksud mereka menimba ilmu yaitu agar kelak mampu mengelola Sumber Daya Alam yang terdapat di Riau ini.
Jika mau, maka dalam Rencana Induk Pariwisata Propinsi Riau yang saat ini sedang digodok, bisa saja ditambahkan jenis wisata tersebut untuk mengakomodir potensi yang ada di Riau untuk menunjang aktifitas wisata sesuai dengan potensi kita sendiri.
Korporasi-korparasi pemilik industri bisa saja diajak kerjasama melalui undang-undang yang akan dituangkan kedalam Peraturan Daerah. Dengan itu, kegiatan study tour yang selama ini lebih banyak diarahkan ke objek-objek diluar daerah yang menghabiskan dana yang dihasilkan oleh para orang tua murid dari Riau bisa dibelanjakan di Riau sendiri.
Toh, jika selama ini tujuan study tour dan sejenisnya lebih dominan ke luar daerah yang artinya tentu menguntungkan daerah tujuan tersebut dan pada saat yang sama artinya malah defisit bagi Riau.
Malah mudah-mudahan dengan dibukanya model wisata edukasi seperti ini sangat mungkin malah Riau nanti yang akan menjadi tujuan wisata edukasi dari siswa-siswa (wisatawan) dari daerah lain atau bahkan dari luar negri.
Sebab jika ditinjau dari sudut pandang ekonomi, pariwisata baru akan membawa manfaat jika kita bisa mendatangkan wisatawan dari luar ke daerah kita sendiri. Sebab jika kita yang berwisata keluar daerah/negri yang untung malah destinasi yang menjadi tujuan wisata tersebut.
Disisi lain, jika kita ikut jor-joran bersaing dengan model objek yang sama, katakanlah objek wisata alam, dipastikan akan memakan sangat banyak biaya dan anggaran untuk mengembangkan sebuah daya tarik menjadi objek dan dari objek menjadi destinasi.
Sebab pada saat yang sama daerah-daerah lain tentu juga berbenah sesuai dengan potensinya tersebut. Tidak akan sanggup APBD Riau untuk membiayai itu semua sementara disisi lain kita punya potensi lain yang selama ini seolah terlupakan, padahal ada di depan mata.
Dari itu, dapat dibayangkan nanti jika ada industri dan korporasi, katakanlah perusahaan perminyakan yang ada di Riau membuka sedikit lahannya untuk dijadikan kawasan wisata eduksi dimana siswa dan anak-anak sekolah atau dewasa sekalipun bisa melihat, mengamati dan belajar bagaimana proses pengeboran minyak, pengolahannya dan distribusinya.
Bagimana misalnya perusahaan-perusahaan pulp dan kertas raksasa di Riau membuka sedikit lahannya untuk keperluan belajar, memperlihatkan bagaimana proses produksi dari gelondongan kayu diolah menjadi bubur kertas dan akhirnya menjadi pulp dan hasil produksi lainnya.
Terbayang pula perusahaan yang mengelola tanaman hutan industri membuka lahannya untuk belajar tentang pembudidayaan tanaman akasia mulai dari nursery sampai pembibitan dan penanaman hingga proses pemotongan,perusahaan dan pabrik sawit membuka sedikit lahannya untuk keperluan yang sama dan seterusnya.
Bukan hal yang aneh sebenarnya. Toh misalnya pabrik mie instan di Jl. Kaharuddin Nasution Pekanbaru sudah lama membuka diri untuk kunjungan siswa dengan maksud yang sama.
Tentu mestinya kalau pabrik mie bisa, pabrik yang lainnya juga bisa. Silakan saja ditetapkan aturan dan SOP untuk kunjungan tersebut, intinya membuka diri untuk keperluan belajar sekaligus mendukung konsep wisata edukasi dimaksud. #intourismwetrust