RIAU ONLINE, PEKANBARU - Sekretaris Komisi II DPRD Riau, Husaimi Hamidi mengatakan Riau sebagai salah satu daerah penghasil sawit terbesar sekaligus yang paling terdampak kerusakan akibat produksi sawit sepatutnya diganjar DBH sawit yang layak.
Hal itu dikatakan Husaimi sebab Kementerian Keuangan direncanakan akan mulai membagikan Dana Bagi Hasil (DBH) sawit bulan Mei ini. DBH Senilai Rp 3,4 triliun itu dikatakan akan dibagikan ke 350 daerah penghasil.
"Pemerintah pusat harus berani, bagilah sesuai porsinya. Sesuai dengan kerusakan di Riau ini, jalannya, hutannya, sungainya, alamnya itu sangat terdampak dari sawit ini," papar Husaimi, Selasa, 23 Mei 2023.
Politikus PPP itu meminta agar pembagiannya dihitung sesuai data yang valid baik sebagai daerah penghasil atau daerah penyangga. Husaimi mengatakan, meski tidak semua daerah di Riau penghasil utama sawit, tapi manfaat DBH ini harus dirasakan seluruh wilayah seperti halnya dampak sawit yang dirasakan seluruh wilayah Riau.
Lebih jauh dijelaskannya, Pekanbaru dan Dumai tak menghasilkan sawit sebanyak daerah lain tetapi memiliki kontribusi aktif. Pelabuhan-pelabuhan Dumai, kata Husaimi, diketahui menjadi jalur internasional untuk mengekspor sawit sementara Pekanbaru menjadi sentra perkantoran perusahaan sawit.
"Makanya hitungannya juga harus sampai di sana. Kalau semua merasakan tentu bisa kita hitung manfaatnya keseluruhan untuk Riau," katanya.
Terkait Rencana Aksi Daerah (RAD) Kelapa Sawit berkelanjutan yang menjadi salah satu tolok ukur pembagian dikatakan Husaimi tak seharusnya menjadi tolok ukur, sebab kondisinya sudah jelas, ada kerusakan yang terjadi akibat produksi sawit di Riau.
Menurutnya jika hal ini jadi acuan, kasus Dana Peremajaan Perkebunan Kelapa Sawit (DPPPKS) dimana serapan Riau justru nol persen pada tahun 2022.
"Sekarang ini ada DPPKS, ini tidak jalan. Hari ini kita memproduksi CPO, tapi karena tak punya perencanaan itu tak dapat tak elok juga. Hari ini jalan Riau rusak terdampak, maka kita harus dapat," ujarnya.
Makanya, ditegaskan Husaimi, jika kementerian keuangan menjadikan RAD itu sebagai syarat mutlak penyaluran DBH, hal ini tidak masuk akal.
"Kalau itu terjadi ya hanya mencari-cari alasan. Fokus memberi ke kita karena itu hak kita," pungkasnya.