RIAU ONLINE, SIAK - Kejaksaan Negeri (Kejari) Siak menghidupkan kembali hukum Islam melalui Balai Kerapatan Rumah Restorative Justie.
Kejari Siak menegakkan kembali hukum Islam dengan mengacu pada Al-Qawaid, yang merupakan kitab peninggalan Kerajaan Siak Sri Indrapura.
"Adat istiadat Melayu Siak juga identik dengan hukum Islam, sehingga dalam penerapan sanksi adat pun juga mengacu kepada Al-Qawaid yang merupakan kitab peninggalan Kerajaan Siak," ucap Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Siak, Tri Anggoro Mukti, Selasa 28 November 2023.
Ia menjelaskan, bahwa kitab Al-Qawaid atau Baabul Al-Qawaid merupakan sebuah kitab hukum yang menjadi pranata hukum bagi Kesultanan Siak atau disebut juga Pintu Segala Pegangan, semacam konstitusi Kerajaan Siak Sri Indrapura.
Tri Anggoro menjelaskan kitab tersebut mengatur tata hukum, tata adat istiadat dan pembagian tugas setiap pemegang jabatan baik orang besar kerajaan, datuk-datuk, para bangsawan, pendahulu, batin, hakim, polisi, Imam dan Tuan Qadhi, hingga kepala suku.
Kitab tersebut ditulis pada periode kedua Kesultanan Siak. Tepatnya pada masa Pemerintahan Sultan Syarif Hasyim Abdul Jalil Syarifuddin.
Bahkan, Implementasi Al-Qawaid sangat terlihat jelas saat Sultan menjalankan roda pemerintahannya. Dengan adanya pembagian-pembagian sistem kerja yang telah tertera dalam kitab ini, masing-masing kepala atau suku-suku menjadi tahu dengan jelas bagiannya masing-masing.
Apabila terjadi masalah, kemudian dilakukan musyawarah untuk mufakat. namun jika hingga akhir tidak ditemukan mufakat dalam musyawarah, maka penyelesaian permasalahan tersebut akan melalui hukum positif, termasuk dalam permasalahan yang bersifat umum dan terjadi dalam ranah publik atau bukan lingkungan adat, maka upaya penyelesaiannya dilakukan melalui hukum positif.
Namun, dalam penyelesaian permasalahan ini tidak mengenyampingkan upaya musyawarah mufakat terlebih dahulu.
Sementara, bila permasalahan itu terjadi dalam lingkungan masyarakat adat, seperti lingkungan rumah, rukun tetangga, rukun warga, desa, permasalahan sosial baik itu diselesaikan secara adat.
"Sebagai bentuk tindak lanjut pelibatan unsur masyarakat, dalam setiap upaya perdamaian penyelesaian perkara dengan melibatkan pihak korban, tersangka, tokoh atau perwakilan masyarakat, dan pihak lain maka dibentuklah wadah Rumah Restorative Justice atau Rumah RJ," terang Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Siak, Tri Anggoro Mukti.
Rumah RJ akan berfungsi sebagai wadah untuk menyerap nilai-nilai kearifan lokal, serta menghidupkan kembali peran serta tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh adat untuk bersama-sama dengan Jaksa dalam proses penyelesaian perkara yang berorientasikan pada perwujudan keadilan substantif.
Dalam masyarakat Melayu Siak, diketahui ada istilah "buat aib" yang merujuk pada tindakan penyimpangan sosial (social deviant).
Konsekuensi dari membuat aib itu adalah sanksi sosial, baik berupa pengusiran atas pelaku penyimpangan sosial itu, maupun dengan mengorbankan hewan-hewan ternak seperti kerbau atau kambing.
Masyarakat Siak Sri Indrapura juga masih menempatkan seseorang atau beberapa orang sebagai pemangku adat atau tokoh adat untuk menjaga adat untuk menjaga kelestarian adat istiadat Siak Sri Indrapura.
Sanksi yang berlaku dalam adat diselesaikan dengan pemberian denda atau nasihat sesuai dengan permasalahan.
Seandainya, permasalahan tersebut dianggap terlalu berat dan sangat fatal, maka akan diusir dari kampung atau menyerahkan permasalahan ini kepada aparat Kepolisian.
Apabila terjadi perselisihan antara masyarakat asli Siak dengan pendatang, maka akan diselesaikan dengan musyawarah terlebih dahulu.
Seperti pepatah mengatakan "tak kan melayu hilang dibumi, bumi bertuah negeri beradat” jangan sampai hanya menjadi pepatah dan hilang tinggal kenangan.
Oleh karena itu, Kejaksaan Negeri Siak dalam melaksanakan Program Kejaksaan Rumah Restorative Justice menggandeng Lembaga Adat Melayu Riau Kabupaten Siak dan 7 Kecamatan agar menjaga eksistensi Lembaga Adat Melayu sebagai wadah para tetua-tetua untuk menjaga keharmonisan berbangsa dan bermasyarakat di Kabupaten Siak sehingga LAMR tidak hanya menjadi simbol tetapi juga mengambil bagian penting dalam penegakan hukum di Kabupaten Siak.
"Pada hari ini, beberapa saat lagi Insya Allah akan kita laksanakan bersama-sama peresmian Balai Kerapatan Rumah Restorative Justice Kejaksaan Negeri Siak dan penanaman pohon serentak di delapan Kecamatan Se-Kabupaten Siak," ungkap Kajari Siak.
Program ini menjadi bentuk kolaboratif Kejaksaan Negeri Siak dengan Lembaga Adat Melayu Riau Kabupaten Siak dalam menegakkan hukum yang berkeadilan dan menjunjung tinggi adat, penanaman pohon bersama sebagai tonggak awal dari pelestarian budaya melayu seiring dengan tumbuhnya bibit-bibit pohon yang kita tanam hari ini.
"Semoga tidak ada lagi kasus nenek Minah yang lain di negeri kita Indonesia," harap Kajari Siak, Tri Anggoro Mukti.