RIAU ONLINE - Nasib mega proyek tanggul raksasa di sepanjang jalur pantai utara Jawa sudah digantung belasan tahun. Rencana besar ini akan kembali dilanjutkan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto guna mencegah turunnya tanah dan naiknya air laut.
Meski saat ini menjabat sebagai Menteri Pertahanan, Prabowo mengakui bahwa dirinya tidak terlibat langsung dalam kajian proyek ini. Namun, ia merasa terpanggil untuk lebih memusatkan perhatian pada proyek ini.
"Saya sendiri yang tidak terlibat langsung dalam kajian dan pembahasan tersebut. Seolah-olah masalah ini yang merupakan jawaban atas fenomena naiknya permukaan laut, abrasi, hilangnya banyak lahan-lahan kita dan terutama kualitas hidup sebagai rakyat kita sungguh-sungguh mengenaskan," kata Prabowo dalam Seminar Nasional tentang Giant Sea Wall Pulau Jawa, dikutip dari kumparan, Jumat 12 Januari 2024.
Menurut perhitungan Prabowo, proyek ini akan membutuhkan dana hingga USD 60 miliar atau setara Rp 930 triliun dan butuh waktu lama hingga 2040. Sementara tahap awal memakan dana Rp 164 triliun yang dilakukan di Teluk Jakarta.
Proyek tanggul laut raksasa ini bukan rencana baru. Rencana serupa sebelumnya pernah digagas Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo pada 2012. Namun lokasinya di Jakarta, berbarengan dengan reklamasi dalam bentuk pulau-pulau.
Seperti yang diutarakan Prabowo, konsultan tanggul raksasa di Jakarta juga disebutkan dari Belanda.
Proyek ini lantas mendapat penolakan dari Anies Baswedan saat menjabat Gubernur DKI Jakarta pada 2018. Menurut Anies, proyek tanggul laut raksasa di Teluk Jakarta ini dianggap sebagai kobokan raksasa yang justru akan menampung air kotor.
Anies menilai pesisir utara Jakarta lebih membutuhkan tanggul pantai. Tapi, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, beranggapan bahwa Jakarta bisa tenggelam hika tak ada tanggul raksasa.
Kemudian, Anies pun memerintahkan pembangunan tanggul raksasa yang masuk dalam proyek National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) di Teluk Utara Jakarta dikaji ulang bersama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Pada Agustus 2021 lalu, Anies yang masih duduk di kursi Gubernur DKI Jakarta menggelar webinar usai Presiden AS Joe Biden menyebut Jakarta akan segera tenggelam.
Berdasarkan beberapa penelitian dunia yang dikutipnya, menunjukkan penurunan permukaan tanah bukan hanya terjadi di pesisir utara Jakarta, tapi juga di selatan Jakarta. Penyebabnya karena penurunan muka tanah (land subsidence) imbas dari masih banyaknya penyedotan air tanah di Jakarta. Terutama di gedung-gedung besar ibu kota.
"Sehingga penyelesaian tidak hanya andalkan pembangunan tanggul, itu bukan satu-satunya jurus ampuh karena kita juga harus lakukan mengurangi penyedotan air tanah yang memberikan dampak perlambatan land subsidence di Jakarta," kata Anies.
Anies melakukan sejumlah upaya untuk memperlambat penurunan tanah Jakarta, seperti mengurangi penyedotan air tanah yang diganti dengan pemipaan oleh PAM Jaya.
Kios-kios air juga dibangun Anies di perkampungan Jakarta agar warga bisa mendapat air bersih, lalu melakukan penindakan pada gedung-gedung yang menyedot air tanah sembarangan.
Upaya lain, kata Anies, menambah jumlah air tanah dengan cara tambah sumur resapan. Gunanya bukan cuma menahan beban di Puncak, Bogor, ketika air tinggi akibat hujan, tapi bisa menjadi penampungan air yang meresap ke dalam
"Pada simulasi tanggul pantai yang saat ini dikerjakan, tak akan selesai kalau hanya satu, Tapi dua (solusi) lainnya harus dikerjakan. Dampak tanggul pantai 1-3 meter ternyata tak punya efek terlalu jauh. Tapi di sisi lain, kita harus terus kawal dengan pengurangan air tanah dan penurunan muka tanah terkendala," ujar dia.