Sarjana di Indonesia Banyak yang Nganggur, Ini Alasannya

Ilustrasi-sarjana5.jpg
(Istimewa)

RIAU ONLINE - Lulusan sarjana di Indonesia masih banyak yang menganggur. Tingginya angka pengangguran dari lulusan sarjana ini bahkan berkontribusi secara signifikan di Tanah Air.

Pengamat ekonomi sumber daya manusia dari Universitas Andalas (Unand), Padang, Sumatera Barat (Sumbar), Delfia Tanjung Sari, menilai kecenderungan lulusan strata-1 atau sarjana yang menganggur dikarenakan kecenderungan memilah-milah pekerjaan yang didambakan.

"Setelah tamat biasanya mereka langsung menginginkan pekerjaan tertentu, dan cenderung milih-milih," katanya, dikutip dari Suara.com, Jumat, 4 Oktober 2024.

Menurut Delfia, pencari kerja pemula cenderung selektif dan berekspektasi tinggi, karena merasa belum mempunyai beban seperti pencari kerja yang sudah menikah.

"Mereka ini merasa belum punya tanggung jawab karena masih single. Jadi, kalau pun belum mendapatkan pekerjaan yang diinginkan mereka tidak terlalu memikirkannya," katanya.



Karakteristik pencari kerja di usia muda, kata dia, masih didominasi laki-laki. Sedangkan perempuan, lebih cenderung menangkap peluang yang ada, sebelum mendapatkan pekerjaan yang diinginkan.

"Jadi, kelompok pencari kerja usia muda ini lebih ke ego pribadi. Mereka merasa sarjana layak mendapatkan pekerjaan yang lebih," ujarnya.

Sementara itu, Wakil Rektor I Unand Prof Syukri Arief mengemukakan, tingginya lulusan sarjana yang menganggur tersebut tercermin pada data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) lulusan.

"Ini menjadi tantangan kampus, bagaimana melahirkan lulusan yang siap kerja dan memiliki jiwa entrepreneur," kata dia.

Bila dibandingkan pada Februari 2021, BPS mencatat tingkat pengangguran terbuka sebesar 6,26 persen. Tahun 2022, angka pengangguran terbuka turun menjadi 5,83 persen.

Pada Februari 2023 tingkat pengangguran terbuka kembali turun menjadi 5,45 persen.